six : Zayn

515 65 16
                                        

Liam mingkem. Mengikuti gerak-gerik cemas kedua cewek di depannya. Zahra dan Ameera geleng-geleng frustasi. Sesekali mereka mendecak. Liam tidak bisa melakukan apa-apa selain duduk diam di kursi tunggu dan bergulat dengan pikirannya.

Beberapa menit lalu Ameera memaksanya untuk pergi ke rumah sakit. Daripada kena omel, Liam pasrah dan mengantar Ameera ke rumah sakit naik sepeda motor milik Zahra. Liam tidak tahu apa yang terjadi pada adik cowok Ameera, kenapa bisa masuk rumah sakit, dan yang paling membuat Liam penasaran setengah mampus; wajahnya.

Apa secakep yang di foto keluarga? Liam makin penasaran, dan dia akan cari tahu sendiri.

"Keluarga Zayn Malik?" si dokter keluar dari ruangan, membawa beberapa berkas yang berisi tentanf status dan perkembangan pasien. Zahra sontak berdiri. "S-saya kakaknya, gimana Zayn? Dia oke kan, Dok?"

"Ada sebelas luka benturan di kepalanya dan luka parah di bagian perut. Pasien sempat muntah-muntah saat kami tangani, tapi sejauh ini kondisinya mulai membaik. Kita harus bersyukur pada Tuhan tidak ada luka serius di bagian dada dan kepala," jawab dokter itu.

Zahra bernafas lega. "Boleh saya mengunjungi adik saya, Dokter?"

"Oh, silahkan. Kebetulan pasien juga sudah siuman."

Kemudian dokter itu pergi. Zahra merangsek masuk ke dalam. Ameera dan Liam menunggu di luar. Lagi pula, apa haknya untuk mengunjungi Zayn?

Sepuluh menit kemudian, Zahra, yang masih mengenakan gaun prom night-nya, keluar. Dia menatap Ameera dan Liam secara bergantian. "Kalian berdua boleh masuk ke dalam."

"K-kami berdua? Maksudnya saya juga ikut, gitu?" Liam menunjuk diri sendiri.

"Udah lah, pake nanya, cerewet amat sih lo," sifat galak dan judes Ameera keluar lagi. Dia menuntun Liam--yang masih dengan ekspresi kaget dan gak mau--masuk ke dalam ruangan nomor 129. (A/N: 12 & 29, get it? Got it? Good.)

Di ranjang rumah sakit, terbaring sesosok cowok berambut hitam kusut, bertubuh kurus kerempeng, yang wajahnya dibalut oleh perban. Hampir di semua bagian wajah; pelipis, dahi, hidung, dan pipi.

Ameera duduk di samping si pasien, diikuti oleh Liam. Bukannya menanyakan kabar, basa-basi, atau senyum, Ameera justru menatap Zayn Malik tajam-tajam dan berkata dengan nada super judes. "Kamu berantem lagi kan ama gengnya Ashton?"

Zayn menggigit bibir. Ameera sudah tahu apa jawaban yang akan keluar dari mulut Zayn.

"Mbak kan udah bilang, jangan berantem lagi! Percuma kamu pacaran sama Luke, kalo ternyata tuh anak malah bantuin si Asstun buat pukulin kamu! Mbak gak mau tau, pokoknya besok, kamu bawa PACAR kamu itu ke rumah. Kalo dia sampe gak dateng, Mbak sendiri yang bakal cari dia," kata Ameera menggebu-gebu. Mata Zayn membulat seketika.

"Mbak, sabar. Jagalah hati, jangan kau nodai," Eh, Liam malah nyanyi, gak sesuai dengan situasi. Baik Ameera maupun Zayn menoleh ke arah Liam.

"Apa sih lo? Kok malah nyanyi?" gertak Ameera.

"G-gak, Mbak, b-bu-bukan begitu maksud saya. Maksud saya, kasihan, adik Mbak kan masuk rumah sakit. Habis berantem, pukul-pukulan, jangan dimarahin lah Mbak," bela Liam, dia sendiri pun gak tau kenapa dia belain si Zayn.

