Jessi pov
"Eh.. kok aku?" Aku bertanya dengan telunjuk mengarah ke dagu.
"Gapapa kan Om Tarik, kalo Jessi nginep ditempat aku?" tanyanya dengan wajah melasnya. Mata itu, aku tidak suka saat ia menatap orang-orang di sekelilingku.
"Oh tentu saja Om tidak keberatan, Sil. Kami akan senang kalau kalian bisa dekat." Katanya lalu melirik Om Lubis. Kenapa Papa bilang begitu si? Dia pasti tidak menyadari muka yang sudah sedari tadi ku tekuk ini.
***
"Hey.. kok diem aja sih?" Tanyanya sesekali melirikku. Ia masih fokus dengan stirnya.Aku memang sedari tadi diam, tidak habis pikir karena ajakannya untuk aku menginap ditempatnya.
"Ibu ngapain si ngajak aku nginep segala, kita kan baru kenal!?" Kedua tanganku kini terlipat didepan dada. Ku tatap orang disampingku dengan tatapan mengintimidasi.
Ia sejenak mengambil nafas panjang sebelum akhirnya menjawab pertanyaan ku.
"Pertama, jangan panggil aku 'ibu' karena ini bukan dilingkungan kampus. Kedua, panggil aku 'kakak' karena aku 2 tahun diatas kamu. Dan ketigaaa, orang tua kita itu sahabatan udah lama, dan aku cuma pengen liat mereka bahagia dengan kedekatan anak-anak mereka." Terangnya panjang lebar, tatapannya kini menunjukkan keseriusan.
"Kalo kamu gak suka sama aku, seenggaknya jangan tunjukin itu didepan orang tua kita, aku gak mau buat mereka sedih." Lanjutnya menatapku teduh.
Ok, fine. Aku pun tak ingin mengecewakan Papa dan Om Lubis hanya karena masalah ini.
Mobil ini mulai memasuki halaman parkir dengan gedung tinggi diatasnya.
Kami pun keluar dari mobil tanpa berbicara. Aku mengikutinya berjalan menuju lift. Ditekannya angka 5 dijajaran tombol.
Sesampainya diatas, kami hanya berjalan melewati 5 pintu kamar dari lift dan kini ia mulai membuka kunci pintu dengan nomor 555.
Aku masih terdiam dan melirik kearah dalam ruangan.
"Jess kenapa diem, masuk sini!" ia menarik tanganku pelan.
Kesan pertama yang aku dapat saat memasuki kamar ini, Rapi. Harus ku akui ia pandai menata ruangan.
"Ibu udah lama tinggal disini?" Tanyaku yang masih melihat-lihat sekitar.
"Jessi... Kamu hanya boleh panggil aku 'ibu' disekitar kampus aja, ngerti?" Aku pun mengangguk.
"Iya, Kak."
"Good girl." Ia tersenyum lalu mengacak rambutku dan berjalan menuju kulkas.
Kak Sisil mengambil 2 kaleng soda dan kembali menghampiriku.
"Ngobrolnya sambil duduk yuk?!" Ia menuntunku ke sofa.
"Papah yang beliin apartemen ini sepulang dari Jerman. Jadi... Aku disini baru 1 bulan." Cewek di depanku menenggak minuman kalengnya. Kemudian menatapku.
Tatapannya beda jika dibandingkan saat kami masih berada di restoran. Seperti kosong dan hampa.
Ah aku baru teringat. Dia pasti sangat merindukan mamanya. Rasa yang membelenggu itu aku sangat paham, karena aku pun selalu merindukan sosok yang kini sudah tenang dialamnya.
"Tidur yuk. Udah malem." Ajalnya seraya berdiri dari tempat duduk.
"Kakak duluan aja, ntar aku nyusul."
"Ok." Dia pun berlalu.
Aku merogoh tas dan kuambil handphone. Sekedar mengirimi pesan 'selamat malam' untuk kekasihku. Setelah itu aku pun menyusul kak Sisil ke kamar.

KAMU SEDANG MEMBACA
JANE
Fiksi UmumKetika seseorang yang baru kamu kenal, tiba-tiba menarikmu jauh dari kehidupan yang sudah sedari dulu kau jalani. Dia membawamu untuk merasakan hal-hal baru, bahagia, menyenangkan, sakit dan menyedihkan. Main Cast: -Jannine Weigel (Jane) -Jessica Mi...