Bab 12

71 4 0
                                    

Sudah satu minggu lebih Aku belajar, tujuan Aku bukan ikut kompetisi memasak tetapi untuk mengambil ilmu dari Rossy. Urusan menang kalah itu biasa, tujuanku di Rossy hanya mengambil ilmu yang belum pernah dapat di tempat mana pun.

Banyak chef-chef ternama yang datang untuk mengisi materi dan praktek di dapur Rossy.

Memang beda, cara memasak chef yang sudah profesional dengan chef amatir sepertiku.

Kalau Aku lebih mementingkan estetika dalam penyajian makanan. Tetapi chef profesional, mereka harus perfect.

Seperti, kebersihan, soal rasa yang pas, estetik sudah pasti dan yang paling diutamakan adalah kepuasan pelanggan.

Seenak apapun makanannya, jika pelayanan tidak sesuai, akan buruk imej yang sudah dipupuk.

Tetapi aku jarang melihat Aldi, hanya beberapa kali bertemu dan hanya saling melempar senyum.

Kompetisi akan diadakan satu minggu lagi. Dan persiapan yang dilakukan sudah banyak, tetapi aku tau, kompetisi ini bukan main-main. Karena banyak orang yang jago dalam urusan masak.

Salah satu teman yang dekat denganku adalah seorang chef yang sudah keliling asia hampir 5 tahun untuk mengetahui karakteristik rasa di berbagai negara.

Sedangkankan aku hanya chef kecil yang hanya menggeluti cafe yang terbilang standar.

---

Jam makan siang datang, kelas disudahi, sekitar jam setengah dua nanti akan ada briffin mengenai apa yang harus dilakukan saat kompetisi.

"Karlina," kata steve saat aku dan beberapa temanku jalan keluar untuk mencari makan.

Aku menoleh berhenti.

"Ikut gue," katanya singkat.

Aku mengangguk, menyuruh teman-teman pergi tanpaku.

Aku menghampiri steve yang beberapa meter dari pintu lobby Rossy.

"Kenapa?"

"Ada papahnya Chef Aldi," kata Steve,

Deg

Mampu membuat hatiku bedetak lebih kencang.

Aku dan Steve berjalan menuju ruangan Aldi.

"Lu kenal deket ya sama keluarga nya Chef Aldi?" Kata Steve sambil menekan tombol naik lift.

"Engga deket, hanya pernah beberapa kali bertemu dan sempet ngobrol-ngobrol," kataku.

"Tapi,-"

"Jangan bahas yang macem-macem, lagi banyak orang disini, gua engga mau orang-orang denger," kataku pelan tapi tegas.

Steve tertawa kecil, ia tau yang dimaksud.

Itu tandanya Steve harus mengunci mulutnya, tidak membahas hal-hal yang bersangkutan antara 'Karlina-Aldi'

---

"Gua engga masuk ya, nganterin lu sampe sini aja," kata Steve saat mereka sudah diambang pintu ruangan Aldi.

"Lah, kenapa?" Aku mengerutkan Alis.

"Engga enak aja, gua pergi ya," kata Steve berlalu meninggalkan.

Setelah steve pergi, aku mengatur nafas dan mental lalu ia buka pintu itu.

Aku melihat lelaki paruh baya yang sedang duduk dan didepannya ada seorang lelaki mengenakan kemeja yang terlihat agak berantakan.

Aku menelan ludah, meskipun sudah beberapa kali melihat kedua orang itu tetapi jantung masih belum bisa dikendalikan.

"Hai Karlina," kata papah Aldi dengan senyum merekah.

Aku menghampiri dengan senyum yang tak kalah merekahnya, aku mengambil tangan lelaki itu lalu meletakannya di kening Karlina.

"Sini duduk," katanya lagi.

Sementara itu, Aldi hanya diam melihat pemandangan didepannya.

"Bagaimana, apakah menyenangkan disini?"

"Menyenangkan Om,".

"Syukurlah, kamu betah disini?"

"Betah, Om,"

"Papah senang mendengarnya,"

Aldi hanya diam, sesekali ia menundukan kepalanya.

"Gimana Al menurut kamu, Karlina berbakat dalam memasak tidak?" Pertanyaan itu ditujukan untuk Aldi.

"Karlina sudah punya basic dalam memasak jadi ia cepat mencernanya,"

Ada kebanggaan di hati, seorang Aldi yang notabennya adalah chef dari restoran Rossy memujiku.

"Menurut kamu, Karlina bisa menang engga?"

"Kalau ia terus berusaha dan kerja keras, saya rasa Karlina bisa menang,"

ada semangat yang timbul tiba-tiba.

Papah menyemangati dengan kata-kata bijaknya, ia sangat bijak, dan dari perkataannya tidak menyinggung hubunganku dengan Aldi. Tidak ada kata kata pertunangan atau segala macam itu yang membuat keadaan menjadi canggung.

Beda sekali dengan mama dan papaku, yang terus menerus membicarakan Aldi.

"Kalau gitu papah pulang ya," kata papah Aldi.

Aku dan Aldi mencium tangan papah.

"Aldi, kamu harus bimbing Karlina sampai bisa, banyak ilmu kamu yang harus kamu bagi untuk Karlina," kata papah Aldi tersenyum kebapakan dan tangan kirinya menepuk pundak Aldi pelan.

"Iya, pah," kata Aldi mengangguk pelan.

---

Setelah perbincangan singkat dengan papah Aldi dan Aldi, aku kembali bersama teman-teman..

"Ada apa, Kar?" Kata Fio.

"Engga ada apa apa tadi cuman diajak ngobrol sebentar aja ko,".

"Oiya lu udah makan belum?"

"Belom ni, tapi entar aja deh soalnya kelas mau masuk,"

"Seriusan?" Kata fio. Menjawab hanya angguk pelan.

---

Kelas sudah dimulai, pukul menunjukan tiga sore.

Perut Ku berbunyi kelaparan. Mata mencari-cari sesuatu yang bisa dimakan tetapi nihil.

Kelas berlangsung di ruangan kelas, chef Tedy sedang menjelaskan mengenai kandungan-kandungan yang berada di dalam daging baik sapi, ayam dan lain-lain.

Toktoktok

"Permisi pak,"

"Ada perlu sama Karlina chef, sebentar," kata Steve melanjutkan.

Karlina berdiri dan menuju pintu kelas.

"Ada apa?" Kataku tiba tepat di depan Steve.

"Ikut aku," ujar Steve.

Aku mengekori Steve yang berjalan didepannya.

Berhenti di depan ruangan Aldi, Steve menbuka pintu dan aku melihat beberapa makanan yang sudah rapi tersaji di atas meja.

"Silakan dimakan?" Kata Steve mempersilahkan.

"Aldi?" Tanyaku. Karena sekarang berada di ruangan Aldi dan tidak melihat sosok itu,

"Bos Aldi lagi pergi, kamu habiskan makanan itu, tenang saja, aku temanin," kata Steve yang seperti tau apa yang Ku pikirkan.

Aku tersenyum lalu menghampiri makanan itu, sangat lapar belum makan siang sementara otak terus menerus diisi dengan materi.

"Steve, kamu juga makan," ajakku.

"Melihat kamu makan saja aku sudah kenyang," kata Steve karena melihatku yang begitu lahap makan.

aku tertawa kecil dan melanjutkan makannya.

---

ONE THING(END)Where stories live. Discover now