twenty; PHO

424 46 8
                                    

"Dadah, Kak Zayn! Sampai ketemu besok, ya!" Cewek berambut pirang itu melambai ke arah Zayn dengan senyum lebar di wajahnya. Liam, yang masih berdiri sekitar lima meter di belakang mereka, rasanya ingin pergi menghampiri cewek itu dan menampar wajahnya lalu berkata, "gak usah sok kegatelan sama cowok gue, bitch."

"Iya, Gi, hati-hati di jalan," balas Zayn. Dia berbalik, hendak berjalan tapi terhalang oleh tubuh Liam. Liam, memasang tampang galak, menatap Zayn tepat di mata, tampak marah.

"Itu siapa, hah?"

"Gigi. Dia mahasiswi baru," Zayn menjawab agak terbata-bata. Efek kaget, mungkin.

"Ganjen banget sih, dia. Gak tau apa kalo elo tuh udah taken sama cowok super ganteng macam gue? Udah gitu sok-sok akrab lagi. Ih, jijik banget gue. Namanya siapa tadi? Gigi? Awas aja sampe dia berani godain lo, gue patahin lehernya. Gak peduli mau dia cewek atau banci," mata Liam menerawang jauh.

Zayn tertawa kecil, menikmati raut wajah cemburu Liam: bibir dimajukan sedikit, alis ditautkan, dan wajah merah padam. "Udah, kan lagian saya nggak suka sama dia."

"Ya kan bisa aja dia yang suka sama lo. Terus dia tau kita pacaran, terus dia berusaha bikin kita putus, terus gue sama lo beneran putus gimana? Gak jadi kawin kan, gue sama lo?" pikiran Liam ngelantur. Kebanyakan nonton Uttaran.

"Kamu sarapan apa sih tadi pagi? Pikirannya ngelantur deh," Zayn menjitak dahi Liam pelan.

"Gue sayang lo, Zayn," kata Liam, menempelkan dahi mereka berdua, seolah tidak peduli soal fakta bahwa mereka sedang berada di tengah keramaian koridor. Zayn malu-malu menjauh, mengedarkan pandang ke sekeliling.

"Saya sayang kamu juga, Liam," Zayn berjinjit, mencium pipi cowok di hadapannya itu. "Besok malem jadi kan?"

"Jadi, sayangku," mereka berjalan meninggalkan koridor. Saat Liam sampai di parkiran, dia segera membukakan pintu mobil untuk Zayn, tapi Zayn menggeleng.

"Saya pulang naik bis aja deh, makasih," tolaknya halus. Dia menunduk dan menggigit bibirnya.

"Kenapa?"

"S-saya nggak mau ngerepotin. Lagian... um, bus saya udah mau sampe. Makasih ya Liam, hati-hati di jalan. Saya sayang kamu," Zayn melambai, menyeret langkah menuju halte. Liam rasanya mau melayang mendengar kalimat terakhir pacarnya itu.

Liam masuk ke dalam mobil dan tancap gas ke rumah, tetapi berhenti ketika matanya menangkap sosok Zayn dan sosok cewek berambut pirang pakai kacamata sedang duduk berdua di halte bus terdekat. Liam memarkir mobil agak jauh dari halte, menurunkan kaca sedikit.

Itu benar mereka. Dan cewek pirang-kacamata itu sepertinya naksir sama Zayn. Liam paranoid. Lah gimana gak paranoid? Cewek itu memandang Zayn dengan berbinar-binar, sesekali menyenggol pundaknya genit.

Liam mendecak, dia membiarkan kemarahan mengambil alih tubuhnya, sehingga dia berjalan ke halte bus dan berhenti di depan Zayn dan Gigi--yang sedang ketawa tanpa memedulikan tatapan aneh orang-orang di sebelah mereka. Gigi memberhentikan tawanya, menatap Liam takut-takut.

"L-liam? K-kamu..."

"Lo pulang bareng gue, titik," tangan Liam mencengkram tangan Zayn paksa, menyeretnya masuk ke dalam mobil. Liam duduk di kursi kemudi dan langsung tancap gas hingga kecepatan 150 kilometer per jam. Zayn terhentak ke belakang.

"Kamu apa-apaan? Salah saya apa?" cicitnya seperti tikus terpojok. Air mata menggunung di pelupuk matanya. Zayn gemetar hebat, menghindari tatapan tajam Liam.

"Seharusnya gue yang tanya sama lo, bego! Lo niat nyelingkuhin gue?" nada bicara Liam satu tingkat di atas seruan.

"Kan s-saya udah bilang, itu cuma temen saya. Kenapa kamu nggak percaya sama saya?" Zayn berkata dengan gemetar.

"Kenapa gue harus percaya sama omongan lo? Apa menurut lo kata-kata tukang selingkuh bisa dipercaya? Hm?" Liam sudah kelewatan, tapi dia tidak menyadarinya. Zayn melongo.

"Saya nggak selingkuh dan nggak akan pernah selingkuh, Liam."

"TERUS YANG TADI ITU APA, HAH?! Apa namanya kalo nggak selingkuh? Lo mikir gak sih, hah?" bentak Liam. Dia cemburu akut. Hanya dengan melihat pacarnya dan cewek lain duduk sambil ketawa-ketiwi gak jelas di halte. "Kalo elo udah gak sayang lagi sama gue, bilang! Selingkuh bukan malah bikin gue mutusin lo!"

"Kamu tuh keras kepala banget sih? Saya nggak selingkuh!"

Zayn tidak menyangka dia bisa membentak Liam, dan dia tidak menyangka akan diberi sebuah tamparan di pipi kanannya.

Pipinya bukan hanya merah, pipinya bengkak dan sedikit sobek. Dia mengaduh, memegangi pipi kanannya yang sobek dengan tangan kanan, dan tangan satunya memijit pelipis. Kepalanya pusing. Pandangan Zayn blur. Karena air mata dan pusing.

Zayn bisa merasakan mobil berhenti dan dia bisa merasakan Liam hendak mengatakan sesuatu. Dia tidak peduli. Liam yang membuat kepalanya sakit bukan kepalang dan pipinya sobek.

Zayn membuka pintu mobil, berjalan sempoyongan macam orang mabuk masuk ke dalam rumahnya. Meninggalkan Liam yang melongo lebar, sadar bahwa dia telah menyakiti Zayn baik secara mental maupun fisik.

My Angel Without Wings //ziam\\Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang