Bab 21

52 4 0
                                    

Aku melangkah ke dalam kafe.

Sita menghampiri aku.

"Bos, gimana bos?" Tanya Sita penasaran.

Aku menghela napas lemas.

Menunjukkan jemariku.

Bibirnya menganga. Kepalanya menggeleng tidak percaya.

Sita saja tidak percaya, apalagi aku.

Aku melewati Sita yang masih terkejut.

Menaruh tas dan duduk di bangku kerja.

Hari ini terasa begitu melelahkan bahkan sebelum memulai aktivitas biasa.

Sebisa mungkin untuk tetap fokus dengan kerjaan.

---

Pukul sembilan malam.

Kafe bersiap untuk tutup.

Aku sedang mengecek omset kafe enam bulan terakhir.

Tok..tok..

Sita menonggolkan kepalanya.

"Bos?"

"Iya," aku masih fokus ke benda yang ada di atas meja.

"Kafe udah dirapihkan dan karyawan sudah siap untuk pulang," kata sita.

"Pulang aja, gua mau disini,"

"Pamit ya bos,"

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban nya.

Tring..tring..

Nama Randy tertara

Aku sempat berpikir sejenak, angkat atau tidak.

"Ada apa?"

"Kenapa kafe masih nyala lampunya?"

"Kamu diluar?" Tanyaku.

"Ternyata kamu masih didalam," Randy mematikan sambungan nya.

Aku memukul bibirku, salah bicara.

Tak lama suara pintu bergesek dan muncul seseorang.

Aku menghela nafas malas.

Lelaki itu tersenyum dan duduk di depan ku.

"Lembur?" Tanyanya.

Aku tidak menjawab, seakan tidak ada orang.

"Kamu masih marah sama aku?"

Aku masih bergemih.

Randy mengambil tanganku sebelah kanan.

Cincin pertunangan itu aku lepas karena tadi siang makan nasi Padang menggunakan tangan.

Mataku beralih kearah nya.

"Gimana caranya supaya kamu maafin aku?"

Aku melepaskan pegangannya, menatap tajam mata itu.

"Jangan ganggu aku," mataku beralih ke laptop.

Randy terlihat frustasi.

"Sebegitukah kamu terhadap masalah kecil ini?"

Aku menatap tajam.

"Aku tanya sama kamu, kamu tidak merasa bersalah dengan apa yang kamu perbuat?"

"Aku salah, maafin aku,"

Aku memalingkan wajah malas.

"Aku janji engga akan ngulain itu lagi," Randy memohon.

Mataku menatap tajam.

ONE THING(END)Where stories live. Discover now