epilogue:; home

726 52 14
                                    

7 years after the wedding,
Two months after their vacation in Lombok,
Bogor, Liam's house,
Monday.

Zayn membuka pintu kulkas, mengeluarkan satu kotak ayam beku, yogurt, buah apel yang sudah dipotong dadu, dan jus jeruk. Dia mencuci ayam dan melumurinya dengan tepung, menyalakan kompor, dan mulai masak.

Jam dinding menunjukkan pukul tujuh lebih empat puluh. Liam berangkat pagi-pagi buta, karena hari ini hari Senin dan ada upacara. Setelah sepuluh menit, Zayn mematikan kompor, meletakkan ayam gorengnya di atas meja.

Zayn meneguk jus jeruk, hendak melanjutkan makan tapi tiba-tiba perutnya seperti mual. Zayn menelan ludah sebelum berlari ke kamar mandi, memuntahkan isi perutnya di lubang kloset.

Wajahnya pucat pasi, keringat dingin membasahi dahi dan pelipisnya. Perut, tenggorokan, dan kepalanya sakit. Belum lagi ditambah rasa mual yang bener-bener nggak bisa ditahan. Lutut Zayn bergetar hebat.

Setelah merasa baikan, Zayn menyiram toilet dan berjalan menuju wastafel, gosok gigi. Belum sempat mengambil sikat gigi, perutnya melilit lagi dan dia berlutut di toilet, muntah.

"Zayn? Sayang, kamu kenapa?" Zayn merasakan ada seseorang yang menggosok punggungnya. Itu Liam.

"Cuma--uhuk!--salah makan. Nggak perlu kuatir. Kok kamu udah pulang?" dia menyiram toilet dan duduk di atasnya, sedangkan Liam berlutut menghadap Zayn.

"Aku baru ada jadwal nanti jam sebelas," Liam menggenggam kedua tangan mungil Zayn dan menciuminya. "Kamu alergi sama ayam juga? Aku liat tadi ada ayam di meja."

"Nggak tau. Emang akhir-akhir ini aku sering capek terus muntah-muntah gitu. Kebanyakan buang air juga, terus--bentar," nafas Zayn tercekat, itu kan tanda-tanda orang yang...

Perutnya melilit. Dia muntah, lagi, dan kali ini lebih banyak. "Kapan terakhir kali kita ngelakuin itu?" tanya Zayn sambil menyiram toilet.

"Dua bulan lalu, pas kita liburan di Lombok. Kenapa?" Liam bertanya balik. Zayn tidak menjawab. Dia kalut dalam pikirannya sendiri. Dia berdiri dan berlari ke dapur, membuang ayam goreng dan jus jeruk.

Tapi Zayn tidak alergi terhadap ayam. Zayn tidak alergi terhadap jus jeruk. Terus, kenapa dia bisa muntah-muntah begitu?

Tanpa babibu, dia segera menelpon Mbak Zahra. Pada deringan keempat, suara di seberang sana terdengar, "hai, Dek! Apa kabar?"

"Nggak baik-baik banget, Mbak. Zayn mau tanya," Zayn menghela napas gemear sebelum berbisik, "k-kalo sering sakit punggung, t-terus banyak makan, muntah-muntah, itu... k-ke-kenapa, Mbak?"

"Kamu ngalamin?"

"Iya, Mbak. Dua bulan ini Zayn agak nggak enak badan gitu. Lemes terus bawaannya."

"Astaga." suara Zahra merendah. "Astaga. Astaga. Astaga. Astaga. Ameera harus tau soal ini! Astaga, ini beneran kamu ngalamin? Kasihin ke Liam, Mbak mau ngomong ma dia!"

Zayn menyerahkan ponselnya kepada Liam. "Halo, Mbak?"

"Liam, bener Zayn muntah-muntah pagi ini? Terus ada sakit punggung nggak? Pusing-pusing, gampang capek, banyak buang air, terus makannya banyak. Bener gak?"

"Belakangan ini sih iya. Zayn agak... uh, kelihatan capek gitu. Makan banyak, iya. Mungkin dia nggak enak badan kali, Mbak."

"Kalian pake pengaman gak pas ngelakuin itu?"

"E-enggak."

"Terakhir kali kapan?"

"Dua bulan lalu. Pas masih di Lombok."

"Ini udah fix. Selamat ya, Liam! Mbak punya keponakan lagi, nih!"

"Maksudnya apa sih, Mbak?"

"Gini ya, Liam, waktu Mbak hamil Agnes dulu Mbak juga ngalamin beginian. Punggung sakit, pagi muntah-muntah, banyak buang air. Ya kamu ngerti kan maksud Mbak?"

"Jadi... Zayn--"

"Iya. Mbak mau bilang Ara, Niall, sama Ameera dulu.  Bilangin ke Zayn, Adilla titip salam. Dadah!" sambungan dimatikan. Liam masih melongo tak percaya.

"Gimana? Aku kenapa?" Zayn memegangi perutnya yang masih agak sakit.

Bukannya menjawab, Liam malah keluar rumah dan berjalan menuju supermarket. Dia tahu ini gila, dia membeli testpack dan menyerahkan uang lima puluh ribuan tanpa minta kembaliannya.

"Coba pake ini dulu," sesampainya di rumah, Liam menyerahkan testpack tersebut kepada Zayn.

Uring-uringan, setengah gak percaya Zayn berjalan menuju kamar mandi. Liam menunggu di luar, mondar-mandir gak keruan. Rasa senang, bahagia, cemas, semuanya campur aduk jadi satu di hatinya.

1 menit... Terdengar suara kloset disiram.

5 menit... Zayn belum keluar juga.

10 menit...

Zayn keluar dari dalam kamar mandi, berurai air mata, tangannya memegang testpack dan tangan satunya menutup mulut. Liam mengambil testpack-nya dari tangan Zayn.

Dua garis biru.

End.

My Angel Without Wings //ziam\\Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang