Penasaran

3.3K 282 14
                                    

Jane pov

Sesuai rencana, aku dan Wildan akhirnya berangkat setelah hari sudah mulai gelap.

Lengkap dengan tas berisi sepatu dan lain-lain untuk digunakan nanti, kami berjalan menaiki tangga manual karena ruangannya berada dilantai atas.

Dentuman musik remix mengisi ruangan ini. Aku tidak begitu menyukainya karena terlalu berisik, namun lumayan dari pada tidak sama sekali. Akan aneh jika ruangan ini sepi.

Benar kata Wildan, hanya ada beberapa orang saja diruangan ini. Empat pria dengan ukuran badan yang berbeda. Satu diantaranya memiliki badan dengan otot yang proporsional.

Kami menghampiri seseorang, tubuhnya yang atletis sepertinya mampu menarik pelanggan khususnya perempuan, aku rasa dialah yang bertugas menjaga tempat ini sekaligus menjadi instrukturnya.

"Hey bang. Kenalin ini temen gue. Jannine." Wildan mulai mengenalkanku padanya.

Dia tersenyum padaku dan mengulurkan tangannya.

"Chris."

Aku pun membalas jabatan tangannya, Seraya tersenyum.

"Jane."

Setelah itu, dengan ramah ia mempersilahkan kami. Lalu dia berpesan jika ada yang dibutuhkan tinggal panggil saja.

Aku dan Wildan berjalan menuju tempat duduk yang disediakan tempat ini. Loker besi berdiri berjajar di sampingnya.

Saat aku sedang menggunakan sepatu, Wildan menyenggol lenganku berkali-kali.

"Apaan sih, Cong?" Dengusku kesal. Ia menunjuk-nunjukkan sesuatu dengan dagunya.

"Liat sebelah sana."

Aku pun berpaling mengikuti arahannya.

Kesan pertama saat aku melihatnya ialah 'Cantik'.

Perempuan yang sedang membicarakan sesuatu dengan bang Chris itu, nampak tak asing bagiku.

"Itu cewek yang kemaren, nyet. Cakep banget. Apalagi pake pakaian gitu. Seksi gila."

Ujarnya menjawab pertanyaan didalam benakku.

Perempuan itu mengenakan kaos ketat yang memperlihatkan lekuk tubuh, dengan celana training selutut yang pas membalut kaki jenjangnya. Rambut yang ia ikat tinggi dibelakang membuat leher putihnya terekspos, dan itu memang menambah kesan seksi tersendiri.

Tanpa merespon perkataannya tadi, aku berjalan menuju barisan mesin treadmill.

Entahlah, hatiku berdegup tidak normal sejak memandangnya. What's wrong with me?

Disetiap sisi ruangan ini adalah cermin. Aku dengan leluasa memperhatikan sekitarku.

Aku mulai menekan tombol power. Dengan kecepatan sedang aku berjalan santai.

Dinding berupa cermin yang berada di depan, aku bisa melihat pantulan perempuan itu. Pipinya yang terlihat berisi namun dengan porsi pas, justru semakin menambah kecantikannya.

Dia berjalan menghampiri tempat dimana Wildan berada. Lalu mulai memasukkan tasnya ke dalam loker kemudian mengambil sesuatu dari dalam sana.

Ku perhatikan Wildan nampak sibuk dengan tali sepatunya. Pasti dia mulai salah tingkah saat ini. Aku hanya bisa tersenyum geli melihatnya.

Perempuan itu kini berjalan kemari.

Oh tidak.

Segera ku palingkan pandanganku dan menatap lurus melihat pantulan diriku sendiri.

JANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang