"Apakah semua sudah siap, Raya?" tanya Radian, Ayah Raya.
Raya mengedarkan pandangannya ke seluruh kamarnya. Kamar yang selama 16 tahun sudah menemaninya.
Menghelakan napas, Raya menyahuti omongan Radian, "Kurasa sudah Yah,"
Sekali lagi Raya mengedarkan pandangannya, mencoba menyimpan segala kenangan yang ada, memang tak mudah meninggalkan kamar ini. Tapi mau bagaimana lagi?
Akhirnya Raya menyeret kopernya menuju garasi, di sana sudah terlihat kardus-kardus barang miliknya, dan juga adiknya yang sedang bermain tablet dengan santai.
"Hei dek!" panggil Raya dengan colekan di pipi
"Aduh! Kalah nih aku. Gara-gara Mbak sih!" omelnya
Raya diam. Membiarkan adiknya yang kini sudah mencacinya dengan berbagai umpatan karena kekesalan yang dirasakannya. Tapi sekali lagi Raya berpikir, apakah aku salah bila menyapanya?
Menghelakan napas pelan, akhirnya Raya memasukan barangnya ke dalam bagasi mobil dengan sedikit lemas.
Menutupnya setelah dikiranya sudah selesai, ketika Raya akan membuka pintu mobil bagian depan, Radian menahannya, "Kamu di belakang, adek yang di depan!" itu adalah sebuah perintah, maka Raya menurutinya, berganti membuka pintu bagian belakang dan duduk dengan tenang.
Diliriknya sang Adik dan Ayahnya, yang sedang mengobrol seru dan sangat santai. Dia kembali mengingat, apakah ia pernah seperti itu? Mengobrol santai dan bercanda ria dengan Ayahnya, ia rasa itu tak pernah.
Mengalihkan pandangannya ke luar jendela, menahan air mata sebisanya. Ia iri, iri kepada adiknya sendiri. Meskipun ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk menahannya, tapi ia tak sanggup.
Raya menghapus cepat air mata yang dengan lancangnya mengalir ke pipinya, sambil menahan nyeri di hati yang ia rasakan kini.
Menghelakan napas, Raya hanya melihat keluar jendela selama sisa perjalanan.
Tak terasa kini mobil yang ia tumpangi sudah memasuki kawasan rumah ibunya.
Tepat di depan rumah berpagar hitam itu, mobil berhenti. Menarik napas perlahan, Raya mencoba menenangkan hatinya.
Semoga semua berjalan dengan yang diharapkannya, Batin Raya.
Memantapkan hati, Raya membuka pintu mobil dan langsung dilihatnya sang ibu menunggunya di depan pagar dengan mata berkaca-kaca.
****
"Rama, ayo makan!" Teriak Rossa dari lantai bawah. Sedangkan Rama hanya membalasnya dengan gumaman enggan sambil terus memainkan game nya.
Setelah hampir 20 menit dia bermain tanpa henti, dan juga tak ada panggilan dari ibunya lagi, akhirnya Rama beranjak dari tempat tidurnya.
Berjalan malas menuju balkon kamar. Sudah hampir 3 hari ia sakit, padahal hanya masalah sepele, tapi ia sampai jatuh sakit berhari-hari.
Rama menjatuhkan dirinya di kursi santai yang langsung menghadap ke depan rumah. Ketika ia sedang duduk sambil memperhatikan pemandangan dari balkon kamarnya, ia melihat sebuah mobil asing berhenti tepat di depan rumah yang berada di sebrang rumahnya.
Rama terus memperhatikan mobil asing itu, rasa penasarannya mulai muncul. Sebab rumah sebrang itu jarang sekali kedatangan oleh tamu, setahunya.
Ketika pintu pengemudi dan penumpang terbuka, munculah seorang pria paruh baya dan seorang remaja laki-laki yang kira-kira usia 14 tahun keluar dari mobil tersebut. Lalu sang pria paruh baya yang ia tebak adalah seorang Ayah dari si anak lelaki ini, berjalan menuju bagasi mobil, mengeluarkan kerdus-kerdus berukuran sedang.
Mungkin mereka mau tinggal di rumah itu, pikir Rama. Lagipula Rama sebenarnya juga tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi.
Ketika ia akan bangkit dari duduknya, Rama melihat pintu penumpang belakang terbuka. Lalu keluarlah seorang gadis remaja dengan paras cantiknya.
Seketika Rama menegang, bukan karena ia terpesona dengan kecantikan si gadis itu, melainkan karena gadis itu ialah orang yang ia temui di belakang sekolah tempo hari, orang yang membuatnya seperti ini.Jantung Rama seakan berhenti berdetak, ketika ia melihat sang gadis yang memang belum ia ketahui namanya, dan tidak ingin tahu pula, sedang berbicara pada sosok disebelahnya. Mungkin perlu digaris bawahi, bahwa sosok tersebut tak kasat mata, alias hantu, alias arwah atau apalah itu.
Sedang asik mengamati gadis tersebut, tiba-tiba seluruh pasukan oksigen Rama seolah habis tak bersisa, ketika dilihatnya si gadis mistis itu melihat kearahnya bahkan tepat pada matanya.
Menegakan badan cepat, Rama memasuki rumah dengan telapak tangan berada di dahi dan berkata, "Bunda, Rama panas lagi." Katanya dengan nada sedikit merengek.
*******
Lama? Emng. Wkwkwk
Sorry, kalo ada typo atau mmng ceritanya yg gak jelas.'Kia
KAMU SEDANG MEMBACA
RAMA & RAYA
Teen FictionBukan tentang siapa yang memuja kelebihanmu. Tapi tentang siapa yang memelukmu ketika tahu kekuranganmu-