Bab 24

54 3 0
                                    

Aku memutuskan untuk tidak bercerita dengan mama dan papa.

Aku engga mau mereka kawatir dan masalah ini semakin panjang.

Sekarang pukul dua siang.

Tadi Sita mengajakku makan siang tetapi aku menolak, tidak napsu.

Aku hanya minum kopi saja.

Sita pun tidak tau tentang itu, aku tidak mau karyawan ku tau.

Tapi sepandai pandainya aku menyimpan rahasia, ujung ujungnya mulut ku gatal untuk bicara.

"Bos beneran engga mau makan?" Tanya Sita

Aku mengangguk pelan.

"Gimana semalem bos sama Randy?" Tanya Sita ragu.

Sebagian besar Sita tau rahasiaku. Aku tidak menganggapnya sebagai karyawan tetapi sebagai teman.

Hanya Sita satu satunya seseorang yang selalu mendengar keluhku.

Ia tidak pernah membocorkan sedikit pun rahasia ku kepada karyawan lain.

"Gua belum bisa cerita,"

Sita mengerti, aku sedang tidak mau membahas masalah ini. Aku ingin beristirahat sejenak.

"Bos, ada yang dateng," setelah beberapa detik sita terdiam.

Aku mengikuti arah matanya.

Tina.

Aku menghela napas panjang.

Kenapa tidak bisa beristirahat?

Selalu ada lagi yang membuat aku terganggu.

Aku bangun dari dudukku.

"Karlina," katanya.

Terpancar aura sedih.

Aku pergi berjalan ke ruanganku dan Tina mengekori.

Meskipun makan siang sudah lewat dan tidak terlalu banyak orang di sana, aku tidak mau ada orang yang melihat ini.

Tidak menutup kemungkinan aku akan marah-marah atau Tina menangis. Jika itu terjadi, pasti akan menganggu suasana kafe.

"Ada apa?" Tanyaku datar.

"Gua minta maaf," Tina menundukkan kepalanya.

Jujur, tidak tega melihat sahabat ku ini memohon kepada ku.

"Gua salah, maafin gua,"

"Kenapa baru sekarang?"

"Gua takut dateng kesini, gua takut lu marah," katanya melas.

Sudah pasti aku marah, sudah pasti aku kecewa.

"Berulang kali Aldi maksa gua untuk dateng, tapi gua belum ada keberanian ketemu lu,"

Aldi?

Tidak ada alasan untuk aku tidak memaafkan nya.

Tina sahabat ku.

Banyak hal yang sudah ia kasih pada ku tapi hanya karena satu hal aku melupakan wanita semuanya.

Itu tidak adil.

Aku melangkah mendekat.

"Iya, gua maafin," kataku tersenyum.

Lagipula hubungan ku dengan Aldi sudah tidak ada masalah.

Aku jadi tau sisi baiknya karena kejadian semalam.

Tina memelukku.

---

ONE THING(END)Where stories live. Discover now