Bagian 18

67 3 0
                                    

"Pak Ershand Bu, kenapa dia belum juga membalas sms Ratih? Dia tidak biasanya seperti ini. Ratih jadi khawatir."

Bu Hera tersenyum lega. "Hmm,,, kamu kangen ya? Ya udah, bentar lagi kan istirahat jam makan siang, kamu coba langsung hubungi dia saja. Dia pasti sekarang masih ada keperluan penting sehingga belum bisa membalas sms kamu."

Ada secercah harapan yang terpancar di wajah Ratih, meski sedikit terbesit rasa kecewa karena Ershand lebih mementingkan pekerjaannya daripada dia. Ratih berfikir seperti itu bukan tanpa alasan. Karena biasanya tidak sampai semenit pasti Ershand sudah membalas pesannya atau malah langsung menelfon. Dan Ratih sudah terbiasa dengan hal itu.

Saat istrahat jam makan siang berlangsung, Ratih segera menekan tombol 2 yang langsung terhubung ke no yang akhir-akhir ini sudah terbiasa menghubunginya. Untuk kali ini dia berusaha meyakinkan dirinya untuk percaya kepada bu Hera kalau Ershand masih ada urusan lain yang lebih penting.

Beberapa hari kemudian,

"Bagaimana Ratih,  sudah ada kabar dari Pak Ershand?"

Ratih menggeleng pelan dan seakan pasrah. Bu Hera langsung menarik Ratih ke dalam pelukannya.

"Ratih takut,  bu." Ratih mulai terisak.  "Ratih takut ga bisa bertemu dengannya lagi." Ratih tidak bisa membendung air matanya lagi, dan dia semakin mendekap erat pelukan bu Hera yang sudah dia anggap sebagai ibunya ini.

"Hei, ga boleh ngomong gitu. Ibu yakin Pak Ershand itu orang yang baik, dia pasti punya alasan kalau memang dia berniat menghindari kamu."

"Tapi kenapa tiba-tiba bu? Padahal terakhir kami ngobrol, kami masih bercanda seperti biasanya."

"Sebenarnya bagaimana perasaan kamu ke Pak Ershand,  Ratih?"

"Ratih ga tau bu."

"Terus bagaimana pernyataan suka dari Pak Anugerah waktu itu? apa kamu sudah bisa memutuskannya? "

"Ratih juga ga tau bu, Ratih masih bingung. Tapi yang paling Ratih inginkan saat ini adalah bisa menemukan Pak Ershand dan meminta penjelasan darinya."

§§§

"Nak Anugerah sudah yakin dengan keputusan ini? Ini bukan karena Ratih kan?" tanya Pak Anwar yang duduk di tepi kasur Aga sambil memperhatikan Aga yang sedang memasukkan beberapa helai pakaian di kopernya.

Aga tersenyum sebelum menjawab, "Jelas bukan Pak, ini memang murni tugas dari kantor. Kalau kerjaannya selesai, Aga pasti kembali ke sini. Adik-adik di panti ini sudah seperti keluarga, jadi susah kalau harus pisah lama-lama dengan mereka."

Memang setelah Azka pindah dari panti untuk menetap dengan Tanti, Aga jadi sering menginap di panti. Dia sampai menaruh beberapa pakaian ganti di sini.

Alasan Aga memang tidak salah, tapi secara kebetulan saat dia butuh waktu untuk menunggu keputusan dari Ratih, dia mendapat tugas keluar negeri. Hal ini mungkin bisa membantunya untuk menenangkan diri.

"Assalamualaikum.."

Kedua mata Pak Anwar dan Aga langsung menuju ke arah datangnya suara yang sudah tidak asing lagi di telinga Aga. Tapi tetap membuat Aga terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba.

"Waalaikum salam, masuk nak Shandy." Jawab Pak Anwar membuyarkan lamunan Anugerah.

"Oh..Waalaikum salam bro. Lo ga bilang-bilang kalau mau kesini."

Sepertinya bukan hanya Aga yang terkejut, Ershand juga nampaknya terkejut ketika mendapati Aga sedang sibuk berkemas.

Butuh beberapa hari dan tekad yang penuh akhirnya Ershand memutuskan untuk kesini. Setelah hari dimana dia mengetahui semua kebenarannya, dia sudah memutuskan untuk menjauh dan menghindari Ratih. Meski pada awalnya usahanya belum sepenuhnya berhasil, karena keterbiasaannya dengan Ratih yang intens selama beberapa bulan ini. Apalagi dengan sikap Ratih yang malah berkebalikan dengan sikapnya untuk saling menjauh. Ershand tiba-tiba teringat akan kejadian beberapa hari .

Relativitas Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang