Chapter 23 Ternyata...

9.8K 796 25
                                    

Yeyyy! Update 2 kali hari ini. Jangan pada bosen, yaaa 😆

"Gue mau undang lo ke acara pertunangan gue nanti! Pokoknya lo harus datang, ya." Rafa terkekeh pelan.

"Hmm... datang nggak, ya?" Elora tampak memasang pose berpikir, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagu sembari kedua matanya melirik Rafa dengan jahil.

"Ayolah," bujuk Rafa.

"Oke, tapi ada satu syarat." Elora menyeringai.

Seringaian yang Elora tampilkan membuat perasaan Rafa menjadi tidak enak. "Apa?" tanya Rafa sangsi.

"Traktir gue sepuasnya."

"Dasar perut karet," cibir Rafa.

"Bodo amat dah." Elora memutar bola matanya, kemudian mereka berdua tertawa geli.

***

Saat ini, Elora tengah berada di rumah Rafa. Rumah lelaki itu berada di kawasan yang cukup elit, nuansa rumahnya berwarna cokelat muda. Sebelum mereka kembali melanjutkan berjalan-jalan, Rafa ingin mengambil sesuatu dulu di rumahnya.

"Bentar, ya," ucap Rafa, kemudian lelaki itu menghilang dari pandangan Elora saat dirinya berada di anak tangga kesepuluh.

Setelah mengangguk pada Rafa, Elora berjalan santai mengelilingi rumah Rafa yang cukup besar ini. Lalu, kedua bola matanya menangkap sesuatu yang membuatnya ingin melihatnya lebih dekat. Dengan perasaan bercampur aduk, diambilnya foto yang terletak di samping TV itu. Matanya meneliti wajah perempuan yang berada di samping Rafa pada foto itu. Perempuan yang Elora kenal.

Pikiran Elora mulai berkecamuk, dia kembali mengingat kejadian pada siang hari yang hujan itu. Kedua kakinya mulai lemas, rasanya seperti sebentar lagi dirinya akan tumbang karena kedua kakinya tidak lagi mampu menahan bobot tubuhnya. Keringat dingin mulai bercucuran ke dahi dan pipi Elora, buru-buru Elora membasuh keringatnya itu dengan punggung tangan kanannya. Dari tadi, tatapan Elora tidak lepas dari wajah perempuan itu.

"Lo kenapa?" tanya Rafa sembari meletakkan beberapa lembar kertas di atas sofa, lalu dengan langkah cepat ia menghampiri Elora.

Elora menggeleng lemah seraya meletakkan foto itu kembali ke samping TV, kemudian Rafa memapah Elora menuju sofa sebelum akhirnya dia pergi ke dapur untuk mengambilkan Elora satu gelas air hangat supaya perempuan itu bisa lebih tenang.

"Oke, sekarang cerita ke gue kenapa lo kayak gitu tadi waktu lihat foto itu," tegas Rafa, kini raut wajahnya berubah menjadi serius.

Dengan perasaan takut dan cemas, tanpa disadari saat ini Elora tengah menggigit bibir bawahnya. Elora mempererat genggamannya terhadap sweternya. "Dia siapa?" tanya Elora, terlihat ragu-ragu.

"Dia tunangan gue, kenapa?"

Mendengar jawaban dari Rafa, itu semakin membuat Elora tidak berani untuk membuka mulut atau bercerita apapun mengenai Clara. Ya, orang yang Elora lihat di foto tadi itu adalah Clara. Benar saja, apa yang Elora takutkan terjadi. Dari foto itu saja, Elora sudah bisa menebak kalau mereka mempunyai hubungan yang khusus karena gaya foto mereka yang terlihat dekat.

"Nggak papa," Elora berusaha untuk tetap tersenyum. "Kaget aja lo bisa punya tunangan secantik itu," lanjutnya.

Kini, Rafa tengah menatap Elora dengan curiga. "Lo nggak bisa bohong sama gue, Ra. Dari mata lo aja, gue tahu kalau lo itu lagi bohong."

Skak mat.

Perkataan Rafa barusan berhasil membuat Elora terdiam seribu bahasa. Ia yang tadinya menyunggingkan sebuah senyum, kini senyum itu hilang dan tergantikan dengan raut wajah gugup.

"Kan gue udah bilang sejak pertama kali kita ketemu, anggap aja kita udah kenal lama. Nggak usah sungkan sama gue. Lagian, gue juga udah anggap lo sebagai sahabat gue kok," ucap Rafa, berusaha meyakinkan Elora.

Walaupun perkataan yang diucapkan oleh Rafa barusan membuat hati Elora sedikit lebih lega, tapi tetap saja dia tidak bisa menceritakan masalah Clara yang memperlakukannya seperti itu pada Rafa. Apalagi, sebentar lagi mereka akan tunangan. Tidak, Elora tidak boleh egois.

"Seriusan, gue belum pernah lihat orang secantik dia." Lagi-lagi Elora tersenyum.

"Ra, kalau lo nggak bilang yang sejujurnya sekarang, gue bakal benar-benar marah." Dalam sepersekian detik, sorot mata Rafa berubah menjadi tajam, dia terlihat lebih seram dari sebelum-sebelumnya.

"Oke, gue cerita, tapi lo jangan marah, ya, sama dia?"

"Gue nggak janji, karena gue harus dengar cerita lo dulu," jawab Rafa.

Menit selanjutnya, Elora mulai menceritakan semuanya dari awal. Bagaimana hubungan Clara dengan Darrel dulu, sampai akhirnya masalah Clara yang menguncinya di toilet.

Setelah selesai mendengar cerita dari Elora, kedua tangan Rafa tampak terkepal erat. "Gue nggak nyangka dia bisa berbuat kayak gitu. Sebenarnya, pertunangan kita ini karena permintaan papa gue, jadi gue berusaha juga untuk suka sama dia. Dan di saat gue udah mulai ada perasaan sama dia, dia malah berbuat hal yang nggak seharusnya dia lakuin." Rafa menggelengkan kepalanya berkali-kali, tangannya memijat pangkal hidungnya.

Elora tampak gelisah. "Ini yang gue takutin, Raf, lo jadi kayak gini."

"Tapi, justru gue harus berterima kasih sama lo. Karena gue jadi punya alasan untuk menjauh dan batalin pertunangan gue sama dia. Lagian, gue juga tahu kalau Clara nggak pernah punya perasaan yang sama kayak gue. Gue juga nggak mungkin paksa dia buat tunangan sama gue," jelas Rafa.

Elora hanya bisa mengangguk mendengar penjelasan Rafa. Setelah itu, keduanya lantas pergi ke tempat yang tadi mereka sudah sepakati dan berjalan-jalan di sana. Mengingat besok Elora sudah balik ke Jakarta, itu semakin membuat dirinya gelisah dan takut untuk bertemu dengan Darrel lagi.

"Oh iya, gue ingat waktu itu gue pernah lihat Clara lagi teleponan sama satu orang. Kalau gue nggak salah dengar, dia bilang dia mau mastiin tawaran kerja samanya sama yang namanya Ali. Tapi, gue nggak tahu kerja sama apa. Gue ada nanya ke dia, tapi dia bilang nggak ada apa-apa," ucap Rafa, sesaat setelah dirinya mengingat kejadian itu yang berlangsung belum lama ini.

Mendengar itu, kedua bola mata Elora langsung terbelalak kaget, tidak menyangka bahwa ternyata selama ini Ali dan Clara bersekongkol. Elora yakin bahwa kerja sama itu dilakukan untuk menjauhkan dirinya dengan Darrel. Pantas saja waktu itu Ali tiba-tiba kembali mendekatinya. Pikir Elora begitu. Berarti dia salah karena sudah pergi meninggalkan Darrel begitu saja. Besok, dia harus memberitahu Darrel semuanya agar tidak terjadi kesalahpahaman, ya harus.

5 November 2016

Good or Bad?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang