[20] - Shilla Venes

2.3K 142 17
                                    

"Perkenalkan, nama gue Shilla Venes. Kalian bisa panggil gue Shilla, salam kenal!" jawabnya dengan ceria.

Shilla langsung menatap mereka dan tersenyum dengan cengiran lebarnya. Pak Sarip mempersilahkan dia duduk, dia kembali mengangguk dan dengan senang hati menggendong tasnya bersamaan dengan langkah kakinya yang menuju salah satu meja, dia meminta siswa berada di sana pindah ke tempat duduk lain karena dia ingin duduk di sana. Siswa itu menuruti perkataannya dan dia mendaratkan bokongnya di tempat itu. Tepatnya, kursi yang bersebelahan dengan meja Rio dan Ify.

"Hai!" sapanya kembali ceria kepada mereka, seolah dia sudah kenal lama dengan mereka.

Aneh memang. Dia tak terlihat gelisah, kaget, terkejut atau sebagainya dengan siswa sekolah ini yang layaknya mayat berjalan. Dia terlihat ... sudah terbiasa ... Bukan, dia terlihat memahami kondisi sekolah.

Mereka berempat hanya melirik, lalu memalingkan matanya dari dia dan acuh atas sapaan gadis itu. Mereka curiga dengan anak baru yang bernama "Shilla" ini. Shilla terkekeh geli melihat tingkah mereka yang dia anggap konyol itu. Mereka tetap fokus melihat white board yang sedang di tulisi oleh tinta spidol Pak Sarip. Shilla terkekeh hambar kali ini dan memutuskan juga memperhatikan white board.

Ify tak bisa mengerutkan keningnya, dia tidak bisa fokus! Shilla yang awalnya mulai serius dengan materi yang diajarkan Pak Sarip kembali mencari kesibukan yang tidak berfaedah! Dia memantulkan cahaya lewat kaca di jam tangannya kepada Ify. Ify sudah tak tahan, dia menoleh sekaligus menangkap basah Shilla. Shilla hanya terkekeh pelan dan mulai berpindah ke sasaran baru, Rio. Rio yang tak sampai lima detik, langsung menoleh geram. Dan lagi-lagi dia berganti sasaran, yaitu Alvin. Alvin tak bereaksi sama sekali. Shilla tak menyerah dan terus memantulkan cahaya ke titik rentan terhadap cahaya, tepatnya mata. Alvin berdecak dan menatap jengkel ke arahnya. Shilla terkekeh lagi dan berniat mengganti sasarannya lagi. Tapi Sivia melirik ke arahnya dengan tatapan hina yang mendalam. Shilla mengurungkan niatnya dan berpura-pura fokus kepelajaran.

Sialan! Umpat mereka berempat secara serentak dalam hati.

Bel berbunyi dan ini bertanda istirahat tiba. Mereka berempat dengan cara yang berbeda mengekspresikan kesenangannya dengan cara berbeda. Ada yang menghela napas sungguh teramat lega (Rio), ada juga yang malah memukul-mukul meja secara acak (Alvin) dan para cewek berteriak kegirangan. Mereka sudah menantikannya sendari tadi, waktu yang tepat untuk melabrak Shilla.

Shilla yang sedang mengemas barangnya tersentak ketika Alvin menggebrak mejanya.

"Maksud lo apa?" Sivia merebut dialog yang seharusnya Alvin ambil.

"Lo kok sok akrab sih? Dan Lihat orang-orang di kelas ini! Lo gak takut?" Rio menunjuk satu persatu orang yang ada di kelas yang sudah tak wajar.

"Hei, hei, jangan gitu dong ... Santai aja." Ify melerai dengan lengannya dan membuka sedikit untuk tubuhnya terlihat. "Jadi, kenapa lo buat ulah yang bikin naik darah?"

"Dan bener kata Rio, kenapa lo gak takut lihat temen sekelas lo yang baru kayak mayat idup?" Imbuh Ify.

Shilla merapikan sisi-sisi bukunya agar tersusun rapih, dengan bantuan alas permukaan meja. Dia berhenti melakukan itu dan membiarkan buku-bukunya yang sudah tertata tergeletak di atas meja. Shilla mengorek saku seragamnya dan mengambil lolipop yang berada di dalamnya, lalu membuka bungkus itu dan memasukkan lolipop itu ke dalam mulutnya. Dia menoleh yang di sertai senyuman miring.

"Perkenalkan, nama gue Shilla—"

"Gue udah tau!" pangkas Sivia geram, demi apa pun tingkah gadis itu membuatnya muak dan hampir saja tangan kanannya lepas kendali ingin menjambak rambut coklatnya.

Shilla menyeringai kecil. "Perkenalkan, nama gue Shilla Venes. Kalian bisa panggil—"

"Kita udah kenal! Jadi gak usah ulangin lagi!" Alvin kini yang mencacinya.

Ify menaruh jarinya di depan bibir. Alvin pasrah dengan keadaan yang mulai tak berpihak padanya. Ify yang sudah yakin bahwa teman-temannya akan diam beberapa saat, mengangguk dan Shilla menyeringai sedikit lebar, lalu membuka mulutnya lagi.

"Perkenalkan, nama gue Shilla Venes. Kalian bisa panggil gue Shilla, salam kenal!" Shilla menarik napas beberapa detik.

Satu ....

Dua ....

Tiga ....

"Dan gue saudarinya Debo."

Semua terdiam di tempat. Tak bisa bergerak sedikit pun dan bahkan napas mereka seakan akan telah terungut. Pasti dia bercanda, meskipun masuk akal saja kalau dia adalah saudarinya Debo, karena di lihat dari mana pun, meski secara fisik tak mirip, (mungkin karena saudari tak sekandung) dia tak panik dan membuktikan dia tahu dengan kondisi sekolah ini darinya.

Shilla terkekeh tak berarti sambil menaruh buku-buku yang tersusun itu ke dalam tas, sementara mereka terdiam dan saling menatap mencari jalur melanjutkan acara yang seharusnya membahagiakan ini. Tatapan mereka berujung pada Ify, Ify tersentak halus dan membalik pandangannya dengan ragu-ragu ke Shilla yang telah selesai memasukkan buku. Pandangan mereka bertemu.

"Te-terus, mau lo apa?"

Shilla kembali menyeringai dan menatap Ify yang sedang berbicara. Sivia, Alvin dan Rio kaget mendengar pertanyaan yang paling bodoh menurut mereka bertiga sepanjang tahun itu.

"Mau lo apa?" tanyanya sekali lagi, takut-takut Shilla tak mendengarnya.

Shilla berdeham, "Gue mau gabung ke kelompok lo yang menyelidiki sekolah ini."

Lagi-lagi mereka terdiam. Ini di luar kendali. Bila di terima pun nyawa Shilla juga bisa terancam seperti Debo dan sekali lagi, mereka belum percaya sepenuhnya dengan Shilla.

Canggung melanda, tak ada yang bergerak, kecuali Shilla dengan bebasnya. Atmosfer di sana seakan menahan kakinya tetap terpijak di tempat itu.

"Gu-gue laper! Yuk ke kantin!" sorak Sivia tiba-tiba, seakan membacakan mantra pelepas kutukan.

Sivia menarik lengan Alvin, Alvin yang tak bisa menjaga keseimbangannya berpegangan pada pudak Rio dan membuatnya ikut tertarik, Rio yang belum siap menggenggam tangan Ify dan Ify terbawa oleh arus mudik yang Sivia buat. Shilla yang merasa tak di anggap, mengikuti mereka dari belakang.

"Sivia, lo laper beneran?" bisik Rio dari jarak yang sedikit jauh. Alvin dan Ify mengangguk, ingin menanyakan hal yang sama. Mereka merapatkan barisannya, ingin mendengar jawaban dari Sivia.

"Gak, gue cuman pengen menghindar." balasnya yang sama-sama berbisik.

"Apa?" Shilla menyondongkan telinganya dari belakang Ify, dia tak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.

"Khaaay!" Ify mendorong Shilla karena kaget tiba-tiba saja bicara dan membuntuti.

Shilla terhuyung-huyung, dia tak sengaja memegang gagang pintu gudang dan membuatnya masuk ke dalam gudang tersebut. Bunyi tak karuan terdengar, mereka cepat-cepat menyusul Shilla. Shilla sudah terduduk kesakitan dengan kepala yang terus dia usap, sepertinya dia terbentur tembok gudang. Ify dengan rasa bersalah menghampirinya dan mengulurkan tangannya dengan cepat. Shilla menerima uluran tangannya, Ify berusaha menariknya bangkit. Tapi, laba-laba tiba-tiba saja turun dan membuat Shilla tersentak dan kembali terjungkal, dia dengan rangsangan yang cepat buru-buru memegang tempat lilin berkarat dan terlihat antik yang terpasang di dinding yang masih terdapat lilin setengah pakai. Tempat lilin itu berputar ke arah kanan dan sontak membuat mereka panik karena merusak aset sekolah.

Kriettt

Lantai, lantai kayu gudang di sebelah mereka itu terbuka horizontal sedikit ke bawah. Menunjukkan bahwa ada ruangan di bawahnya. Ruang bawah tanah sekolah?

School In AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang