18

1.7K 145 22
                                    

Maple pov

Aku dan Liam sedang dalam perjalanan, menuju sebuah gereja. Hari ini, adalah hari gladi resik untuk pernikahanku besok lusa. Terlalu cepat memang, tapi aku juga tidak tau kenapa. Yang pasti, ayah dan ibuku serta kedua orangtua Luke yang merencanakannya.

Selama perjalanan, aku hanya diam. Tidak ada sepatah katapun, yang aku ucapkan pada Liam. Aneh memang, karna biasanya aku akan mengobrol. Tapi, hari ini aku merasa sedang tidak mood, entah kenapa. Aku merasa sedikit unmood, karna acara pernikahanku nanti.

"Hey, kenapa kau diam saja?" Ujar Liam, membuat aku menoleh kearahnya kemudian menggeleng,

"Tidak apa apa, kak. Hanya sedang tidak ada yang mau kubicarakan saja." Jawabku.

"Hmm.. tidak biasanya adikku seperti ini? Ada apa denganmu? Apakah ada sesuatu?" Aku kembali menggeleng, meskipun dalam hatiku mengangguk dengan semangat.

"Tidak ada kak, I'm fine."

"Apakah kau nyaman, dengan pernikahanmu ini?" Pertanyaan Liam, seketika membuat aku terkejut. Kenapa ia tiba tiba bertanya begitu?

"M-maksud kakak?"

"Oh, ayolah.. aku tau caramu berbohong, Maple." Aku terdiam, tidak membalas ucapan Liam.

"Hmm.. sebenarnya sih bukan tidak nyaman kak, hanya saja... ini terlalu cepat." Ujarku terus terang,

"Sebenarnya aku juga setuju akan ucapanmu, tapi ini semua keputusan mom dan dad. Aku juga tidak bisa membantahnya.."

Aku tidak membalas, melainkan hanya mengangguk lemah.

"Hmm.. kak, sebenarnya aku ingin bertanya sesuatu.."

Liam mengangguk,
"Kalau begitu tanyakan saja, adikku sayang.."

Aku menghela nafas, berusaha menyampaikannya.

"Apakah menurut kakak, Luke adalah pria yang pantas untukku? I mean, apa menurutmu, ia yang terbaik?"

Liam tidak menjawab, tiba tiba ia menghentikan mobilnya.

"Katakan, apakah ada sesuatu tentang Luke yang kau curigai?" Aku tidak bisa menjawab, aku terlalu takut untuk jujur.

"Tak apa, katakan saja, aku tidak akan marah." Lanjut Liam.

"Hmm.. sebenarnya ada. Aku merasa, bukan hanya ada aku di hatinya.." aku menundukkan kepalaku, tidak berani menatap Liam.

"Maple, tatap aku." Ucapan Liam, membuat aku mendongak pelan pelan. Aku melihatnya, sedang menatap mataku lekat lekat.

"Saat itu, aku sudah bilang padamu Maple, ia pria brengsek. Tapi kau, malah memaafkannya." Ujar Liam.

"Itu karna aku tidak tau, kalau ia akan melamarku." Balasku jujur.

Liam menatapku, dengan tatapan lemahnya.

"Aku tidak tau bagaimana caranya membantumu kali ini, Maple. Mom dan dad tidak akan membatalkan acara pernikahanmu, bagaimanapun juga." Ujarnya lemah,

Aku hanya bisa menghela nafas pasrah, dan tersenyum lemah.

"Tidak apa apa, Liam. Aku mengerti. Lagipula, mungkin ia memang sudah berubah. Hanya aku yang belum melihat perubahannya saja." Ujarku.

Tiba tiba Liam memelukku, membuatku terkejut.

"Aku benar benar minta maaf, Maple. Aku berjanji akan terus menjagamu." Ujar Liam, didalam pelukan kami.

"Ini bukan salahmu, Liam. Aku mengerti. Terimakasih Liam." Balasku.

Liam melepas pelukan, kemudian kembali pada kemudi. Ia mengemudikan mobil ini menuju ke gereja.

-----------------------------
Harry pov

Aku dan Ed baru saja sampai di gereja, dan langsung menuju ke tempat karyawan.

"Hey! Kalian berdua, kemarilah!" Ujar suster Margrita, kepala pengurus gereja ini.

"Ada apa, suster?" Tanyaku ramah,

"Cepat bersihkan bagian dalam gereja, sebentar lagi akan ada keluarga istimewa, yang akan melaksanakan gladi resik pernikahan anak mereka! Ingat, kalian harus selesai membersihkan gereja, sebelum mereka datang. Dan kalian, tidak diperbolehkan masuk kembali ke dalam gereja itu!"

Suster Margrita berbicara panjang, lebar, dan cepat. Beruntung sekali pendengaranku tajam, berbeda dengan Ed yang justru memasang tampang melongo.

"Any question?"

Ed mengangkat tangannya,

"No question!" Sambung suster Margrita. Setelah itu, ia pergi meninggalkan aku dan Ed. Aku menoleh, menatap ed yang masih melongo dan melihat aku.

"What did she just said?" Ujar Ed dengan wajah tidak bersalahnya. Aku berusaha menahan tawaku,

"Nanti aku akan kasih tau. Sekarang ikut aku, let's go! We have a work to do!" Balasku, dan langsung menarik Ed.

Moments later...

Ah, akhirnya pekerjaanku dan Ed selesai! Sekarang, aku bisa beristirahat dulu, dan merileks kan kedua kakiku yang pegal sedari tadi.

------------------------------
Maple pov

Aku dan Liam sudah sampai di halaman parkir gereja. Kami segera masuk kedalam gereja didepan kami. Begitu masuk, mata ku disuguhi pemandangan indah. Bangunan gereja ini sangat indah, begitu pula interiornya, yang terkesan elegant. Tidak kusangka, aku akan menikah di gereja ini.

"Maple, ayo kita kedepan. Kita lihat lihat dulu, sambil menunggu Luke dan yang lain datang." Aku mengangguk, menyetujui kata kata Liam. Ia pun menggandeng tanganku, dan mengajakku berdoa terlebih dahulu.

Setelah berdoa, aku dan Liam melanjutkan dengan berkeliling di gedung gereja yang luas ini. Ketenangan langsung menerpaku, saat aku melihat bangunan gereja ini secara keseluruhan. Salib, lukisan Yesus Kristus, dan patung patung Yesus membuat aku tersenyum.

-------------------------------

Aku baru ingin berjalan keluar gereja, namun tidak jadi karna Luke dan kedua orangtua kami datang. Akupun mengurungkan niatku.

"Maple!" Ujar mom Liz, momnya Luke. Ia langsung memelukku, yang langsung kubalas juga. Setelah berkata demikian, mom Liz segera berlalu pergi.

"You look so perfect, princess!" Ujar Luke, yang kini berada didepanku.

"Well.. thanks. Kau juga tampan." Ujarku.

Kami mengobrol sebentar, sambil membicarakan persiapan lain seperti pakaian pengantin, dan bunga. Ternyata, mom dan mom Liz sudah menyiapkan semua itu.

Wow, benar benar niat

Menjelang siang, akhirnya gladi resik siap dilakukan. Tapi, sebelum gladi resik berlangsung, aku terlebih dulu merasa ingin buang air kecil. Aku mengetahui informasi, bahwa toilet terletak di luar gereja, huh! Aku benci harus jalan jauh. Mau tidak mau, aku langsung pergi menuju ke toilet itu.

Sudah 10 menit aku berjalan, tapi tidak juga menemukan letak toilet itu. Aku jadi semakin malas, terlebih rasa ingin buang air ku semakin menjadi.

Mataku melihat sebuah ruangan, dari yang kubaca, didepan ruangan itu tertulis 'ruang karyawan'. Akhirnya, aku memutuskan untuk bertanya saja pada karyawan disana.

Aku melihat kedalam, dan mendapati seorang pria sedang tertidur. Akupun memanggilnya,

"Hmm.. excuse me!" Ujarku cukup keras. Aku tidak mau terlalu berusaha untuk membangunkannya. Pria itu bangun, dan aku bisa melihat rambutnya yang berwarna merah, berkulit putih, dan mengenakan pakaian karyawan gereja.

"Where's the toilet?" Tanyaku,

"Oh, berjalanlah kedepan, dan berbeloklah ke kiri." Jawab pemuda itu. Aku mengangguk, dan mengucapkan terimakasih. Akupun berjalan kedepan, dan menuju ke toilet.

Setelah dari toilet, aku hendak kembali ke gedung gereja, tapi..

"Maple..?"
------------------------------------

Stockholm Syndrome [ H.S ] [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang