Sudden Hug

279 42 7
                                    

"Annalise?" tanyaku lagi pada namja yang berdiri di hadapanku. Menarik, kenapa aku tidak merasa bahwa ia adalah orang asing?

"Oh, kau kemana saja?" tanya namja  itu. "Semua orang mencarimu disini. Dan kau tiba-tiba muncul seperti ini. Dengan seragam sekolah yang aneh, dan...siapa dia?"

Namja itu menunjuk ke arah Jimin yang berdiri di sampingku. Ia merentangkan tangan kanannya ke depan tubuhku, agar namja  itu tidak lagi menyentuhku, mungkin.

"Ah, dia?" gumamku sambil melirik wajah Jimin. "Dia..."

"Aku rasa kau salah orang," kata Jimin tiba-tiba. "Dia bukan Annalise. Dia benar-benar bukan orang yang kau maksud. Kami akan segera pergi dari sini,"

Jimin menarik lenganku, berusaha membawaku kembali ke pohon besar. Tetapi, aku masih penasaran. Aku menoleh, namja itu berdecak heran dan mengulurkan tangan ke arahku.

"Jimin ah," kataku. "Aku penasaran dengannya. Bukankah lebih baik, kita mendengar dulu apa yang ia katakan tentangku,"

"Tentangmu?" tanya Jimin. "Kau bukan Annalise, oh? Sadarlah!"

Benar, aku bukan Annalise, tetapi, kenapa ia memanggilku seperti itu? Apakah ada sosok yang memiliki wajah sepertiku disini. Dan ini bukan mimpi, seperti yang biasa kualami. Jimin, dia juga mendengarnya. Disini memang ada Annalise, ini bukan mimpi.

"Kau mau pergi lagi?" tanya namja itu dengan setengah berteriak. Aku menghentikan langkah, menarik lenganku dari Jimin. "Aku tahu kau masih sedih dengan kematian Grandma mu, tapi, tidakkah kau memikirkan semua orang, Annalise?"

Grams. Dia tahu soal nenek yang meninggal karena kecelakaan itu? Jadi semua ini memang berkaitan? Hah, aku tidak boleh pergi dari sini. Aku harus mencari tahu.

"Alice," bisik Jimin. Ia menyentak tubuhku. Aku menggeleng padanya. Aku sungguh ingin tahu kebenaran dibalik seluruh kejadian aneh yang kualami belakangan ini.

"Kau tahu Grams meninggal?" tanyaku ragu. Namja itu mengerutkan kening, seolah bingung dengan pertanyaanku. Lalu ia mengangguk.

"Kajima," katanya lagi. "Semua orang khawatir padamu. Kemarilah, aku sudah menelpon ni namchin,"

"Namchin?" tanyaku. Aku melirik ponsel yang berkilat di tangannya. Ponsel yang sama denganku, tetapi ponselku dan Jimin tidak mendapatkan jaringan disini. Sesungguhnya, ini dunia apa?

"Sepertinya ada yang salah dengan otakmu," katanya lagi. Ia mendekatiku dan menyentuh keningku. "Kau ingat padaku? Aku, Jungkook. Jeon Jungkook,"

"Sudah kubilang, kau salah orang!" teriak Jimin.

"Jimin ah, sebentar," kataku tenang. Jimin terlihat semakin frustasi padaku.

Aku menoleh ke arah jalan sangat mendenger deru suara mobil. Apa lagi ini? Sebuah mobil berwarna perak mendarat tiba-tiba disana dengan suara decit ban yang keras. Jungkook melangkah ke samping, memberiku pandangan pada seorang namja yang baru turun dari mobil itu.

"Nugu..." gumamku terhenti saat tiba-tiba namja itu memeluk tubuhku. Aaahh! Apa ini? Ia memelukku tanpa permisi. Kurasakan pelukannya semakin erat. Aku mengepalkan tanganku, menahan gejolak aneh yang mengalir di sekujur tubuhku. Apa ini? Sungguh ini momen yang aneh. Biasanya, aku tidak pernah suka saat Jimin menyentuhku, apalagi memelukku seperti ini. Tetapi sekarang, namja asing ini tengah memelukku. Aku tak bisa, tak ingin menolaknya. Aku merasa nyaman disini. Di pelukannya yang hangat.

"Sepertinya dia tidak ingat apapun, Hyung," kata Jungkook.

"Gwenchana," kata namja yang kini melepas pelukannya dariku. Ia membelai wajahku dengan ujung jemarinya. Seluruh tubuhku merasakan gemuruh aneh, aku gugup, aku sesak nafas, detak jantungku meningkat dua tiga kali. Wajahku benar-benar terasa panas. Dia sangat tampan. Dan cara menatapku, menunjukkan ekspresi kekhawatiran yang mutlak. Sama seperti ekspresi Jimin.

Alice In The Weird LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang