Bagian 2

180 9 0
                                    

PT. Cahaya Anugerah adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi barang. Perusahaan ini memproduksi berbagai macam alat-alat tulis. Perusahaan ini berdiri sejak awal tahun 2000-an. Pernah mengalamai kebangkrutan pada tahun 2008 karena pendiri sekaligus pimpinan perusahaan ini tutup usia. Tapi sejak dua tahun yang lalu perusahaan ini kembali bangkit bersaing dengan perusahaan lain di bawah pimpinan putra dari si pendiri sendiri.

Perusahaan ini terletak di wilayah pinggiran kota Surabaya bagian selatan. Kurang lebih empat kilometer dari kantor tempat Ratih bekerja dulu sebelum menjadi staf TU. Hari-hari kemarin memang membuat pikiran Ratih kacau balau, bahkan saat mengetahui kalau perusahaan yang akan dia datangi nama depannya terdiri dari delapan huruf yang selalu mengingatkan pada masa lalunya. Tapi mulai hari ini dia akan membuktikan bahwa dia bisa bangkit kembali menjadi Ratih yang ceria dan selalu tersenyum. Dia tidak akan lagi terpuruk hanya karena dihantui oleh masa lalunya. Dia yakin dia akan berhasil meyakinkan kalau proposal dari jurusan yang akan diajukannya akan segera diterima.

"Permisi mbak, saya mau bertemu Bapak em...ba-pak...pimpinan perusahaan ini." Ratih memang payah karena lupa tidak tanya ke Bu Hera siapa nama bapak yang memimpin perusahaan ini, dia juga sampai lupa untuk membuat janji. Bisa saja dia memilih untuk bicara jujur apa adanya, tapi pastinya proposal yang dia bawa belum tentu sampai di tempat tujuan, apalagi diterima. Dia tidak mau kesempatan emas yang diberikan Bu Hera ini terbuang sia-sia, apalagi sampai dipecat sebelum dia mendapat gaji yang pertama.

"Apa, mbak? Janji? I-iya, saya sudah buat janji sama bapaknya." Memang dasar tidak punya bakat untuk berbohong, Ratih  jadi kena getahnya. Dia harus rela menunggu karena pimpinan perusahaan sedang mengadakan rapat yang belum tau kapan selesainya.

"Hallo bro..., ah enggak, habis ada rapat. Minggu depan? Aku usahain ya. Ah.. lo bisa aja, ya enggak lah. Boro-boro bisa kenalan, bisa ketemu lagi saja sudah untung ..." sambil asyik berbincang di telefon dengan teman lama, pimpinan perusahaan juga mengisyaratkan pada sekretarisnya untuk menyuruh tamunya masuk ke ruangan. Beruntung Ratih cuma menunggu satu jam. Dia ga bisa bayangin akan tertidur kebosanan, karena sifat buruknya yang bisa tidur di sembarang tempat. "Masuk..." jawab pimpinan perusahaan ketika mendengar suara ketukan pintu yang masih asyik telfonan dengan posisi duduk menghadap ke belakang.

"Bapak muallaf, ya?" Ratih berbicara keceplosan setelah melihat di tangan kiri pimpinan perusahaan memegang sebuah buku besampul hijau yang berjudul 'Tuntunan Sholat'. Pimpinan perusahaan langsung menoleh. Karena menyadari kesalahan ucapannya, Ratih langsung meminta maaf dengan menunduk. Takut orang yang berada di depannya akan marah-marah kepadanya. "Saya minta maaf, Pak. Saya tidak bermaksud untuk ikut campur. Bisa saja kan buku itu bapak belikan untuk anak bapak. Sekali lagi saya minta maaf pak, saya memang orangnya sok tau dan suka ceplas-ceplos."

"Ra-tih...," awalnya pimpinan perusahaan ingin meminta tamu untuk mengulangi pertanyaannya, tapi dia tiba-tiba terkejut setelah melihat siapa wanita yang sekarang duduk di depannya. Telfon ke temannya langsung dimatikan, tidak ada yang bisa diucapkannya kecuali memanggil namanya. Tapi keterkejutannya berubah menjadi senyuman ketika mendengar tamunya minta maaf dengan nada bicara seperti kereta api. Ratih langsung mengangkat kepalanya dan berhadapan langsung dengan pimpinan perusahaan. Melihat Ratih bingung, pimpinan perusahaan menambahkan, "Saya tau nama anda dari nametag yang menempel di seragam anda."

Awalnya Ratih memang terkejut karena orang yang di depannya bisa tau namanya, tapi dia semakin terkejut ketika mendapati bahwa pimpinan perusahaan yang berada di hadapannya ternyata masih muda, cakep, dan mempunyai lesung pipi yang sungguh menawan. Menyadari keheningan beberapa saat yang melingkupi ruangan, Ratih langsung mengatakan apa maksud dari kedatangannya kesini. "Em.., maaf Pak. Saya kesini mau mengajukan proposal yang dibuat oleh jurusan di kampus tempat saya bekerja. Jurusan kami ingin bekerja sama dengan perusahaan bapak." Awalnya Ratih bisa berbicara dengan lancar. Tapi karena gugup, dia mulai lagi berbicara ceplas-ceplos sambil menundukkan kepala. "Saya mohon Bapak bisa mempertimbangkan proposal ini. Ini satu-satunya kesempatan terakhir saya untuk bisa bertahan di tempat saya bekerja.  Saya..." Ratih tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

Relativitas Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang