Bagian 12

64 6 0
                                    

"Kalau calon istri saya adalah kamu?"

Belum habis rasa terkejut Ratih kenapa tiba-tiba mobilnya menepi, malah ditambah pernyataan Ershand yang tidak pernah disangka sama sekali. Ratih terdiam, wajahnya memerah, jantungnya berdegup kencang, matanya membuka menutup untuk beberapa detik.

Keterkejutan Ratih merupakan pemandangan yang menarik untuk mata Ershand. Tapi Ratih berhasil mengalihkan kegugupannya. "Oh, ini undangan sahabat bapak yang pernah bapak ceritain waktu itu?" tutur Ratih yang akhirnya bisa menghembuskan nafasnya yang tertahan beberapa detik.

Ershand hanya bisa tersenyum manis menanggapi usaha Ratih untuk mengalihkan rasa malunya. Dan akhirnya dia memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya.
"Iya..., itu memang undangan darinya." Ershand terdiam sebentar, berfikir apakah sudah waktunya dia menceritakan kepada Ratih sebenarnya siapa sahabatnya itu.

Setelah beberapa menit, akhirnya sampai juga di depan kontrakan Ratih. Tapi Ershand masih tetap diam, sampai teguran Ratih mengejutkannya. "Eh Pak..Pak..., sudah nyampek."

Ciiiittt...

"Huh,,, maaf Ratih aku tadi kurang fokus."

"Bapak kenapa? Jangan nyetir sambil melamun, itu bahaya." Tutur Ratih sambil melepas sabuk pengamannya.

Ershand mengangguk dan tersenyum tipis tapi tetap bisa memperlihatkan lesung pipinya. "Ratih...," panggil Ershand saat Ratih hendak membuka pintu mobil.

"Iya, Pak." Ratih menoleh dan menunggu kenapa dia ditahan sebelum keluar.

"Makasih, sudah mau mengkhawatirkanku."

Wajah Ratih mulai memerah lagi, dia cuma bisa mengangguk gugup. "Yaudah Pak, saya keluar dulu. Bapak hati-hati di jalan."

Tiga langkah Ratih berjalan keluar dari mobil, Ershand memanggilnya lagi,

"Iya Pak,, ada apa lagi...?"

Tetap tersenyum Ershand menjawab, "Soal yang tadi..."

Belum selesai menjawab, Ratih langsung menyahut. "Oh..., iya Pak. Bapak ga usah khawatir, saya tau Bapak tadi cuma bercanda kan. Mana mungkin saya jadi calon istri bapak. Saya tau diri lah Pak."

Ershand semakin gemas dengan kebiasaan Ratih untuk menghilangkan rasa gugupnya. "Hmm...iya, aku memang bercanda untuk membicarakan masalah pernikahan di dalam mobil. Tapi, lain kali aku akan serius untuk membicarakannya di depan keluargamu dan orang tua angkatmu Ratih."

Ratih terkesiap, aliran darahnya seakan berhenti.

Ershand berlalu dengan santainya, tapi tetap mengawasi Ratih dari kaca spion mobilnya. Dia tidak bisa berhenti menyeringai saat melihat tingkah Ratih yang gugup, malu, dan loncat-loncat sendiri. Meski sebenarnya bukan hal ini yang akan dia bicarakan pada Ratih tadinya. Tapi kalau tau hal ini bisa membuat Ratih bertingkah seperti itu, dia akan melakukan hal ini sesering mungkin.

"Terima kasih ya Allah, sudah mempertemukan aku dengannya."

§§§

"Kenapa Ratih? Kisahku menyedihkan banget ya." tanya Ershand yang mendapati Ratih melamun beberapa saat setelah mendengarkan kisah masa lalunya.

Ratih tersenyum dan menggeleng pelan. "Sebenarnya saya punya kisah mirip seperti itu saat duduk di bangku SMA dulu."

"Benarkah?"tanya Ershand sedikit terkejut .

Ratih mengangguk. "Cuman bedanya cowok itu dan sahabatku tidak pernah tau kalau aku pernah menaruh perasaan padanya. Aku berusaha menyimpan rapat, meski rasanya dada ini seakan ga bisa bernafas setiap melihat mereka jalan bersama."

Relativitas Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang