Suara langkah kakinya berdentam pelan, berirama dan terlihat ringan. Perlahan kecepatan kakinya meningkat diikuti kestabilan stamina yang ia miliki, tak terlihat lelah, bahkan semakin semangat dan terus berlari. Tabung oksigen menemaninya dengan selang oksigen yang tersalurkan ke mulut dan hidungnya. Beberapa kabel pendeteksi detak jantung menempel pada badan atletisnya, yang tak berbalutkan kain, melainkan berbalutkan keringatnya. Memperlihatkan kesan erotis namun menawan.
Disampingnya terlihat asistennya yang selalu menemaninya ketika tengah berlatih. Termasuk seorang dokter yang sekalian mempelajari juga mengamati perkembangannya. Air keringat terus mengalir, sama sepertinya, asistennya juga tanpa henti bolak balik padanya untuk menyeka keringat di wajahnya. Hingga satu jam sudah berlalu, perlahan turun dari alat treadmill. asistennya langsung menghampirinya. menyeka keringatnya dan memberinya minuman."Eottae?" tanyanya kepada sang dokter yang terlihat tengah serius mengamati layar laptop miliknya.
"Sejauh ini perkembanganmu masih stabil. Hari ke hari kau terus mengalami perubahan. Kurasa jika kau terus melakukan latihan seperti ini, pada saat pertandingan itu tiba aku sangat yakin, kau pasti akan menempati juara satu." jelas sang dokter menepuk dada tegapnya dengan bangga. "keundae, bisakah untuk tidak menghubungiku di waktu piketku? Kau selalu berlaku seenakmu." nada bicara si dokter berubah manja. Untuk dokter berkacamata sepertinya, dokter berwajah tampan sepertinya, tentu akan sangat imut jika melihatnya berlaku imut seperti itu.
"Aku akan membayarmu lebih banyak dari rumah sakit itu." jawabnya tak menghiraukan wajah imut itu. "aku harus pergi sekarang. Berikan tasku." ujarnya ke asistennya. "ah, jangan ikuti aku." melangkah pergi menuju kamar ganti.
"Yak.." panggil si dokter merasa diacuhkan. "yak Sehun-a.." panggilnya lagi dengan manja. "aish, kapan dia akan berubah?" gumamnya mengamati kepergian pria yang bernama Sehun itu. "hanya Sora yang dapat meluluhkan hatinya." tersenyum entah mengapa.
"Majjayo, Sora adalah segalanya untuknya." sahut asisten yang berbadan gempal itu. "uisa-nim, apa kau akan pergi sekarang? Aku harus bersiap-siap untuk mengikutinya." jawab asisten berbadan gempal itu.
"Ne, aku harus segera kembali ke rumah sakit. Ah Shindong-ssi, bukankah tadinya dia mengatakan untuk tidak mengikutinya?" tanya si dokter yang sebenarnya merupakan teman akrab Sehun.
"Aku tidak bisa melepaskan pandanganku darinya, jika aku tidak mengikutinya, aku akan sangat mengkhawatirkannya." jawab Shindong yang mendadak merasa sedih.
"Gwenchanayo.. kesehatannya sudah membaik. Otot kakinya juga sudah mengalami banyak perkembangan." mengelus pundak Shindong memberi semangat. "memangnya dia akan kemana? bukankah jadwalnya bekerja masih lama?"
"Sekarang jamnya Sora pulang sekolah. Kurasa dia hendak menjemput anak itu." mengangkat panggilan di ponselnya sejenak dan kembali menghadap si dokter. "aku baru saja mendapat panggilan dari salah satu anak buahku. Sepertinya dia sudah akan pergi. Aku permisi dulu. Ah, aku akan menghubungimu jika dia akan berlatih lagi. Geurom, sampai jumpa lagi." melangkah buru-buru keluar dari ruang gym.
"Paling tidak aku bisa sedikit tenang. Kau beruntung memiliki asisten sepertinya." batin si dokter. Juga hendak beranjak, si dokter segera membereskan barang-barangnya. Melipat kaca matanya lalu memasukkan kedalam saku jas putihnya. Ia sudah siap melangkah pergi.
--
Mengendarai mobilnya yang juga berwarna putih. Sekilas si dokter terlihat berbeda, kini sedikit lebih macho. Menyetir dengan santai dan tetap fokus pada keadaan disekitar mobilnya. Sore itu kota Seoul terlihat sangat ramai. Kendaraan terlihat berbaris di setiap lampu merah. Kebetulan pada saat itu merupakan jam pulangnya bekerja. pantas saja jika banyak kendaraan yang terlihat. Menunggu lama ketika terjebak lampu merah, tapi dokter itu tetap terlihat santai. Menyalakan radio mobilnya, menikmati alunan musik hingga mobilnya kembali meluncur pelan. Trrrrt! Ponselnya berdering. Menyambungkan ke mobilnya lalu menerima panggilan itu.