[36] - Ucapkan salam pada bunglon

1K 83 10
                                    

Setelah Alvin mengucapkan kalimat yang membuat Ify dan Shilla cukup tertekan hingga tak ada dialog berakar berlanjut, mereka memilih diam. Sivia yang pada saat itu sedikit gelisah dan kebetulan Ify melihatnya, sedikit penasaran dengan perilaku Sivia yang mulai menyilangkan kedua kakinya.

"Lo kenapa?" tanya Ify memastikan dalam keheningan.

"Gu-gue .... " kalimatnya tertahan, "kebelet pipis." suara Sivia mengecil.

"Kenapa lo gak bilang?" nada di akhir kata sedikit dinaikkan. Ify kira ada apa, dari tadi dia ternyata menahan buang air kecil.

"Ih! Lo ngerti gak, sih? Ini bukan kelas yang bisa minta izin dan pergi sesukanya. Lagi pula nggak pas banget abis ngomongin kabar buruk minta izin buat buang ... air kecil. Dan, ada Alvin cowok! Lo bisa bayangin gak kalau gue tiba-tiba bilang begitu ketika ada cowok di samping gue. Lalu gak ada sejarahnya cewek ke toilet sendiri, apa lagi pas malem-malem, gue aja jarang ke toilet sekolah pas siang-siang."

"Oke, intinya lo minta dianterin. Sini sama gue aja." Shilla meraih pergelangan Sivia. Namun Sivia menjauhkan lengannya dari pergelangan Shilla dan membuatnya menatap heran.

"Gak mau. Gue gak mau sama lo. Lo anak baru, dan belum pernah ke toilet. Ini udah di ujung, nanti kalau sama lo keburu ngalir."

"Ih, Sivia. Gue merinding denger lo bicara ceplas-ceplos. Cepet pergi sama Ify aja sono." ujar Alvin sembari mengelus bulu kuduk di tengkuk lehernya. Alvin rasa, semenit yang lalu dia di anggap cowok, namun menit ini mungkin beda lagi.

Sivia menggigit bibirnya, tak tahan. Dia cepat-cepat berjalan anggun bagai putri sinden, meninggalkan Ify yang masih memperhatikan Alvin bergidik. Ify langsung bergegas menghampiri Sivia ketika sadar bahwa Sivia telah meninggalkannya. Alvin dan Shilla melihatnya hingga hilang di sudut mata mereka.

Alvin membisik ke telinga Shilla yang masih memperhatikan jalur yang Sivia dan Alvin lewati. "Hey, gue nemu satu teka-teki lagi."

Shilla langsung menoleh kepadanya dan Alvin tersenyum ramah melihat reaksinya.

***

Sivia membuka pintu toilet, lampu toilet tak di hiraukan untuk menyala, dia langsung saja berlari dan memasuki ke salah satu bilik yang pasti kosong.

Beberapa detik setelahnya, ketika Sivia telah selesai membuang air kecil dan hendak membuka pintu bilik, namun lampu tiba-tiba menyala dan membuat Sivia mengurungkan niatnya untuk membuka pintu bilik. Suara gemercik air pun terdengar, lalu berhenti. Disusul suara langkah kaki mendekat ke biliknya, Sivia mundur perlahan tanpa suara mendekatiWC duduk di sana, terlihat di kolong bilik kaki pucat telanjang yang berhenti dan berputar ke arah biliknya, mengarah pada bilik di mana Sivia berada.

Sivia memperhatikannya dengan sesama dan membuka pintu biliknya. Tak ada siapa pun di depan biliknya. Sivia menengok ke kanan, kosong, lalu ke kiri kosong. Dia menghela napas dan melihat lurus, cermin menampakkan seorang gadis dengan pakaian seragam sekolahnya ditubuhnya yang berkulit pucat, rambut panjang tergerai di hadapan wajah hingga Sivia tak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tapi senyumnya yang lebar, sangat-sangat lebar sampai pipi gadis itu sobek di sana. Sivia menoleh ke belakang, kosong. Ketika melihat lagi ke depan, wajahnya gadis itu kini di hadapannya, matanya terlihat sangat bundar, sangat ganjil, kelopak mata gadis itu tak ada di tempat seharusnya.

Sivia menjerit. Pundaknya tertepuk. Sivia tersentak.

"Hey, kenapa?" tanya hangat seorang gadis. Sivia langsung menoleh ke belakang, Ify dengan heran menatapnya. Sivia langsung mendekap tubuh Ify.

School In AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang