[18] Kembali ke sekolah

3.5K 208 30
                                    

Mungkin hari ini bukan hari yang baik, tapi pasti di salah satu sisinya pasti ada kebaikan. Hanya kata kalimat itu yang bisa mereka percaya untuk saat ini. Harapan hanya tinggal setetes, bahkan mungkin seperempat dari itu.

Kini Ify terdiam di depan rumah yang agak kumuh menurutnya. Cat-cat rumah itu mengelupas sedikit demi sedikit namun banyak, terlihat cat putih di setelah cat berwarna biru mengelupas. Tanaman rambat dapat di temui di salah satu sisinya. Kusen pintu sudah termakan rayap dan terlihat rapuh. Bukankah ... ini mirip rumah tak berpenghuni?

Hampir dia meragukan fakta bahwa ini tempat tinggal Sivia. Karena, ini jauh, sangat jauh dari ekspetasinya. Mungkin saja dia salah memberi alamatkan?

Pintu itu terbuka dengan suara decitannya. Ify tersentak, lalu, dengan hati-hati melirik ke arah pintu yang hanya sedikit terbuka. Tak ada siapa pun di ujung sana.

Rio menepuk pundak Ify dengan lembut. Ify menoleh ke arahnya. “Ada apa?”

“Cepet, panggil Sivianya.”

Ify mengangguk, dari tadi sebenarnya dia sangat ingin memanggil nama Sivia, tapi entah kenapa niatan itu hanya sampai di logikanya. Ify menarik napas dalam-dalam dan menghelanya dengan lembut.

“Sivia!”

Suara benda terjatuh di dalam rumah itu menandakan ada kehidupan di dalamnya. Pintu yang hanya terbuka sebagian itu terbuka sepenuhnya oleh Sivia yang mengucak matanya.

“Hai,” sapa Sivia sembari menguap. “Yuk masuk.”

Sepertinya dia baru bangun tidur. Ify tersenyum lega, lalu mengangkat dengan hati-hati pagar kayu ke bagian dalam agar mereka bisa masuk. Mereka berdua melepas alas kaki yang mereka pakai dan meninggalkannya di depan rumah Sivia, lalu masuk ke rumahnya.

Ify menyapu seluruh isi ruangan dengan pandangannya. Terdapat televisi yang tak terlalu besar, kompor gas kecil, kulkas kusam, beberapa laci dan hiasan yang sudah pudar warnanya.

“Ass—”

“Ah!” Sivia cepat-cepat memotong ucapannya.

Ify terdiam heran dengan mulut yang masih belum tertutup sepenuhnya, padahal dia hanya mau mengucap salam yang sesuai dengan syariat agamanya. Tapi sudalah, dia rasa Sivia hanya ingin menyampaikan sesuatu.

“Ahaha, ngomong-omong kalian mau apa datang ke rum— bukan, ke kontrakan gue?” imbuh Sivia.

“Gue tau cara kita agar bisa nutup gerbang antara dimensi.” ujar Ify dengan mantap, penuh keyakinan dan percaya diri.

Sivia tersentak. Ini terlalu mendadak dan lagi pula ada sesuatu yang Ify belum tau. Sivia menelan ludahnya dalam-dalam. Air keringatnya mulai keluar dengan bersamaan.

Ini hanya satu-satunya kesempatan, waktunya sudah tak banyak lagi bahkan kini kurang dari 36 jam lagi, semoga Sivia masih menyimpan benda itu. Tapi ini aneh, Ify yakin ketika membaca artikel itu waktunya 24 jam dan ini sudah berselang 1, 2, 3? Lebih dari 3 hari dia rasa dan mimpinya mengatakan waktunya tinggal 36 jam, sungguh aneh bukan?

“Bagaimana caranya?” tanya Sivia.

Ify berdeham pelan. “Kristal.”

Sivia terdiam dan Rio juga begitu, entah kenapa masih banyak yang terdiam ia rasa selain mereka. Selain itu ada yang kurang disini. Bertiga terlalu sepi, biasanya kami berlima dan sudah berkurang satu orang lalu Alvin juga tak kunjung bertemu.

School In AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang