Chapter 13 Perasaan Tidak Keruan

12.3K 935 13
                                    

"Gue mau berubah. Mau kurang-kurangin buat onar," ucap Darrel tiba-tiba.

Saat ini sedang jam istirahat, Darrel, Rafi, dan Kiki tengah duduk melingkar di dalam kelas.

Mendengar ucapan Darrel, Rafi dan Kiki sontak tersedak minuman yang baru saja mereka teguk. Keduanya sama-sama menatap Darrel dengan mata yang membesar.

"Demi apa gila?!" sahut Rafi heboh.

"Seriusan?!" seru Kiki sama hebohnya.

Darrel mendengus sebal. "Biasa aja, reaksinya nggak usah lebay gitu. Soalnya nih, ya, Elora tuh nggak suka sama cowok yang bandel. Kemarin-marin aja waktu gue coba-coba beli rokok, dia langsung ceramahin gue."

"Lo beli rokok?!" Kedua mata Rafi memelotot kaget.

"Rel? Yang bener aja? Seriusan lo beli rokok?" Kiki tampak tidak percaya.

Darrel mengangguk dua kali. "Iya, cuma beli, nggak ngerokok."

Rafi dan Kiki sama-sama manggut-manggut.

"Awas lo, ya, kalau ketahuan ngerokok," ancam Kiki.

"Awas lo!" Rafi menimpali dengan ketus.

"Tapi, kenapa lo tiba-tiba mau berubah jadi anak baik-baik? Bukannya biasanya lo itu banget, ya?" tanya Kiki heran.

"Pasti karena Elora. Lo mulai ada rasa, kan, sama dia?" tebak Rafi.

Perlahan, sudut bibir Darrel tertarik ke atas. Ia tersenyum lebar. "Iya. Karena gue pikir kalau kita udah suka sama satu orang itu, kita pasti mau berubah jadi orang yang lebih baik lagi. Nggak cuma ngomong di mulut aja, tapi harus ada usaha," jelas Darrel dengan mantap.

"Emang sejak kapan lo suka sama Elora? Dulu tuh, ya, seingat gue, kayaknya lo cuek-cuek aja tuh sama cewek. Kenapa sekarang—" Ucapan Rafi terhenti saat Darrel langsung menyelanya.

"Gue juga nggak tahu kenapa. Padahal waktu itu gue cuma mau buat dia ketakutan aja. Terus, sifat dia yang berbeda dari kebanyakkan cewek lainnya buat gue jadi semakin tertarik. Dia juga yang udah buat gue jadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Lo pada tahu, kan, hubungan gue sama papa dan adik gue gimana? Nah, Elora yang udah buat gue sadar. Jujur, selain sama lo pada, gue nggak pernah seterbuka ini soal masalah pribadi gue ke orang lain. Tapi, ada sesuatu dari dalam diri Elora yang buat gue benar-benar merasa nyaman waktu di dekat dia. Dan sekarang, gue rasa gue udah mulai bisa nerima papa gue lagi. Gue juga udah mulai mau nerima Galen. Perlahan, gue juga udah mulai ikhlas nerima bahwa papa dan mama udah pisah. Tapi, soal perasaan emang nggak ada yang bisa tebak, sih."

Rafi dan Kiki tampak terkesiap mendengar ucapan panjang lebar yang Darrel katakan barusan. Ternyata seorang Darrel bisa berbicara seperti itu juga.

"Berarti sejak munculnya Elora di hidup lo, dia benar-benar bawa pengaruh yang baik banget, ya?" gumam Kiki seraya manggut-manggut.

Darrel mengangguk setuju, tak lupa ia tersenyum lebar.

Lantas, Rafi langsung menjentikkan jarinya. "Gue tahu, lo pasti udah kena percikan api cintanya Elora," ucapnya melebih-lebihkan.

Mendengar itu, langsung saja Kiki menonjok bahunya. "Pemilihan kata lo terlalu berlebihan, Raf," cibirnya.

"Dih? Bahasa lo kenapa begitu amat dah?" tanya Darrel senewen.

"Kalau gitu, gue juga mau berubah deh. Mau jadi lebih rajin lagi." Rafi berucap sambil menegakkan badannya, menatap kedua sahabatnya itu dengan senyum lebar.

"Sumpah?" Darrel langsung melebarkan kedua matanya.

"Serius? Dulu lo mana pernah ada niatan mau berubah," sahut Kiki tidak percaya.

Good or Bad?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang