dua

180 17 11
                                    

"Ada apa Sel?" tanya Raya kalem pada Eksel.

"Cowok ganteng disana berlari ketakutan ketika melihat kearah kita," jawab Eksel.

Raya menanggapinya dengan biasa. Hal itu sudah sering terjadi, jadi dia tidak kaget.

"Sudah, biarkan dia seperti itu. Yang penting kita tidak mengganggunya." Eksel hanya menganggukan kepalanya tanda mengerti.

Mereka melanjutkan makan kembali dengan diam. Tak suka dengan keheningan yang seperti ini Eksel membuka suara, "Raya, apakah kau tak takut bila semua orang menganggapmu aneh?"

Raya menolehkan kepalanya, "Aneh bagaimana?"

"Aneh karena kau berteman denganku," jawab Eksel.

"Tak ada yang aneh Eksel. Mereka yang aneh. Bukan aku, ataupun kamu." Eksel hanya menganggukan kepalanya.

"Sudahlah, tak usah kau pikirkan. Ini hidup kita, bukan mereka," jelas Raya.

"Ray..." Eksel menarik lembut seragam Raya. Raya melihat kearah Eksel

"Cowok disana dan temannya melihat kearah kita terus, Aku takut," kata Eksel dengan ketakutan.

Raya yang melihat Eksel ketakutan mengarahkan pandangannya kearah yang ditunjuk Eksel.

Disana ada dua cowok yang melihat kearah mereka dengan dahi berkerut tanda kebingungan. Bahkan sampai Raya melihat kearah mereka pun yang dilihati tak merasa.

Mendapatkan ide, Raya mengeluarkan Handphone nya dari dalam saku. Dengan gerakan santai ia mengabadikan kedua cowok aneh itu.

Cekrek.

Mendengar suara jepretan kamera kedua cowok tersebut-- Reno dan Dimas-- langsung tersadar. Mereka berdua terkaget karena sang objek yang sedari tadi mereka amati menyadari keberadaannya dan yang lebih parah bahkan memotret mereka berdua.

Menegakan badan cepat, mereka menyusul kepergian Rama. Dengan cara yang sama. "SETAN!" teriak Reno dan Dimas berbarengan.

*****

"Assalamualaikum," salam Raya ketika sudah sampai di rumah.

Tak ada balasan dari dalam, yang menandakan bahwa rumah dalam keadaan sepi.

"Pasti ayah sedang menjemput adek sekolah," kata Raya pada Eksel disebelahnya.

"Iya, kita naik saja keatas. Aku sudah lelah," ajak Eksel.

Mereka berdua menaiki tangga dengan tenang, hingga sampai didepan pintu kamar bertuliskan 'Raya', mereka memasuki kamar tersebut.

Kamar dengan nuansa pastel itu sungguh cantik, meskipun tak banyak hiasan yang ada didalamnya namun sungguh sangat terlihat nyaman.

Kamar dengan nuansa pastel itu sungguh cantik, meskipun tak banyak hiasan yang ada didalamnya namun sungguh sangat terlihat nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raya memang bukan seseorang yang ribet, Justru dia sangat sederhana. Gadis bersurai lurus itu langsung menjatuhkan dirinya diatas kasur kesayangannya. Tak lama Eksel pun ikut menyusul Raya.

"Hari ini sungguh melelahkan," kata Raya dengan suara tertahan karena ia dalam posisi tengkurap.

"Terkadang aku iri padamu Sel." Raya membalikan badannya.

Eksel yang mendengar itu menoleh kebingungan, "Iri bagaimana? Jelas-jelas lebih enak bila menjadi dirimu."

"Kamu bisa menjalani kehidupanmu dengan normal. Tidak sepertiku, banyak orang yang menganggapku adalah hal yang tabu. Banyak juga yang menganggapku hal yang menyeramkan," kata Eksel lesu

Pikiran Raya menerawang, bagaimana kalau seandainya ia berada dalam posisi Eksel.

"Raya..." panggilan itu membuatnya beranjak dari posisi nyaman. Turun kebawah dengan setengah hati, Raya menyahuti, "Ya."

Setelah sampai pada anak tangga terakhir, Raya mencari keberadaan Ayahnya.

"Ayah dimana?" panggil Raya

"Di dapur," jawab Ayah Raya

Setelah mendapat jawaban, Raya segera berjalan menuju dapur. Rumah dengan nuansa klasik itu terlihat sangat lenggang disiang hari.

Ketika melihat sang Ayah, Raya menghampirinya.
"Ada apa Yah?"

Ayah Raya menoleh, menyandarkan tubuhnya disamping lemari pendingin. Meskipun sudah berumur hampir kepala empat, tetapi Ayah Raya masih terlihat sangat rupawan.

"Ayah lusa ada dinas di Kuala Lumpur, jadi daripada kamu sendirian di rumah, lebih baik kamu ikut ke rumah ibumu," kata Ayah Raya dengan menyesap kopi ditangannya.

Sedangkan Raya hanya diam mendengarkan. "Jadi, mulailah berkemas. Besok ayah akan mengantarmu."

"Bagaimana dengan adek yah?" tanya Raya.

Ayah yang mendengar itu mengangkat alisnya sebelah mata dari balik cangkir. "Adek ikut ayah tentu saja," jawab Ayah santai

Raya menghelakan napas pelan. Selalu begitu.

"Memangnya berapa lama? Bagaimana dengan sekolah adek?" tanya Raya lagi dengan mengambil cemilan di toples.

Membuka lemari Ayah Raya menjawab, "Sekitar setengah tahun," jawabnya. "tapi liburan nanti pasti kesini. Sekolah adek akan ayah pindahkan kesana." lanjutnya.

"Baiklah," putus Raya, memangnya apalagi yang harus ia lakukan selain menurut? Meskipun itu tak adil?

**********

Entah ini nyambung apa gak. Jelas apa gak, yang penting saya legah~

Jangan lupa Vomment say^^

'Kia

RAMA & RAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang