Bab 9

61 3 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhir kami ada di Bandung.

sekarang adalah hari senin, dan Setelah meninggalkan kota bandung aku langsung ke cafe.

"Di, Lu udah check out?" Kataku saat bertemu dengan nya di resepsionis.

"Belum, gue Mau packing tapi gue Mau Nelpon resto gue dulu soalnya tadi Ada masalah dikit," katanya dengan sedikit tergesah-gesah dan sesekali melihat handphone nya

Rasanya seperti ingin bilang 'mau gue bantu?' Tetapi bibirku terlalu keluh untuk mengatakannya.

"Gue boleh minta tolong engga?" Kata Aldi

"Apa?"

"Tolong packing Barang Barang gue dong dikamar, biar Lu engga kelamaan nunggu gue." Kata Aldi lalu pergi menjauhhiku. Aku mengerutkan alis, Aku ingin membantunya tetapi dia Malah memperlakukanku sebagai pembantu. Sangat tidak sopan.

Dengan terpaksa aku membereskan barang-barangnya mulai dari baju, alat-alat kerjanya, laptop, buku.

di waktu liburan seperti ini ia masih sempat membawa laptop, buku kerja nya padahal nenurutku waktu kami cukup padat. Mungkin dimalam hari ia membuka peralatan kerja untuk mengecek restauran nya yang super wow itu.

Aku tak menyangka secepat ini perjalanan liburan yang menurutku awalnya tidak asik lama kelamaan menjadi sangat mengasikan.

Bagaimana pun aku harus pulang untuk kembali bekerja karena kalau tidak bisa-bisa cafe Ku yang kecil ini tidak terarah bahkan bangkrut.

---
Setelah selesai, tiba-tiba bel berbunyi kemudian Aldi kembali dengan sibuk mengutak-atik ponselnya.

"Barang lu udah gue packing, kamar udah di rapihin. Lu tinggal mandi aja, gue tunggu di bawah ya." Kataku lalu berjalan keluar.

"Tunggu," kata Aldi membuat kakiku menghentikan langkahnya.

Aku membalikkan badan dan Aldi melihat kearahku.

"Thanks ya," katanya sambil tersenyum tulus.

Hatiku luluh dengan tatapannya. Sangat nyaman dipandang dan tak ingin tatapan itu pergi

Aku mengangguk dan berjalan keluar dengan senyum-senyum seperti orang gila.

Aku kembali ke kamar melihat Tina sedang asik dengan bermain games di ponsel sampai sampai ia tidak tau keberadaanku.

Aku menghela napas lalu menaru kasar badanku ke kasur.

Tina sadar keberadaanku.

"Kita balik kapan?"

"Nih mau balik,"

"Apaan balik, lu nya aja masih tiduran,"

"Lu juga masih main games," kataku

"Gue mah gampang tinggal pencet pause langsung cus," katanya lagi.

"Nunggu Aldi dulu, dia lagi mandi bentar," kata ku melihat lurus keatas langit2.

Tina berganti posisi menjadi duduk dan menatapku dengan tatapan ragu.

"Hm, lin, lu pacaran ya sama Aldi?" Kata Tina ragu.

Aku langsung bangun dari tidurku.

"Ya engga lah, engga mungkin gue Pacaran sama dia, lagian juga dia engga suka sama gue, dia kan yang paling nolak pertunangan ini. Mungkin dia mau baik-baikin gue supaya gue setuju dan bantuin dia. Gue yakin seratus persen," kataku dengan nada yang penuh dengan keyakinan.

Tina hanya beroh,

Mana mungkin aku bilang kalau aku setuju dengan perjodohan ini. Pasti Tina akan benci denganku mungkin ia tidak mau menjadi sahabatku lagi atau mungkin ia tidak mau bertemu denganku lagi.

Tapi aku masih sangat sulit untuk percaya kalo Aldi tidak dengan paksaan pergi denganku bahkan untuk liburan yang bisa memakan waktu yang cukup lama dengan ku.

Apakah ia tidak ingin mual melihat wajahku? Mungkin ia tahan.

Apakah ia menjelek-jelekanku berkata aku ini mempunyai paras yang buruk dan tidak layak untuk Dikatakan manusia? Itu tidak mungkin, Aldi tidak sebrengsek itu.

Atau mungkin ia hanya menganggap ku sebagai seorang 'teman' yang tidak ada arti didalam kehidupannya? Bisa jadi. Itu alasan yang paling logis dipikiranku.

Sudahlah jangan memikirkan yang macam-macam tentang Aldi. Sudah bagus ia mau berlibur bersamaku dan berlama2 melihat wajahku ini.

Sebenarnya, wajahku tidak buruk-buruk banget. Mungkin manis. Aku bukan kegeeran. Tetapi banyak orang yang bilang aku seperti itu.

Wajahku 11 12 dengan Tina yang cantik, rambut panjang berwarna coklat, senyum manis. Dan menurutku Aldi tidak salah memilih waktu SMA dulu mereka berpacaran.

Mereka cocok, bisa dibilang Couple yang serasi karena sama2 cakep.

Tapi sekarang mereka seperti menjaga jarak, bukan mereka, tetapi Aldi, dia sangat terlihat seperti ingin menjauh dan mengubur dalam2 tentang kenangannya dengan Tina.

Itu hak Aldi, mau seperti apa ia memperlakukan Tina,

Dan aku sangat yakin kenapa Aldi memperlakukan Tina seperti ini pasti ada sesuatu yang dirahasiakan di antara mereka.

Dan aku? Seperti tahilalat saat berada di dekat mereka berdua. Pengganggu. Bahkan aku saja risih dengan kehadiran ku.

Lupakan pikiran ini, karena habis ini kami akan pulang dan aku berhenti menjadi pengganggu.

Tiba-tiba bell bunyi.

Aku langsung membuka pintu, dan melihat Aldi sudah rapi dengan setelan santai tapi enak dilihatnya.

"Udah rapi? Yuk balik," katanya tanpa basa-basi.

"Udah-udah,"

"Koper lu mana?"

"Itu," aku menunjuk koper merahku diujung dekat tv.

"Sini gue bawa in,"

"Engga usah, nnti gue bawa sendiri," kataku.

"Yaudah gue tunggu di bawah ya,"

"Okey," lalu ia pergi meninggalkanku.

----

"Kunci kamar lu mana?" Kata Aldi saat melihatku tiba di resepsionis.

"Nih," aku memberikan kunci kamarku.

"Lu tunggu di mobil aja, gue mau Ngasih kunci. Nih kunci mobilnya," kata Aldi.

Aku mengangguk dan Tina mengikuti ku.

Aku menaru koperku ke bagasi belakang mobil begitupun Tina

Saat Aldi sampai, aku sengaja masih berdiri di samping mobil untuk meminta kalau aku yang akan membawa mobil sampai Jakarta.

Karena aku sangat tidak enak hati, aku yang mengajak berlibur tetapi aku menyusahkan orang lain.

"Ko engga masuk?" Kata Aldi menghampiriku.

"Hm, di, gue yang bawa mobil ya," kataku ragu.

"Engga, gue aja,"

"Gue kan yang ngajak liburan tapi lu Bayarin kita makan, hotel, dan mobil pun lu yang bawa. Izin in gue sekali aja bawa mobil, biar gue engga ada kesan hutang Budi sama lu, ya?" Kataku dengan nada memohon.

"Bandung ke Jakarta jauh loh,"

"Iya gue tau, gue janji kalo gue cape gue bilang sama lu,"

"Beneran?" Katanya dengan alis mengerut.

"Iya, gue janji,"

Aldi diam sejenak.

"Speed nya 80 km aja, sampe lebih dari segitu gue jitak," katanya langsung masuk kedalam mobil.

"YES,"

ONE THING(END)Where stories live. Discover now