fifteen: date (?)

396 54 5
                                    

Sekali lagi, Liam menghela napas berat dan mengelap peluh. Beberapa jam lalu,hasil mengajak Zayn ke taman di dekat kampus, yang langsung dijawab dengan anggukan olehnya. Sekarang, Liam sangat gugup dan kausnya basah seakan baru selesai lari pagi.

Liam sudah memikirkan matang-matang. Liam sudah meminta pendapat Niall--tentu saja percuma, apa yang dapat diharapkan dari seorang bocah tolol kelas tiga SMP?--pendapat Google, dan pendapat kucing tetangga sebelah. Semuanya merespon dengan baik. Memang benar. Dia benar-benar serius sama Zayn dan nggak akan menyia-nyiakan kesempatan.

Karena apa? Karena Liam sudah bosan. Liam bosan terus-terusan mainin perasaan anak orang. Kini saatnya serius. Dia berani bersumpah, dia tidak akan menyakiti Zayn sampai mereka menikah nanti.

"Hai, Li. Maaf, kayaknya kamu nunggu lama," yang ditunggu datang, duduk di hamparan rumput hijau berhadap-hadapan dengan Liam. Oke, Liam semakin gugup. Otaknya ngeblank.

"Em... Z-zayn... Ada yang mau gue omongin sama lo," kata-kata Liam meluncur deras. Diam-diam dia berterima kasih pada sinetron FTV yang tayang setiap hari itu. Liam belajar banyak hal dari sana.

"Mau ngomong apa?" mata coklat Zayn menatap mata Liam lekat-lekat.

"Guesayangsamalolomaugakjadipacargue? Plis."

Zayn bungkam. Rona merah menjalari pipinya yang sudah merah. Bibir tipisnya bergerak tetapi tidak ada satu kata pun yang keluar. Zayn menghela napas. "Iya."

Jantung Liam mau copot. "Lo--lo mau jadi pacar gue?"

"Setau saya, kamu itu cuma konyol, nggak budek," Zayn menjawab sambil menunduk malu. Liam mau pingsan. Zayn Malik, cowok yang dia taksir selama setengah tahun terakhir ini, bersedia jadi pacarnya!

"T-tapi gue gak mimpi kan?"

"Nggak. Jelas kan?"

"Jadi... kita pacaran nih?" wajah Liam merah padam, tampak begitu bahagia. Hatinya berbungi-bungi, ber-flower-flower. Dia masih tidak percaya takdir. Takdir baik, maksudnya. Mimpi dia apa semalam? Kenapa dia bisa seberuntung ini?

"Menurut kamu?" goda Zayn. Liam menjerit tertahan. Dia balik badan lalu berteriak sekencang yang dia bisa. Liam jadi mirip cewek yang baru ditembak gebetannya. Alay bin lebay.

"S-sori, gu-gue agak... ya gitulah," dia menggaruk-garuk kepala, kembali menghadap Zayn. "Tapi kan... kemarin lo... bilang ke gue kalo belum mau pacaran?"

"Saya berubah pikiran kayaknya," kata Zayn. Liam merasa bangga. Bangga karena dilahirkan sebagai cowok ganteng natural dan populer ngalahin boyband abal-abal itu.

"YEAH! Nailed it, Bro! Congratulations, oh my god. You guys are really cute together. Connor, kamu udah dapat fotonya?" Troye keluar dari semak-semak, diikuti oleh Connor, Louis, Sebastian, Edward, dan Orlando. "Hi, Zayn. I'm Troye Sivan, Liam's best mate and the most handsome boy in the group. Those five idiot guys? They are Louis, Connor, Tian, Eduardo, and Lando."

"Glad to see ya, Troye," Zayn membalas jabatan tangan Troye.

"Selera lo ternyata yang tomboy-tomboy begini ya, Li. Tapi kalo diliat-liat, cantik juga," dengan polosnya Edward nyeletuk.

"Excuse me, Eduardo. But Liam told me that Zayn's a boy. So, he's naturally masculine. He's not a tomboy or girl, he's a boy. Zayn's pretty masculine," ujar Troye.

"Nama gue Edward, bego." Edward emosi. "Oh... oke, um--maafin gue. Gue kira lo cewek. Habis cantik sih. Gak ada niat buat jadiin gue selingkuhan, gitu, Zayn?" kata Edward sambil menyeringai pedo.

"Lo mau mati, Eduardo?" ejek Liam setengah mengancam. "Tapi kok kalian bisa ada di sini?"

"Jaga-jaga dong. Kalo elo pingsan terus gue yang digebukin Neng Ara gimana?" jawab Louis, yang lebih mirip bertanya.

"Ya ampun, Zayn, lo kok bisa sih suka sama playboy keganjenan kek Liam begini? Eh, Li, lo pake dukun apa buat nggaet si Zayn?" Orlando menyikut lengan Liam, lalu beranjak merangkul bahu Zayn.

"Sembarangan lo. Gue tuh emang udah ganteng dari lahir. Playboy keganjenan? Tenang, masa depan gue ada di samping gue," Liam mendorong Orlando agar melepaskan rangkulannya dan balas merangkul Zayn.

"Dih, pede amet lu," cibir Tian.

"Welcome to our group! It's really nice to see you, Zayn!" teriak Troye.

"Maafin si idiot satu itu ya. Dia emang cerewet ngalahin ibu-ibu PKK. Kalo elo mau dia berhenti ngomong, jejelin aja kaos kaki ke mulutnya," Orlando terbahak-bahak setelah menyelesaikan kalimatnya. Alhasil dia dijitak Connor.

"Plis deh, kalian berdua itu sama aja tau."

"Zayn, biar gue kasih tau sama lo. Yang cerewet itu, namanya Troye. Yang judes barusan, itu guru bahasanya Troye, si Connor. Yang aneh satu itu namanya Orlando. Nah, si pedofil itu namanya Edward. Yang pendiem itu namanya Sebastian dan bisa dipanggil Tian," jelas Louis panjang lebar.

"Sekate-kate aje lu ngatain pedo!" Edward nyolot gak terima.

"Seenak-enak congor lu aje ngatain gue judes ye! Gue gak judes tau! Troye, am I rude?" Connor mendelik ke arah Troye yang tampak kebingungan.

"N-no... You--you're really kind, really really nice. You have resting niceface. Really! I swear I'm telling you the truth, Connor!" kata Troye.

"Gue mah emang irit ngomong," sahut Tian dari balik punggung Louis.

"Maafin temen-temen idiot gue ya, Say," kata Liam, yang langsung dibalas senyuman Zayn. "Mereka suka kumat kalo ketemu orang baru."

Dan mereka menghabiskan sepanjang sore hari di taman, ngobrol soal hal absurd dan dipenuhi oleh tawa keenam teman baik Liam.

My Angel Without Wings //ziam\\Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang