Chapter 21 Menghilang Begitu Saja

3K 249 0
                                    

Dalam hati Elora tidak berhenti mengumpat kesal atas kejadian yang menimpanya kemarin. Jadi, sekarang Elora tahu bahwa dia tidak lagi penting bagi Darrel. Atau memang tidak penting dari dulu? Walaupun kemarin dirinya sudah habis-habisan meluapkan emosinya dengan memakan lima bungkus cokelat, tetapi dirinya masih tetapi merasa kesal. Panas yang ada di hati dan telinganya itu tidak kunjung hilang.

Sejak kejadian kemarin, Elora jadi kehilangan mood untuk ngapa-ngapain. Biasanya, saat Elora baru saja masuk ke dalam kelas, dirinya akan selalu langsung mengajak Ririn ngobrol, tapi hari ini tidak. Dia lebih memilih untuk menenangkan pikirannya di pagi hari sambil menopang dagunya dengan tangan kanan.

Ririn tahu Elora sedang dalam mood yang tidak baik, jadi dia juga tidak mau mengganggu sahabatnya itu. Kadang kala, setiap orang memang butuh waktu sendiri.

Sekarang, giliran Alilah yang akan melaksanakan rencananya. Rencananya gampang saja, Ali hanya akan menghibur dan mulai mendekati Elora lagi di saat perempuan itu sedang dalam masa-masa seperti ini. Bukankah semua orang memang butuh hiburan jika mereka sedang mengalami masa seperti ini?

Tiba-tiba, kedua mata Elora menangkap sesuatu yang berada di laci mejanya. Ada satu bungkus cokelat dan satu kertas kecil bertuliskan 'cheer up (:'. Kedua alis mata Elora bertaut bingung, cokelat ini sudah seperti dari pengagum rahasianya saja.

Tapi, tunggu dulu. Memangnya ada yang mengagumi Elora di sekolah ini? Keberadaannya saja tidak begitu diperhatikan, cuma karena waktu itu ia berpacaran dengan Ali saja dan tiba-tiba Darrel mengakuinya sebagai pacar, barulah namanya mulai menonjol di sekolah.

"Ini cokelat siapa, sih?" Tiba-tiba Elora berteriak, membuat semua murid yang saat ini berada di dalam kelas menoleh ke arahnya. Tapi yang anehnya, mereka semua malah menggelengkan kepala.

Karena tidak ada yang merasa mempunyai cokelat itu dan kebetulan cokelat itu berada di laci mejanya, pada akhirnya Elora memutuskan untuk memakan cokelat itu sendiri. Seketika beban di kepalanya seolah-olah langsung hilang. Dari dulu, memakan cokelat memang selalu bisa membuat suasana hati Elora menjadi lebih tenang. Jadi, setiap kali Elora sedang dalam masalah atau suasana hatinya sedang buruk, dirinya pasti akan selalu memakan cokelat.

"Mau ke kantin nggak, Ra?" Ririn berjalan mendekati Elora, lalu bertanya pada Elora yang sedang meremas bungkus cokelatnya yang sudah habis.

Elora menoleh pada Ririn saat mendengar pertanyaan dari perempuan itu, kemudian ia menggeleng pelan, senyum tipis terbit di bibirnya. "Nggak deh, gue lagi nggak pengin makan. Eh, tapi lo mau ditemenin, nggak? Kalau mau, ayo." Elora sudah bersiap untuk bangkit berdiri, tapi Ririn malah langsung menahan bahunya, menyuruhnya untuk kembali duduk.

"Nggak usah, gue bisa sendiri kok. Mendingan lo di kelas aja, tenangin pikiran lo, oke? Entar gue beliin cokelat deh, dahhh!" Tanpa menunggu respons dari Elora, Ririn langsung pergi meninggalkannya.

Mungkin, dalam hal memberi saran, Ririn memang bukan ahlinya. Tapi, dia tahu bagaimana caranya untuk membuat beban yang ada di pikiran Elora tidak semakin berat. Setiap kali Elora sedang dalam masalah, Ririn selalu tidak memaksa Elora untuk bercerita padanya. Dia hanya akan menunggu, memberikan Elora ruang dan waktu, supaya Elora bisa menenangkan dirinya dan pikirannya terlebih dahulu. Setelah Elora merasa sudah siap untuk bercerita, barulah Ririn akan mendengarkannya dengan sabar dan penuh perhatian. Terkadang, Ririn juga hanya akan memberikan Elora cokelat terlebih dahulu.

"Hai, udah agak lega belum habis makan cokelat?" Entah dari mana Ali datang dan langsung duduk di kursi yang ada di depan Elora.

Kedua mata Elora yang semula terpejam, kini langsung terbuka dan ia terbelalak kaget saat melihat Ali yang saat ini sedang duduk di hadapannya. "Cokelat itu dari lo?" tanya Elora kaget sekaligus bingung, Ali hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Dih? Udah kayak pengagum rahasia aja." Elora menegakkan posisi duduknya, kedua tangannya memainkan pensil yang ada di atas meja.

Sejak kejadian tempo hari, sejujurnya Elora berpikir bahwa tidak apa bila dirinya tetap berteman seperti biasa dengan Ali. Asal dia tidak mengungkit soal balikan lagi.

Setelah selama beberapa detik keheningan menyelimuti mereka, sampai akhirnya keduanya saling tatap dan mereka tertawa.

Elora tidak sadar kalau dari tadi ada satu orang yang sedang menatapnya dengan intens. Darrel, lelaki itu sedang mengintip Elora dari balik jendela kelasnya yang sedikit terbuka. Dia tersenyum pahit melihat Elora yang bisa tertawa lepas lagi, tapi bukan dengan dirinya. Malah dengan Ali yang notabene-nya mantannya. Apa Ali ingin mengambil kesempatan ini untuk balikan dengan Elora? Darrel tidak akan mungkin membiarkan itu semua terjadi.

Dirinya ingin mencegah atau sekadar memperingati Elora supaya perempuan itu tidak terlalu dekat dengan Ali, supaya perempuan itu tidak jatuh ke dalam lubang yang sama lagi. Tetapi, mengingat Elora tidak mau meladeni Darrel lagi sejak kemarin Darrel membentaknya, pada akhirnya dia tidak jadi mencegah Elora. Melainkan hanya menghela napas pasrah dan melangkah pergi menjauh dari kelas Elora. Tapi, sebelumnya Darrel ada mendengar sedikit percakapan diantara mereka.

"Ngomong-ngomong, nanti mau pulang bareng, nggak? Gue masih ingat lo selalu bilang pengin ke pertunjukkan sulap, kan? Ayo, nanti pulang sekolah kita sama-sama lihat pertunjukkan sulapnya. Gue yakin lo pasti suka dan bakalan senang banget," ajak Ali antusias.

Tanpa Ali duga, tanpa berpikir panjang, Elora langsung mengangguk setuju. Ia langsung tersenyum lebar. Dan Elora pikir, mungkin dirinya memang harus pergi keluar dan menenangkan pikirannya. Lagi pula, tidak apa bila dirinya dan Ali tetap berteman seperti biasa, kan?

***

Sekarang tujuan utama Darrel hanya satu, yaitu pergi mencari Elora. Sudah dua hari sejak Darrel melihat Elora dan Ali menjadi dekat kembali. Sejak kejadian tempo hari, Darrel sudah tidak bertemu dengan Elora lagi. Jujur, Darrel sudah tidak tahan tidak berbicara pada perempuan itu. Sekarang, Darrel jadi tahu bagaimana perasaan Elora waktu itu, di mana Darrel bersikap sok dingin padanya.

Kini, Darrel sudah berada di ambang pintu kelas Elora. Dirinya mengedarkan pandangan ke sekeliling, tapi anehnya Darrel sama sekali tidak melihat sosok Elora, tapi dia melihat Ririn, sahabat perempuan itu.

"Ririn!" panggil Darrel seraya masuk ke dalam kelas dan menghampiri meja perempuan itu.

"Apa?" tanya Ririn dengan menampilkan raut wajah datarnya.

"Lo tahu nggak Elora ke mana? Udah dua hari ini gue nggak lihat dia." Darrel celingak-celinguk, lalu tatapannya tertuju pada tempat duduk Elora yang ternyata kosong.

"Elora izin dari kemarin," jawab Ririn singkat.

"Ke mana?"

"Gue juga nggak tahu, dia kayak hilang gitu aja. Tiba-tiba lagi," lanjut Ririn.

Darrel mengacak-ngacak rambutnya. Sebenarnya, Elora pergi ke mana? Kenapa dia menghilang begitu saja? Darrel masih menebak-nebak, kira-kira apa alasan di balik perempuan itu izin tidak masuk sekolah? Darrel benar-benar panik dan khawatir.

"Ya udah, makasih, ya. Kabarin gue kalau ada kabar tentang dia." Ririn hanya mengangguk singkat, lalu Darrel melangkah pergi keluar kelas.

Good or Bad?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang