Telat, siapa si yang engga pernah telat? kayanya serajin-rajinya manusia berlebelkan murid, pasti pernah ngalamin yang namanya telat. paling engga hampir telat, entah karena bangunya kesiangan, atau karena nungguin nasi mateng.Beda lagi kalau kita ngomongin Park Jimin. Telat itu semacam kata yang udah sedekat nadi dan tepat waktu itu semacam kata yang mirip sama kenangan mantan, sama-sama udah di kubur dalem-dalem. Intinya Jimin sering banget telat.
Kaya hari ini, Jimin dengan santainya berjalan menuju gerbang yang hampir tertutup.
"Kamu ga bosen apa telat terus?" Tanya guru kesiswaan, Sukma. Salah satu guru pilihan Jimin yang namanya ingin ia tulis di death note.
"Engga kok bu kan bisa liat ibu tiap hari." Balasnya, berharap guru yang ada di hadapanya ini luluh.
"Kamu ini! minta di hukum ya!?"
"Kalo minta makan di kasih, mending makan aja deh bu."
"Kamu ini! ngejawab terus kalau di bilangin."
"Lah! Ibukan nanya ya ... saya jawab bu."
"Udah diem! mau di tambah hukumanya nanti?"
"Ampun gusti! salah apa lagi Imin?"
Kalau Jimin masih bisa kalem-kalem aja, lain cerita sama Kim Naya. Dia sekarang lagi lari-lari dengan kekuatan super milik boboboy buat nyampe di depan gerbang.
"Ibu, Naya boleh masuk ga? boleh kan? boleh? makasih bu." Mohonya, setibanya di depan gerbang.
"Eits... mau ke mana kamu?" Sukma menarik ransel Naya.
"Ke kelas bu."
"Hellaw!" Sukma mendentingkan jarinya tepat di depan muka Naya "Kamu telat Naya!"
Oh, namanya Naya. kata Jimin dalam hati.
"Terus saya harus apa bu?"
"Goyang dumang, ibu hukum lah! sekarang kalian berdua ikut ibu!"
Naya mengikuti sukma dengan berat hati, sedangkan Jimin dengan senang hati. Saking senangnya ia terus tersenyum seperti orang idiot, membuat Naya berteriak sinting di dalam hatinya.
"Lo pasti pindahan dari kayangan kan? soalnya gue baru liat bidadari sekolah." Gombal Jimin di tengah perjalanan, tapi sayangnya Naya malas meladeninya.
"Ga usah tegang gitu, biasanya hukumanya paling suruh bersihin kamar mandi." Ucap Jimin yang tidak di gubris oleh Naya, dan benar saja langkah Sukma berhenti di depan kamar mandi.
"Nah benerkan. Kece ga si gue, bisa tau begitu." Ucap Jimin lagi dan Naya hanya memutar bola matanya malas.
"Sekarang kalian bersihin kamar mandi, jangan masuk kalau belum bersih. Ibu nanti balik lagi ke sini!"
Setelah Sukma sudah berjalan cukup jauh, Jiminpun melaksanakan aksinya yang sudah biasa ia lakukan. Kabur.
"Eh, mau ke mana?" Tanya Naya.
"Akhirnya ngomong juga. Mau kabur."
"Terus ini? lo nyuruh gue ngebersihin ini sendirian gitu!"
"Iya juga ya," Jimin terdiam, nampak berpikir sejenak "Ikut gue aja, gimana?"
Naya kembali berteriak sinting di dalam hatinya. "Udah jangan kebanyakan mikir, ikut aja!" Ajak Jimin sambil menarik tangan Naya.
"Terus itu kamar mandi gimana? kan masih kotor?"
"Tenang, kan ada Mang Anwar."
Setelah berjalan beberapa langkah, orang yang Jimin maksudpun datang. Ia memberikan dua lembar uang berjumlah dua ratus ribu. "Biasa mang, Imin kabur dulu ya."