"Justru itu, gue marahin dia karena gue tau, si Luke itu cowok gak bener! Kalo emang dia sayang sama adek gue, dia harusnya jagain Zayn, bukan malah pukulin dia. Paham lo?" suara Ameera bergetar, kentara sekali cewek itu mati-matian menahan suaranya agar tidak teriak.

Sementara Zayn mulai terisak. Tubuh ringkih itu bergetar hebat. Tangannya diletakkan di mulut, menggigiti kuku. Hati Liam mencelos, terlebih lagi saat Ameera kembali ngomel-ngomel.

"Kamu kenapa sih gak pernah dengerin Mbak? Mbak cuma pengen yang terbaik buat kamu, buat Adilla, buat Mbak Zahra juga! Kan Mbak udah bilang dari awal, gak setiap orang itu baik. Kenapa kamu gak bisa dan gak mau ngerti maksud Mbak? Mbak capek lihat kamu dipukulin terus!" Ameera menunjuk batang hidung Zayn yang terluka dan diperban.

Lima detik kemudian, Ameera kelihatan agak mereda, dia kembali duduk di kursinya, pasrah. "Kayaknya Mbak terpaksa bilang ke pemerintah kalau kamu udah gak butuh beasiswa lagi."

"What?!" kali ini Liam berseru. Cewek di sampingnya itu benar-benar sudah tidak waras alias sinting bin miring.

"Kenapa lo tereak?" tanya Ameera.

"Mbak, maaf kalau saya ikut campur. Tapi... saya rasa, gak perlu segitunya deh," Liam nyengir, membuat Ameera makin dongkol menerima fakta bahwa Liam sedang membela adiknya.

"Lo gak perlu ikut campur, ya. Zayn, dengerin Mbak, sekali ini aja. Kalau sampai Mbak atau Mbak Zahra atau bahkan Adilla lihat kamu pulang babak belur lagi, Mbak gak akan segan-segan buat dateng ke kampus," Ameera menatap mata Zayn yang berkaca-kaca.

"T-tapi Mbak," Zayn berbisik pelan, tapi Liam dapat mendengarnya.

"Apa tapi-tapi? Gak ada tapi-tapi! Kamu paham?" tanya Ameera, mencoba memperjelas perkataannya.

Zayn hanya mengangguk lemah. Liam menggigit bibir. Dia baru saja menyaksikan Perang Saudara terhebat sepanjang masa. Dibintangi oleh Ameera, titisan Adolf Hitler versi cewek dan Zayn Malik, si bocah kurus kerempeng mirip Harry Potter versi novel.

"Mbak," Zayn bicara lagi. "Jangan."

Ameera mengacak rambutnya sendiri. Astoge, kenapa adiknya yang satu ini tidak pernah mau mendengarkan? "Zayn, Mbak cuma gak mau kamu masuk rumah sakit lagi. Cuma itu."

"T-tapi Mbak..."

"Ck, kenapa kamu gak mau dengerin Mbak?! Sekali aja, dengerin, apa susahnya sih, Dek?!" Ameera meninggikan suara. Liam menggeser kursi selangkah ke belakang.

Tubuh Zayn bergetar, lagi. Air mata kembali membasahi pipinya. Dia menatap Ameera dengan tatapan kaget campur takut.

"Mbak gak tau apa yang rusak sama otak kamu, Dek! Dan percaya sama Mbak, ini semua karena cowok bangsat yang ngaku-ngaku jadi pacar kamu!" seru Ameera, semburat merah mulai memenuhi wajah cantiknya.

"Udah lah, Mbak males ngomong sama kamu! Gak guna!" Ameera bangkit, berjalan ke luar ruangan, meninggalkan Zayn dan Liam berduaan di ruang nomor 129. Saling diam satu sama lain.

===

Hehehe... suck chapter, sorry. Gak tau mau nulis apaan... Hehehe... Hehe... He... #absurdmaapkandaku.

My Angel Without Wings //ziam\\Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang