14

1.8K 148 10
                                    

Maple pov

Aku terbangun dari mimpi indah yang panjang. Di mimpi itu, aku melihat ayah dan ibu kandungku. Aku menceritakan semua yang kualami sejak mereka tidak ada, juga bercerita tentang Harry. Mereka sangat senang mengetahui aku bahagia.

Namun, saat aku ingin meminta untuk ikut mereka, keduanya tidak mengizinkan. Mereka bilang, masih ada banyak hal yang aku harus lakukan di hidupku ini, dan mereka tidak mau aku 'pulang' begitu cepat.

Menyesuaikan pandangan, aku memandang sekitarku. Aku berada dirumah sakit. Tapi, siapa yang membawaku kesini? Apakah itu Harry? Apa Harry kembali untukku? Lalu kurasakan nafas seseorang di tanganku. Aku menoleh, dan mendapati seorang yang sebulan ini tidak pernah kutemui. Liam. Dia disini.

"L-Liam.." ucapku terbata, karna aku belum bisa menyesuaikan suaraku.

Liam tersadar, dan mengerjapkan matanya berkali kali. Saat ia melihatku, ia begitu terkejut,

"Maple, apakah benar inikah dirimu?"

"Iya Liam, ini aku." Aku lalu membawa tangan Liam, untuk menyentuh wajahku.

"See? It's me." Ujarku dengan senyuman.

"O my God!" Liam langsung memelukku, ia menangis dipelukanku.

"Hey, kak, jangan menangis. Aku masih disini."

"Ku pikir aku tidak akan melihatmu lagi.." ujar Liam, masih menangis di pelukanku.

"Tapi sekarang aku melihatmu kak, dan kau juga melihatku." Liam melepas pelukannya, dan menatapku penuh sayang,

"Tunggu sebentar, aku akan memanggilkan dokter!" Dan dengan itu, Liam melenggang pergi.

Aku tersenyum melihatnya, Liam sangat sayang padaku. Lalu aku teringat seseorang lain, Harry. Dimana dia sekarang? Bagaimana keadaan nya, aku benar benar merindukan pria itu.

--------------------------

Dokter telah selesai memeriksaku, dan ia mengatakan kondisi tubuhku belum stabil sepenuhnya. Aku masih harus beristirahat di rumah sakit ini. Dokter itu keluar dengan peralatannya, meninggalkan Liam dan aku di kamar rumah sakit ini.

"Hmm.. Liam?" Ucapanku membuat Liam menoleh,

"Ya? Kenapa, apa ada sesuatu yang kau butuhkan?" Liam sangat manis, dia begitu perhatian.

"Tidak ada, terimakasih. Aku hanya ingin bertanya." Ujarku.

"Oh, kalau begitu tanyakan."

Aku terdiam, apakah aku harus menanyakan ini?

"Hmm.. dimana ayah dan ibu?" Pertanyaan itu lolos dari mulutku. Tapi tidak, bukan itu pertanyaan utamanya.

"Oh, mereka dirumah. Semenjak kau koma kemarin, mereka selalu datang kemari. Mungkin, mereka akan kemari lagi nanti." Aku mengangguk mendengar ucapan Liam.

"Hmm.. Liam..?"

"Ya, ada hal lain?"

"Bagaimana dengan Luke?"

Liam terdiam mendengar ucapanku. Ekspresinya berubah, dari tersenyum, kini mencoba berfikir.

"Liam, aku sudah tau apa yang Luke lakukan." Ucapanku membuat Liam menoleh,

"Jadi, kau sudah menonton berita itu?" Aku mengangguk sebagai jawaban.

"Aku memaafkannya, Liam."

Liam kini menatapku dengan tatapan terkejut,

"Aku memaklumi kelakuannya itu, karna ku fikir ia sudah berusaha keras menemukanku. Mungkin, ia merasa sedikit bosan, sehingga melakukannya." Aku mencoba untuk tersenyum, menutupi apa yang sebenarnya kurasakan.

"Tapi, Maple, Luke adalah pria brengsek.."

"Aku tau, Liam. Tapi, semua manusia punya kesalahan. Kita tidak bisa membenci seseorang, hanya karna satu kesalahan besarnya. Sedangkan kita, mungkin kita memiliki kesalahan kesalahan kecil, yang bila digabungkan, akan menjadi kesalahan besar juga, Liam."

Liam menatap mataku, seakan ia mengerti apa yang kurasakan. Ia pun kembali memelukku.

"Kau adalah gadis berhati besar, Maple. Aku sangat bangga mempunyai adik sepertimu." Aku tersenyum mendengar ucapan Liam.

"Terimakasih Liam, aku juga sangat bangga mempunyai kakak sepertimu."

---------------------------
2 months later..

Harry pov

Menyenderkan tubuhku di tembok, aku sangat bosan. Sedari tadi, tidak ada pekerjaan yang bisa kukerjakan. Sekarang aku bekerja sebagai seorang tukang bersih bersih, di sebuah gereja. Ya, hitung hitung, aku bisa berbuat baik di gereja ini. Bekerja disini, aku memakai nama Edward, yang adalah nama tengahku. Aku belum berani memakai nama Harry, takut kasus penculikan Maple terungkap. Gayaku pun kini berbeda, rambutku yang tadinya keriting panjang, kini sudah ku pangkas jadi pendek.

Memang agak sayang sih, rambut panjangku yang sejak dulu kupelihara. Terlebih, Maple juga menyukai rambut panjangku, dan memintaku untuk tidak memotongnya.

Maple, ah, bagaimana keadaan nya sekarang ya? Aku amat merindukannya. Ia masih tetap menjadi pemilik hatiku, rasa ini belum hilang sebenarnya.

"Hey, Ed! Bisa tolong aku sebentar?" Ah, itu suara Ed Sheeran, salah satu temanku disini.

"Wassup, Ed?" Aku berdiri, lalu berjalan menghampirinya,

"Tolong bantu aku sapu tempat ini hingga belakang. Sejak tadi, daun daun terus berserakan, aku jadi kesal." Ed menggaruk kepalanya, yang kuyakin tidak gatal.

Aku terkekeh, "Astaga Ed, baiklah, aku akan membantumu." Kamipun akhirnya menyapu bersama.

---------------------------

Author pov

Liam sedang asyik bercanda bersama Maple, sambil menyuapi adiknya itu dengan satu porsi bubur kentang. Maple sudah pulang sejak beberapa hari lalu, dan Liam berjanji untuk lebih menjaganya lagi.

"Makan lagi, adikku sayang.." ujar Liam, sambil kembali menyuapkan bubur kentang ke mulut Maple.

"Thanks, my lovely brother!" Maple lalu maju, untuk mencium pipi Liam. Mereka pun tertawa bersama.

"Wah.. asyik sekali.. bolehkah aku ikut?" Luke datang, dan melihat kedua kakak beradik itu sedang bermanja ria.

"Kau tau kalimat 'you can't sit with us', Luke?" Liam menaikkan alisnya, dan menatap Luke.

"Astaga, kau kejam sekali, Liam!" Luke berakting, seolah olah ia sakit hati.

Maple yang melihat itu pun tertawa. Ia senang, karna kakak dan kekasihnya sudah berhubungan baik kembali.

"Aku bercanda Luke, duduklah dekat Maple. Aku akan pergi ke dapur dulu."

Luke mengangguk, dan mengikuti ucapan Liam.

"Hai.." sapa Luke pada Maple,

"Hai juga.."

"Bagaimana keadaanmu, princess?" Luke merangkul Maple, dan menempatkan kepala gadis itu di pundaknya.

"Aku tidak pernah merasa lebih baik, Luke. Kak Liam benar benar menjagaku dengan baik."

"Syukurlah, aku senang mendengarnya." Maple tertawa kecil, dan Luke mencium pipinya.

"Kau tau, aku senang melihat perkembanganmu. Tubuhmu sudah kembali ke ukuran normal, dan tidak kurus seperti saat aku dan Liam menemukanmu di tempat terkutuk itu."

Maple terdiam mendengar ucapan Luke. Tempat tekutuk yang Luke maksud, itu adalah frat Harry. Tempat Maple ditahan dulu. "Luke, sudahlah. Aku tidak mau mengingat saat itu lagi." Ujar Maple, sambil menggenggam tangan Luke.

"Baiklah, intinya aku senang melihatmu sekarang." Maple tersenyum mendengar ucapan Luke.

Meskipun sebenarnya, ia masih mengingat Harry. Pria itu masih tercetak jelas di pikirannya. Entah dimana Harry sekarang, Maple sudah tidak pernah mendengar tentangnya lagi.

---------------------------

Stockholm Syndrome [ H.S ] [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang