Ayah pulang.
Yang dapat Celine pikirkan saat ini hanyalah...memohon ampun dari Ayahnya.
Tapi...,
"Kata Ayah, Ayah masih belum ingin ketemu kamu." Dyne menerangkan begitu keluar dari kamar Ayahnya, membuat bahu Celine langsung melemas begitu mendengarnya. "Tapi kamu masuk saja, aku sudah pasang tirai untuk menghalangi wajah kalian."
Celine menurut. Lebih baik berbicara tanpa bertatap wajah daripada tidak sama sekali. Dalam dunia malaikat, tradisi ini dilakukan untuk mendeteksi kejujuran—hanya dengan suaranya saja. Sedangkan jika hanya bertatap wajah, itu untuk mendeteksi kebohongan.
Celine duduk di kursi yang ada ditengah-tengah ruangan. Ruangan Ayahnya tampak berbeda ketika semua sisi kiri-kanannya tertutup oleh tirai. Terakhir Celine melihat keadaan seperti ini adalah saat dia masih berusia sepuluh tahun dan Charlos menantang Ayahnya untuk melakukan deteksi kejujuran. Deteksi kejujuran tentang Charlos yang akan menjaga Celine dengan sepenuh hati. Meskipun Ayahnya tahu tentang ketulusan hati Charlos, tapi Ayahnya tetap bersikap netral—keputusan tetap ada di tangan Celine.
Dalam hening yang terasa mencekam, Celine bisa mendengar helaan nafas Ayahnya dari tirai putih yang ada di depannya. Celine sadar tak sadar pun merasa gugup seketika, ada semacam rasa salut ke Charlos saat dia berhasil menyelesaikan deteksi kejujuran dengan nilai sempurna dulu.
"Celine..."
Celine memutuskan untuk menjawab, meskipun gugup. "Ya, Ayah?"
"Siapa lelaki itu?"
Rupanya, dugaannya memang benar—atau mungkin Celine harus mengatakan bahwa rata-rata orang selalu mempertanyakan tentang Arville, sampai-sampai Celine tak perlu menebak-nebak lagi apa yang ingin mereka bicarakan.
"Namanya Arville, dia..., teman sekelas Celine..."
"Hanya teman?"
Celine terbungkam untuk beberapa saat, lalu meyakinkan dirinya untuk menjawab dari apa yang dipikirkannya selama ini. "Kami hanya teman. Tapi Celine...punya perasaan kepadanya."
"...Kamu mencintai manusia?"
"Hanya Arville." Balasnya singkat. Celine merasakan keheningan kembali begitu dia mengucapkan itu. "Ayah?"
"Lalu, kamu berencana untuk meninggalkan dunia malaikat dan mencari cara agar menjadi manusia?" Tanya Ayahnya dengan nada tertahan.
"Tidak, Yah." Sanggah Celine dengan cepat. "Aku tidak ingin meninggalkan kalian, jadi aku tidak mungkin menjadi manusia. Aku menyukai Arville, tapi aku tahu tidak semua cerita harus berakhir bahagia, apalagi kisah seperti ini. Celine janji akan...melupakan Arville dalam waktu dekat, Celine tidak akan meminta kenangan itu kembali, karena Celine sudah berjanji tak akan menyesali apapun. Arville sudah selamat, dan hanya itu yang Celine mau."
"Deteksi kejujuran tidak terasa," Balas Ayahnya sambil menghela nafas, membuat Celine membeku di tempatnya. "Kamu anak Ayah. Ayah tahu apa yang kamu inginkan. Ayah tahu, bukan itu yang kamu inginkan. Ayah melihat langsung bagaimana kamu masih mendukungnya disaat semua orang bahkan sudah tidak lagi mendukungmu."
Selama semenit, Celine dan Ayahnya terdiam satu sama lain. Celine diam karena terlalu lama mencerna kata-kata yang dilontarkan Ayahnya.
Apa Ayahnya... sedang mengatakan bahwa dia mendukungnya?
"Yang Ayah pikirkan saat itu hanya...itu." Ayahnya berdeham. "Kalau bukan Ayah yang mendukungmu, siapa lagi yang akan melakukannya? Kalau Ibu dan Dyne tidak mendukungmu bagaimana? Kalau semua malaikat tidak mendukungmu bagaimana? Ayah bersedia menjadi orang pertama yang mengajukan diri untuk mendukungmu melakukan kesalahan, Celine. Meskipun disaat hanya Ayah yang melakukannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Memories [Telah Diterbitkan]
Fantasy[Fantasy & (Minor)Romance] Kalau saja Celine bukanlah malaikat, Kalau saja malaikat dan manusia diperbolehkan bersama, Kalau saja malaikat dan manusia diperbolehkan saling mencintai, Kalau saja Arville bukanlah manusia, ...