Bab 18

56 3 0
                                    

papa mama, mereka tidak membicarakan hal hal mengenai pernikahan aku.

Bicara hanya seperlunya saja dan aku juga menjawab dengan seperlunya juga.

Mereka kesal, tapi aku juga butuh waktu.

Mood juga tidak bagus seharian ini, lebih banyak mengurung di ruangan pribadiku.

Ini semua gara gara Aldi.

Kalau dia tidak membuatku terpincut oleh nya, aku tidak akan seperti ini.

---

Keesokan harinya.

Aku sarapan dalam diam, papa dan mama juga datar.

"Karlina berangkat dulu," kataku.

Aku tidak menghabiskan sarapan karena sedang tidak napsu makan.

Aku melakukan kegiatan seperti biasa sampai pada akhirnya Sita datang ke ruanganku.

"Ada yang nyari bos," katanya.

"Tunggu sebentar," kataku sedang berkutat dengan laptop.

"Aldi disini," tambahnya lagi dengan suara tidak yakin.

Pandanganku teralihkan,

Ada apa lagi dengan dirinya.

Aku menutup laptopku, aku sudah bilang bahwa aku sedang tidak mau diganggu, kenapa dia bersih keras menemuiku.

Aldi sedang duduk di kursi sembari matanya mengitari seisi ruangan.

Saat aku mendekat, ia berdiri untuk menyamai tinggi.

"Ada apa lagi? Aku sudah bilang jangan ganggu aku dulu, kenapa kamu masih kesini?" Kataku dengan menaikan setengah oktaf.

Aku langsung mengegas kan suaraku karena emosi.

"Aku kesini bukan untuk membahas hubungan kita," katanya.

Alisku mengerut, kalo bukan karena itu lalu karena apa?

"Terus?" Tanyaku.

"Aku datang kesini sebagai hadiah," aku semakin tidak mengerti.

"Maksudnya?"

"Iya waktu pengumuman juara kan di kasih tau bakal ada chef dari Rossy yang memberikan spesial menu untuk pemenang, ya aku kesini karena itu," kata Aldi menjelaskan

Oiya aku ingat, waktu itu memang diumumin bagi juara satu dua dan tiga akan mendapatkan spesial menu dari salah satu chef di Rossy.

Dan salah satu chef yang dimaksud itu adalah Aldi?

Kenapa mesti Aldi yang datang ke kafe ku?

"Tapi kenapa kamu yang kesini?" Tanyaku sinis.

"Karena aku chef nya," aku mengalihkan pandanganku ke arah lain.

Ini pasti Aldi sengaja menggunakan itu supaya bisa ke kafe ku.

"Chef yang lain kemana? Kenapa mesti kamu?"

"Iya mungkin chef yang lain sibuk,"
"Dapurnya dimana? Disana ya?" Sambung Aldi lalu ia berjalan ke arah dapur tanpa izinku.

Aku menganga, kenapa laki laki itu bertindak semaunya saja.

Aku membiarkannya di dapur dengan staf dapurku.

Terserah Aldi mau melakukan apapun itu aku tidak peduli.

Aku tau, dia melakukan ini mencoba untuk mengalihkan perhatianku pada masalah.

Kenapa ia menjadi kekanak-kanakan seperti ini?

Aku duduk di kasir, Sita sedang sibuk menghitung keuangan hari ini.

"Bos, Aldi kalo di liat liat ganteng juga,"

Aku menengok ke arahnya tajam.

Sekarang malah Sita membela Aldi.

"Bukan gitu, ya kan kita punya mata kita bisa menilai seseorang dari fisiknya," katanya menjelaskan dengan takut takut, takut aku marah.

Aku kembali kepaandanganku.

"Bos engga ke dapur? Seharusnya bos liatin spesial menunya, kan bisa sekalian belajar. Lagian juga Aldi kesini bukan untuk membahas urusan bos dan Aldi kan," kata Sita.

Iya memang, tapi tetap saja yang ke kafeku adalah Aldi seseorang yang sedang bermasalah dengan aku.

Setelah beberapa detik aku berpikir, aku bangun dari duduk dan pergi ke dapur.

Aku melihat Aldi sedang mengajari staf dapurku.

Aldi memperlihatkan keahliannya dengan senyum dan asik.

Staf dapur fokus memperhatikan Aldi dan sesekali tertawa karena candaan Aldi.

Aku melihat ia memakai celemek yang ia lingkarkan di pinggang.

Jasnya, ia lepas dan kemeja bagian lengannya ia gulung hingga siku.

Badannya bagus, dadanya bidang, dan tinggi proposional.

Aku seperti melihat iklan.

Tiba tiba mataku dengan matanya bertemu.

Buru buru aku lempar pandangan ku.

"Bos, sini," kata Boby, menghampiri dan mengambil lenganku untuk mendekat ke Aldi.

Aldi tersenyum memperhatikanku.

Terpaksa aku memperhatikannya, aku juga harus bersikap profesional tidak boleh kekanak-kanakan.

Pesona Aldi saat memegang peralatan dapur dan wibawa nya sebagai chef, aku suka.

Pastas banyak yang jatuh hati kepadanya, dan aku salah satu korbannya.

---

Setelah Aldi sudah rapih mengesekusi masakannya, aku mengajaknya untuk beristirahat di ruangan pribadiku.

Aku mengambil minum lalu kuberikan kepadanya.

Aku duduk di sofa bersebrangan.

"Terima kasih karena sudah menyempatkan waktu untuk mengajari staf dapurku," kataku.

Bagaimanapun aku harus berterima kasih, karena sudah memberikan sedikit ilmunya.

Aldi tersenyum, ia mengangguk sebagai jawaban.

"Sama-sama, nanti aku sempatkan untuk sering sering datang kesini,"

"Engga perlu, hari ini adalah hari terakhir kamu datang kesini," kataku dengan tatapan tajam.

Ia memajukan badannya sedikit.

"Kalau lagi cemburu, lucu juga ternyata,"

Kenapa orang ini pede sekali?

Dasar, benar kata Sita, kalau sudah tampan lalu banyak uang, ia akan sombong.

"Siapa yang cemburu," kataku dengan tatapan tidak suka.

Ia tertawa, puas dengan respon yang sesuai ekspektasi nya.

Aldi berdiri.

"Kalau gitu, aku mau balik ke Rossy," katanya lagi.

Aku berdiri lalu mengangguk.

Aku dan Aldi berjalan mendekati pintu ruangan ku, tiba tiba Aldi menghentikan langkahnya.

Kepala Aldi beralih ke arahku.

Aku menatap dengan tatapan tanya.

"Makasih ya," katanya tersenyum.

Alisku mengerut, terima kasih untuk apa.

Ia mendekat, tangan kirinya hinggap ke kepalaku bagian belakang, mendorong pelan kearahnya an hinggap di bibir Aldi.

Ia mengecup kening ku.

Mataku melotot.

Hanya beberapa detik, tapi mampu membuat aku terperanjat.

Lalu ia pergi menyisakan aku yang kaku dengan keanehan ini.

ONE THING(END)Where stories live. Discover now