07

5K 242 16
                                    

Ify memilih web yang menarik perhatiannya. Ify membaca isi web dalam keheningan. Entah apa yang membuat seringainya semakin membesar, ia menyalin semua isi dan meletakkan salinannya dalam lembar kerja. Ia menutup laptopnya dan pergi tidur dengan tenang.

***

Bel pulang sekolah berbunyi tegas. Panjatan doa di lantunkan. Guru keluar dengan gagahnya dan semua murid berdesakkan keluar dari kelasnya. Terlihat di antara semua murid yang berdesakkan dan kini mulai mereda yang kini hanya menyisakan Ify, Rio, Sivia dan Alvin keluar dengan angkuh.

“Gue sama siapa?” Tanya Ify. Semua menoleh, seakan tatapan mereka memberi tahu 'Tentu saja yang mengantar lo ke sekolah kemarin.'

Ify mengangguk dan mereka meneruskan perjalanan mereka menelusuri kolidor yang mulai sepi. Ify mengamati pemandangan di sekitar sekolah, terutama pemandangan di lab IPA yang menarik perhatiannya.

“Ify. Lo, L-A-M-A.” Cibir Sivia sembari berkaca pinggang di ambang kolidor. Ify rasa Rio dan Alvin sudah pergi terlebih dahulu.

Ify berlari menghampiri Sivia, dan tepat di hadapannya ada anak gadis yang masih menggunakan seragam yang ia tak kenal berlari di hadapannya. Sontak Ify berhenti mendadak dan membiarkannya pergi terlebih dahulu. Ify memperhatikan larian kecilnya dan menuju jalur di sebelahnya.

“Ify, lo ngapain lagi?”

“Tadi ada anak yang lewat. Masa lo gak liat.” Ify melanjutkan langkahnya ke arah Sivia, sembari memutar bola matanya.

“Eh, kayaknya lo harus pake kaca mata. Tadi itu gak ada siapa-siapa.”

“Hah?”

Ify terdiam dalam keheningan dalam dirinya. Barusan, dengan jelas, ia melihat ada anak gadis yang melintas di hadapannya. Tapi, Sivia tak melihatnya? Mungkin ini hanya salah satu gurauannya yang ia lontarkan. Dan jika ini bukan gurauan... Seharusnya Sivia membeli kaca mata di umur mudanya.

“Geh, gerak cepat! Kalau gini, bensin gue abis.” Sorak Rio yang telah menyalakan mesin motornya beberapa waktu lalu. Ify tak mengira bahwa Rio sangatlah perhitungan.

“Iya.” Ify berteriak dan menoleh ke arah Sivia tadi. Namun Sivia tak ada tempatnya terpaku, Ify mencarinya dan menemukannya di jok motor Alvin yang siap mereka tumpangi. Aku terkekeh kecil dan berlari ke arah Rio.

Ify menaiki motor Rio dan tanpa membuang waktu ia menancapkan gas. Sesuatu mengganjal perasaannya. Apakah ada yang ia lupakan? Ify mencoba mengingatnya. Tapi ia rasa semua terbawa olehnya, baik materi permainan, izin pulang telat ke orang tuanya dan anggota--

“Debo!!” Teriak Ify. Ify baru mengingatnya, bahwa Debo telah bergabung di Timnya.

Rio melirik kaca spionnya, “Nanti dia dateng sendiri.”

Ify melihat kaca spion. Dan mendengar ucapan Rio khawatirannya berkurang. Mungkin ia bisa saja bohong, tapi mungkin saja tidak.

Motor Rio berhenti. Rumah yang menurut Ify lumayan besar ini tempat Rio menghentikan laju motornya tepat di depannya. Seseorang yang Ify tebak itu adalah satpam membukakan gerbang untuk kami dan kami memasukinya.

Sekilas Ify mencium bau hangit. Mungkin itu hanya indra penciumannya yang kini sedang error. Mereka juga tak merespons apa pun atas bau yang Ify cium, mungkin memang Ify saja yang mengada-ada.

“Udah sampai Fy, lo masih mau bersemadi di situ?” Cibir Rio yang mulai jengkel dengan Ify.

Ify berdecak. Rio selalu begini. Ify menuruni motor Rio dan menghampiri Sivia dan Alvin yang telah bersiap untuk memasuki rumah Rio yang megah. Rio menyusul Ify menghampiri mereka dan mulai memasuki rumahnya.

Mereka di persilahkan masuk dan di giring ke ruang tamu oleh Rio dengan santainya. Ify kira ini akan jadi rumah hangat yang seperti di film keluarga, tapi ini melenceng jauh. Rumah ini sangatlah sepi dan canggung, hanya ada beberapa pegawai yang baru Ify lihat dan orang tua Rio tak menunjukkan batang hidungnya.

Rio mempersilahkan mereka duduk di sofa empuknya, sementara ia pergi ke dapur untuk mengambil sesaji untuk tamunya.

Ify mengeluarkan materi, dan begitu pula Alvin dan Sivia pun telah mengeluarkannya. Semua mungkin puas dengan permainan mereka akan tentukan.

Suara bel pintu berbunyi, Ify tau siapa yang sedang menekan bel itu, bila tak salah Rio yang bilang Debo akan menyusul. Pintu terbuka, satpam yang membuka pintu itu mempersilahkan Debo masuk. Debo masuk dan pintu telah kembali di tutup oleh satpam.

“Debo! Sini!” Ucap Sivia.

Debo menghampiri mereka dengan tergesa-gesa. Terlihat jelas air keringat mengucur di dahinya dan Rio datang di waktu yang tepat. Rio datang menghampiri mereka dan mulai meletakkan Snack dan jus yang di bagikan satu per satu.

“Oke... Ini permainan pilihan gue!” Ify mengangkat lembar kertasnya yang lekas di ambil oleh Sivia, mungkin Sivia penasaran dengan apa permainan yang di inginkan Ify.

Sivia menyeringai, “Yap! Materi permainan gue sama kayak Ify!” Sivia juga mengangkat lembaran kertas yang ia miliki.

“Eh... Liat.” Alvin mengambil lembaran kertas dari tangan Sivia. Alvin mengerutkan alisnya ketika membacanya, “Ouija?”

“Ha'ah.” Ucap Ify dan Sivia bersamaan sembari mengangguk.

“Meningan jalangkung!” Bantah Alvin yang tampak setuju dengan permainannya, ini agak sedikit mengganggu Ify ketika Alvin mengucapkan 'jalangkung' dengan lantangnya.

“Biarin! Biar ke bule-bule'an!” Ucap polos Sivia. Sivia dan Alvin beradu tatap dengan sengitnya.

“Debo, lo apa?” Tanya Rio yang di susul dengan tatapan penasaran Ify yang berbinar.

“Ah, sa-saya lupa bawa.” Jawab Debo dengan ragunya.

Ify berdecak, “Saya? Jangan terlalu formal. Ini bukan pelajaran bahasa Indonesia, kok,” jeda, “gak papa kali gak bawa, santai ajah.” Imbuh Ify.

Kini pandangan Ify sepenuhnya pada Rio. Rio tau arti tatapan penasaran itu, ia memberikan lembar materinya pada Ify yang menanti. Ify menerimanya dengan semangat.

“Ouija!” Teriak Ify yang membuat pertarungan tatap menatap Sivia dan Alvin kandas karenanya. Kini Sivia menatap penuh kemenangan pada Alvin.

“Oke, gue kalah.” Gumam Alvin yang terdengar jelas di telinga Sivia.

“Ya udah, malem ini kita main Ouija!” Ujar Sivia dengan semangat 45 andalannya.

“Tapi, siapa yang punya papan?” Tanya Ify yang nampak bingung.

“Debo ada,” Rio menunjuk Debo dengan enteng dan terlihat Debo tersentak saat Rio menunjuknya.

“Y-ya. Saya ada.” Ujar Debo.

Ify kini lelah mengingatkan tak usah menggunakan kata formal. Ify kini merenung sebentar, papan yang tergolong langka, mahal dan kekuatan magis yang cukup besar di miliki oleh seorang Debo? Kenapa Debo mempunyai benda seperti itu? Dan kenapa Rio bisa tau?

“Kok Rio tau? Ada hubungan apa kalian?” Tanya Ify yang mengundang rasa penasaran Sivia dan Alvin yang mulai serius mendengar percakapan mereka.

Rio memandang Debo dengan malas, Debo mengangguk mengerti. Debo menarik napas panjang,

School In AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang