05

5.7K 261 4
                                    

***

Malam tiba, tepatnya hampir tengah malam Ify menunggu dari kamarnya yang terletak di lantai dua rumahnya di pinggir jendela yang di temani secangkir kopi. Ify menyeruput kopi itu dan menatap keluar jendela menunggu Rio datang menjemputnya.

Ify telah berkemas rapih, semua barang yang mereka butuhkan telah ia masukkan ke dalam tas ranselnya.

Secercah cahaya berhenti di depan rumahnya yang berasal dari motor ninjanya yang Ify pikir terlalu berlebihan untuk anak SMA kelas 2, Rio membuka helmnya dan melambaikan kecil ke arah kamar Ify.

Ify turun dengan semangat dan tentunya hati-hati, melewati tangga yang kokoh dan membuka pintu rumahnya yang sering mengeluarkan bunyi yang tajam. Ify melambai ke arah Rio yang di sambut dengan Rio memakai helm dan menyalakan mesin.

Ify menaiki motor dan mereka berangkat dengan jalan yang gelap nan sepi menuju sekolah mereka. Tak ada yang memulai berbicara satu sama lain sampai mereka berdua sudah sampai di depan sekolah.

"Hai." Ify bersapa ria dengan Alvin dan Sivia yang sedang mengutak ngatik sesuatu di depan gerbang sekolah.

"Hai to." Sivia membalas sapaan Ify tanpa menatapnya yang membuat Ify mengerutkan dahinya.

Ify turun dari motor Rio yang belum terparkir sempurna dan datang menghampiri mereka yang nampak sibuk dengan urusannya sendiri.

"Kalian ngapain sih?" Ify menggeser bahu kedua temannya.

Ify melihat rantai yang dililit kokoh di gerbang dan gembok sebagai pemanis yang terkunci rapat. Ify membulatkan matanya, bagaimana bisa ini berakhir seperti ini?

"Ah... Ayolah." Keluh Ify.

"Ada apa sih?" Tanya Rio yang datang menghampiri mereka.

"Gerbangnya ke gembok." Keluh Alvin sembari melihatkan gembok yang terkunci rapat.

Rio menyapu mereka dan mengutak ngatik gemboknya. Mereka nanpak sebal dengan kekasaran yang di buat Rio. Semua kini menatap Rio yang sibuk dengan gembok yang terkunci, mereka ingin lihat apakah Rio bisa membukanya.

Rio berhenti mengutak-ngeatik dan berbalik dengan gembok yang sudah terpisah dengan rantai yang terlilit di gerbang.

"Kok bisa?!" Semua bertanya serentak dengan irama tersendiri, mereka menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Rio tersenyum geli melihat muka mereka yang absrul melihat gemboknya telah terbuka. Ini bukan sesuatau yang luar biasa, tapi mereka semua menganggap yang di lakukan Rio seperti menghentikan waktu atupun terbang.

Rio tertawa kecil dan menunjukan kekuatan apa yang telah ia pakai untuk membuka gembok yang terkunci rapih.

"Kunci?!" Ucap mereka kembali serempak.

Rio mengangguk geli melihat mereka yang kembali terlihat kebingungan.

"Kemarin gue bikin kunci cadangan, gue minjem kunci gerbang dengan alasan disuruh bu Kartini, terus dengan mudahnya gue dikasih dan mengembalikannya tanpa masalah."

"Oke, oke. Ayok masuk, kalian ngomong hal yang gak penting." Sivia membuka lebar gerbang sekolahnya dengan penuh rasa bangga. "Mari kita selidiki!" Imbuhnya.

Ify memberikan senter pada Alvin dan Rio yang kini telah mencoba menyalakannya dan memberikan camcoder pada Sivia. Mereka masuki gerbang sekolahnya dan berjalan menuju kolidor sekolahnya yang nampak gelap.

Ify melangkahkan kakinya disamping Rio yang menyorotkan senternya ke arah jalur yang ingin mereka tempuh. Rasa asing ini menyelimuti mereka yang tak percaya bahwa ini sekolah yang mereka duduki bangku pendidikannya.

Sivia merekam tanpa henti dan mengawasi camcodernya tetap merekam. Ify membawa yang tak membawa sesuatu kini hanya melihat sekeliling yang nampak dimatanya hanya berwarna hitam kelam.

Alvin dan Rio berhenti yang membuat Ify dan Sivia menabrak tubuh mereka.

"Kemana nih?" Alvin memperhatikan kedua persimpangan yang terlihat gelap.

"Ke kelas yang kemarin gue denger suara kursi. Jadi ke arah... Kanan." Ucap Ify.

Mereka yang menggenggam senter saling memandang beberapa saat dan mengangguk setuju dan berjalan ke arah kanan. Sivia terus memperhatikan layar camcordernya.

"A-aneh, aneh, aneh." Sivia menghentikan langkahnya dan mulai bergantian menatap lorong dan layar camcoder yang ia pegang dan di akhiri dengan wajah yang tercengang.

Sivia menelan ludahnya matang-matang. Ini aneh. Sivia melihat ada anak perempuan di layar camcoder yang ia pegang, tapi ketika ia melihat ke lorong tak ada siapa-siapa di sana.

"Eh...," kini Sivia memusatkan pandangannya pada layar camcoder yang terus merekam.

Sivia memokuskan tatapannya yang ia anggap mulai kabur. Anak perempuan itu sepertinya bergerak tapi sangat lamban.

Tunggu, ia mulai bergerak agak cepat, tambah cepat dan kini ia bergerak cepat dan membuat layarnya terpenuhi dengan mukanya yang menyeramkan.

Sivia memekik dan melempar camcoder yang ia genggam secara bersamaan.

Semua tersentak mendengarnya dan datang menghampiri Sivia yang telah terduduk di lantai dengan camcoder yang terhempas jauh dari jangkauannya.

"Ada apa?!" Tanya Ify yang khawatir dengan Sivia yang mulai berteriak sekaras.

Alvin mencoba mengambil camcoder yang berjarak cukup jauh dari Sivia. Alvin menutup layarnya dan menghampiri Sivia.

"Eh, ga-gak apa-apa. Yu-yuk lanjut!" Sivia bangkit dari duduknya yang masih nampak syok.

"Mau gantian?" Tanya Alvin sembari menunjukkan camcoder ke Sivia.

Sivia melihat camcoder yang kini telah berpindah tangan ke Alvin, Sivia merebutnya secara paksa dari Alvin dan mulai merekam kembali.

"Gak makasih. Yuk lanjut." Sivia kembali membuka layarnya dan kini tak ada siapa-siapa di layar, lorongnya terlihat normal seakan tadi tak terjadi apa-apa.

Mereka kembali berjalan dengan Sivia yang mulai terlihat tenang.

Ify memijat pergelangan tangan kirinya yang mulai terasa pegal, padahal Ify tak membawa sesuatu tetapi tangannya terasa sulit digerakkan dan anggota tubuhnya bisa bergerak dengan baik terkecuali tangan kanannya.

"Kenapa Fy?" Tanya Rio yan nampak risih dengan Ify yang terus mengeluh dengan tangan kanannya.

"Pegal." Malas Ify yang kembali memijat pergelangan tangannya.

"Pegal?" Imbuh Sivia.

Ia tak sengaja menyorotkan camcodernya ke arah Ify, Ify mengangguk membalas pertanyaan Sivia. Sivia melirik layar camcodernya tanpa sengaja dan melihat sesuatu yang ganjil. Ada yang menggenggam pergelang tangan Ify dan itu sangat kuat. Dari layar camcodernya terlihat seberapa merah pergelangan tangan Ify akibatnya.

Sivia menyorot mengikuti telapak tangan yang menggenggamnya, dengan perlahan namun pasti dan lagi-lagi Sivia menjerit histeris dan melempar camcoder tersebut hingga terlempar jauh.

"Ah, ah. Pulang! Pulang! Buat saat ini cukup!" Sivia melerai air matanya yang mulai mengalir saking ketakutannya.

Prang!!!

Kaca jendela pecah tanpa sebab, membuat kulit wajah dan lengan sivia terluka, darah mengalir mengikuti arus.

Sivia teriak kesakitan. Semua menghampiri Sivia, Ify merobek roknya, Ify mengikat luka yang mengeluarkan darah tampa henti dengan sobekan kainnya. Alvin berlari ingin meraih camcodernya namun camcoder itu malah semakin jauh darinya dengan cepat, seperti ada yang menyeret benda itu dengan kecepatan kijang.

"Alvin!" Pekik Rio yang mulai geram, "bila Sivia tak segera di obati dia akan kehabisan darah dan kau tau artinya?! Maka. Jangan main-main!"

School In AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang