Janji

2.6K 270 13
                                    


Jane pov

Seiring berjalannya waktu kami semakin dekat. Aku pun tak lagi menyembunyikan sifat asliku yang tengil dan kadang berisik. Dia hanya tertawa sinis saat pertama kali aku menunjukkannya.

Sekitar dua bulan aku selalu bersamanya, pergi ke tempat gym, nonton film, atau sekedar belanja ke supermarket. Sampai-sampai Wildan pun terkadang merasa cemburu karena aku tak lagi sesering dulu menghabiskan waktu dengannya.

Awalnya Wildan kesal karena aku tak menceritakan sebelumnya, bahwa aku telah mengenal Jessi lebih dulu. Tapi lama-lama ia mengerti bahwa aku harus membuka hatiku untuk orang lain agar tak selalu bergantung padanya.

Saat ini kami bertiga tengah menunggu Dinda disalah satu bioskop. Kami tidak ada niat untuk menonton awalnya. Itu terjadi karena Jessi yang memintaku menjemputnya dikampus, lalu kami tidak sengaja berpapasan dengan Wildan saat sedang berjalan menuju parkiran. Dinda yang merasa bosan karena dirumah sendirian mengajak Wildan untuk hangout, kemudian Wildan menawarkan kami untuk bergabung dalam kencannya saat ini.

"Hai." Seru Dinda sambil melambaikan tangan sesaat diambang pintu masuk.

"Sorry ya lama, jalanan macet banget, kalian tau lah Jakarta. Haha." Ujarnya mencoba membuat suasana menjadi hidup. Itulah Dinda.

"Oh ya Din, kenalin ini Jessica. Dia satu kampus logh sama yayang Lo itu. Hihi." Aku memperkenalkan Jessi pada Dinda.

Wildan hanya menatapku tajam. Aku terkekeh melihatnya. Aku tahu ia tidak ingin Dinda salah paham.

"Hai, Jess." Dinda mengulurkan tangannya.

"Long time no see." Lanjutnya seraya tersenyum.

Aku dan Wildan mengernyitkan dahi mendengarkan perkataan Dinda. Kemudian aku beralih menatap Jessi, wajahnya nampak datar tak begitu menanggapi lawan bicara didepannya.

Jessi terlihat tidak nyaman saat berjabat tangan bersama Dinda. Dia terlihat cepat-cepat melepaskannya.

"Jadi siapa yang mau pilih filmnya?"  Wildan pun nampaknya dapat membaca situasi awkward ini.

"Lo pilih aja, Dan. Kita sih ngikut." Jessi merangkul lenganku dengan erat. Aku tahu kebiasaannya, dia akan menggenggam tanganku disaat ia mulai merasa gelisah. Seperti dulu saat Nando masuk rumah sakit karena terserempet motor.

Tapi sedari tadi dia baik-baik saja sebelum Dinda datang. Apa mungkin ini ada kaitannya dengan apa yang aku lihat tadi?

Film akan dimulai 30 menit dari sekarang, kami memutuskan untuk duduk-duduk saja setelah membeli beberapa Snack dan minuman di konter.

"Jane, aku ketoilet dulu ya." Jessi berdiri lalu pergi tanpa menunggu jawabanku. Tidak biasanya dia seperti ini. Sedari tadi pun dia lebih banyak diam.

"Din, Dan, gue ke toilet juga ya. Kalo udah mulai, masuk dulu aja." Wildan mengangguk. sedangkan Dinda, entah hanya perasaanku mungkin, tapi aku melihat dia tersenyum sinis menatap kearah Jessi pergi.

Aku sudah menunggu sekitar sepuluh menit tapi Jessi tidak kunjung keluar.

"Jess, aku tahu kamu didalem. Ini udah 10 menit. Please, aku perlu tau kamu kenapa?" Ku gedor pintunya namun tak begitu keras.

"Aku dateng bulan, Jane. Aku gak bawa pembalut." Mendengar suaranya pelan membuat khawatir ku menguap. Aku kira dia kenapa-kenapa.

"Ini bocah suka banget bikin khawatir."

"Nih aku ada stock satu. Tapi gak ada sayapnya, gapapa kan?" Kurogoh tasku kemudian mengulurkannya keatas.

Setelah beberapa menit ia keluar. Matanya terlihat tidak baik.

JANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang