Liam menunduk lesu sepanjang perjalanan menuju rumah. Tadi pagi, Geoff pulang dan mendapati Ara tidur dengan kondisi mabuk serta bau alkohol. Lagi. Alhasil Liam mendapat omelan dari papanya yang kalau ditulis, tebalnya pasti udah melebihi tebal buku serial Harry Potter.
Sudah genap dua minggu Ara berperilaku seperti ini. Pergi malam, sok-sok mau ngerjain tugas, pulang pagi, jalan sempoyongan ke kamar, dan tidur. Dan sudah genap dua minggu sejak Liam berjalan keluar dari rumah sakit, Liam tidak pernah mendengar kabar Zahra, Ameera, ataupun Zayn. Bahkan melihat rumah serba putih itu terbuka saja tidak.
Liam masuk ke dalam kamar dan melempar tasnya sembarangan, dia langsung merebahkan diri di kasur. Geoff hanya pulang untuk mengambil berkas yang ketinggalan, habis itu langsung kembali ke kantor.
Mengingat skripsinya ditolak, mood Liam hancur. Bayangkan, hampir tiga puluh lembar, Liam mati-matian begadang sejak sebulan lalu, dan ending-ending-nya ditolak. Ini adalah salah satu kebiasaan Pak Johan yang mesti ditiadakan; semua murid selalu salah di matanya.
Liam memicingkan mata dan terkejut. Astaga, Liam bahkan lupa kalau dia harus kerja bakti di rumah Zahra. Liam menghela nafas, dia capek, kerja baktinya ditunda dulu. Dia mengganti kemeja merah kotaknya dengan kaus abu-abu bertuliskan 'Indonesia Raya' dan boxer hitam garis-garis merah.
Ketika Liam hendak merebahkan diri di kasur, bel pintu berbunyi. Di bawah sana, Niall teriak, "Demi dewa dewi sinetron Uttaran, siapa sih yang nekat dateng jam segini?"
Belum tahu manusia spesies apa yang datang bertamu di rumahnya pukul enam sore, Liam berlari menuruni tangga dan berhenti di anak tangga terakhir. Menyaksikan Niall, masih mengenakan piyama tidur merah jambunya, sedang berbicara ringan dengan seorang cewek berambut pirang kecoklatan, memakai celana jeans belel, dan kecamata tebal.
"Kak, ada yang nyariin nih," Niall tersenyum mesum. Zahra Malik hanya menghela nafas.
"Loh? Mbak Zahra? Silakan duduk, Mbak, silakan."
Zahra masuk dan duduk di sofa berlengan yang ditata melingkar, mengedarkan pandang sejenak ke seisi ruangan. Liam nyengir kuda sebelum duduk di sofa yang tersisa, meninggalkan Niall yang masih termenung bingung
"Kamu bisa pergi," bukan Liam yang berkata, melainkan Zahra, dia menatap Niall galak. Segera cowok pirang itu berjalan dan pergi meninggalkan ruang tamu.
Diam sebentar. Bunyi jarum detik di jam dinding seolah dikeraskan sepuluh kali lipat. Liam membasahi bibirnya yang mendadak kering, sampai sekarang Liam tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya saat berhadapan dengan Zahra. Bukan karena terlalu cantik atau apa, namun tatapan mengintimidasi itu bisa saja membuat Liam tidak tidur hari ini.
Berdeham, Zahra angkat bicara, keheningan terpecah, "Zayn operasi perut hari ini."
Mata Liam membulat, "Apa? Dioperasi? Terus dia gimana Mbak? Kondisinya baik-baik aja, kan? Zayn oke, kan, Mbak? Ya ampun, Mbak! Astoge, saya harus--oh," dan dia terdiam, pipinya memanas sedikit, sadar bahwa dia berbicara lebih dari seharusnya.
"Dia cuma mau kamu datang ke rumah sakit, itu doang. Kamu bisa kan besok pagi?"
"Saya ada kelas, Mbak," Liam menunduk, bersungut kesal. "Tapi saya usahakan besok datang, Mbak. Mungkin sekitar jam sepuluh atau setengah sebelas."
"Oke."
"Tapi, Mbak, Zayn bukannya udah punya pacar?" Nada bicara Liam merendah pada dia mengucapkan 'Zayn bukannya udah punya pacar'. Mood-nya semakin jatuh, bayangan seorang cowok bernama Luke melintas begitu saja di pikiran Liam; cakep, tinggi, putih, keren, macho, udah lulus kuliah, de-el-el.
"Ah ya, Luke Hemmings? Percuma, dia nggak bakal datang. Jadi saya minta kamu buat sementara jagain adek saya. Kamu nggak keberatan, kan?"
Liam menggeleng. Ya amsyong, Mbak, selamanya gue jagain juga boleh kok. Gue ikhlas lahir batin.
"Kamu kok diem? Kenapa? Senyum-senyum lagi, woy! Liam, woy," Zahra mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah Liam.
"Eh? Uh--apaan? Eh, iya, Mbak, saya gapapa," kata Liam, melayangkan cengiran tertololnya kepada Zahra.
"Ya sudah, saya pulang du--"
Bel berbunyi. Liam menoleh dan segera membukakan pintu untuk seorang cowok, berambut pirang, bermata hijau, dan sedang tersenyum menampilkan kedua lesung pipitnya. Senyuman itu hilang ketika menatap Liam.
"Siapa lo?"
"Ashton?" Zahra, yang berdiri di belakang Liam, terbelalak kaget. "Lo ngapain di sini?"
"Lo sendiri ngapain di rumah pacar gue?" tanya Ashton tak kalah sengit. Zahra menggeram pelan.
"Lo--lo Ashton... siapa ya?"
"Ashton Irwin," kata Zahra lewat giginya yang gemeretak. "Lo! Lo bikin adek gue masuk rumah sakit tau gak?! Sebenernya apasih salah adek gue? Kenapa lo jahat banget sama dia, hah?"
"Seharusnya lo tanya sama adek lo sendiri! Kalo dia gak pacaran sama Luke, gue gak bakalan bikin dia menderita selama di kampus! Gue yang duluan suka sama Luke, tapi karena adek lo yang bajingan itu, Luke cuma nganggep gue temen doang!" Ashton balas berteriak.
"Kenapa lo bales dendamnya ke adek gue? Kenapa ke Zayn? Kalo elo emang jantan, lo harusnya bilang ke Luke!"
"Stop!" sergah Liam setelah otaknya mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sini. "Lo, pacar Kak Ara. Lo jadian sama kakak gue sedangkan lo tau lo suka sama temen lo sendiri. Lo jadiin kakak gue pelampiasan lo," dia berhenti. "Mau lo apa, bangsat?!"
"Iya! Gue emang jadiin Ara pelampiasan doang! Gue sayang sama pacar Zayn, dan Zayn harus tanggung akibatnya!"
"Kakak gue mabuk dan itu gara-gara lo! Kakak gue, yang tadinya alim, gak suka alkohol, sekarang dia kecanduan minum! Itu gara-gara lo!"
"Mau lo apa sekarang, hah?" Zahra ngamuk.
"Pergi lo dari rumah gue," sebuah suara, berat, serak-serak basah, khas orang habis nangis. Arabella Payne berdiri di belakang Ashton, matanya berurai air mata.
"Ara?"
"Jadi lo nganggep gue apa selama ini? Jawab gue, dasar banci!" seakan urat malunya sudah dipotong, Ara berteriak kuat-kuat seraya menampar Ashton tepat di pipi kanan.
"Ara... b-bukan gitu maksudnya..."
"Terus maksud lo apa? Lo keterlaluan, Ash! Lo udah ngelewatin batas! Kalo elo emang suka sama temen lo sendiri, ya ngomong! Jangan lo buang gue gitu aja," Ara sesenggukan. Dia terisak dan berhambur ke pelukan Liam.
"Oke, stop, ini udah malam. Nggak baik kalau teriak-teriak. Mengganggu," kali ini Zahra yang melerai. Pikiran Liam semakin nggak keruan. Kalang kabut. Ashton berhasil membuat kekacauan. "Sekarang... Ashton, apa mau kamu?"
"Gue cuma mau Zayn ngejauh dari Luke. Lebih tepatnya, gue mau mereka berdua putus."
![](https://img.wattpad.com/cover/88021438-288-k45591.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Angel Without Wings //ziam\\
FanfictionCase 1: Liam Payne, 19 tahun, skripsi gak kelar-kelar, playboy cap golok, begajulan, anak dugem, depresi kuliah, broken home, suka Matematika, PPKN, dan seabrek pelajaran anak SD lainnya, gak pernah serius sama suatu hubungan. Solusi:: Zayn Malik Ca...