[-22]. Celine dan Ketidakmungkinan

11.3K 1.3K 30
                                    

Hujan.

Hujan lagi.

Celine meratapi hujan dari langit dengan tatapan datar. Hari ini dia juga tidak membawa payung, hebat sekali. Padahal beberapa menit yang lalu, Celine sudah bersiap-siap hendak pulang. Tiba-tiba saja hujan menguyur dunia bawah langit, tanpa suara guntur, tanpa cahaya kilat yang memanjang, tanpa gerimis, tanpa kode.

Celine mendesis.

Entah apa salahnya sampai dia dikurung ditengah hujan. Lagi.

"Kak Celine?" Alea mengernyitkan kening. "Kakak belum pulang ya?" Lalu mata Alea mengedar di sekitar tempat, mencari-cari sesuatu di dalam kerumunan. "Kak Arville mana?"

Celine hanya mengendikan bahunya sambil berdecak dalam hati, Nyapa cuman buat nanyain Arville? Dasar.

"Kak ...," Celine menoleh ke Alea yang nampak memandang langit. "Kakak pernah dengar cerita tentang kisah tujuh bidadari nggak, sih?"

Celine hanya bisa terbungkam. Topik yang disuguhkan Alea terlalu tiba-tiba.

"Tujuh bidadarinya selalu turun ke bumi kalau lagi hujan, dan mereka akan kembali ke khayangan setelah hujan selesai. Orang-orang biasanya melihat mereka dalam wujud pelangi."

"Itu kan hanya legenda." Ucap Celine. "Atau kamu percaya hal-hal yang begituan?"

Alea mengangguk semangat, matanya masih menatap langit. "Tentu saja! Kakak pasti nggak bakal percaya, saat aku kecil dulu, aku pernah melihat yang seperti itu, lho!"

DEG!

"B-benarkah?"

Alea mengangguk semangat, tatapannya tampak serius. "Iya, pas di pemakaman family-ku dulu." ujarnya. "Dia punya sayap hitam." Gumam Alea yang membuat Celine terpaku di tempatnya.

"Lalu ..., apa yang terjadi?"

Alea mengendikan bahunya. "Yah begitu, setelah itu sosok itu menghilang. Sampai sekarang aku nggak pernah lagi tuh, lihat wujudnya."

Celine meratap lantai semen yang basah terkena hujan di depannya. Seharusnya jika Alea melihat malaikat kematian dan dia memberi persepsi bahwa sosok itu adalah sosok malaikat, ingatannya tentang kejadian itu akan segera dicabut. Tapi sepertinya ..., malaikat pengawas tak menyadari hal itu?

Pulang nanti, mungkin dia harus menanyakan ini pada Ibunya.

*

Celine tidak menduga bahwa kini dia harus berada di bawah satu payung yang sama dengan Arville. Setelah percakapannya dengan Alea tadi, Arville yang tiba-tiba muncul membawa payung pun dibujuk oleh Alea untuk mengantarkannya pulang. Arville menyanggupinya—tanpa berkata apapun ke Celine yang membuat Celine mendesis kesal setengah mati. Tapi tak diduganya, Arville kembali setelah mengantar Alea dan tanpa ragu mengatakan,

"Cel, yuk."

Padahal kan dia belum bertanya apa aku mau diantarkan olehnya atau tidak, gerutu Celine dalam diam. Harusnya dia tahu, Arville sama sekali tidak malu-malu dan segan saat bersamanya.

Mengingat itu membuat Celine panas sendiri.

"Cel, rumahmu di mana?"

Celine terlonjak. Dia belum pernah sekalipun memberikan alamat rumahnya kepada siapapun. Bahkan admin yang mendapat alamat rumahnya pun diminta untuk tidak asal membocorkan alamat rumahnya. Celine panik saat tiba-tiba saja dia merasakan langkah Arville berhenti—dan mau tak mau dia juga harus berhenti agar tidak terkena hujan.

"Cel?"

"Uhm," Celine mengusap tengkuknya. "Kayaknya ..., aku lari saja deh dari sini. Kamu pulang saja."

Arville mengernyitkan kening. "Kalau kamu demam gimana?"

Celine memang belum pernah merasakan apa yang namanya demam. Tapi Celine pernah mendengar dari Diana kalau suhu tubuh mereka akan panas. Entahlah, Celine tak terlalu mengerti hal-hal yang begituan.

"Nggak bakal. Rumahku udah dekat kok, beneran."

"Kalau begitu kuantar."

Tidak mungkin!, jerit Celine histeris sendiri dalam hati. "Kamu pulang aja, Ville." Sayap lepek atau lepas beberapa helai saja nggak bakal jadi masalah, tambahnya dalam hati.

"Kalau begitu ...," Arville mengulurkan tangannya ke Celine, menyerahkan payung itu tepat di depan Celine sehingga membuat seluruh payung itu berada di atas Celine. "Kamu pulang saja. Jangan lari, kamu bisa tergelincir."

Mata Celine terbelalak. "Nggak usah, yaampun! Kamu belajar lindungin diri saja deh, aku nggak bakal sakit." Celine berbalik memunggungi Arville. "Sudah ya, aku duluan. Aku nggak bakal tergelincir."

Arville hanya diam memperhatikan punggung Celine yang semakin menjauh.

Dan entah mengapa firasatnya mengatakan bahwa jarak mereka berdua akan semakin—jauh.

*

"Ingatan yang tidak dicabut meskipun dia tahu kalau sosok itu malaikat?" Ibunya tertawa geli. "Kamu tidak tahu kalau manusia yang usianya masih kecil, ingatannya tidak akan di cabut."

"Kenapa begitu?" Tanya Celine mengernyitkan kening.

"Karena keseimbangan dunia akan tetap aman." Sambung Ibunya.

Dyne menyambung dari samping Celine. "Tapi setahuku anak kecil tidak pernah berbohong."

"Ya, dan ucapan tidak masuk akal mereka tidak pernah didengar," Ibunya membalas. "Mungkin mereka akan tumbuh besar seiring waktu dengan ingatan itu, tapi jika lama kelamaan mereka tak lagi melihatnya, mereka pasti akan melupakannya."

Ibunya kembali berbicara. "Sama seperti manusia yang tidak lama berjumpa temannya dalam waktu lama. Mereka akan kembali mengingatnya jika bertemu kembali dengan orangnya." Dia melirik Celine. "Kalau orang itu bertemu 'lagi' dengan malaikat, ingatan mereka dipastikan akan kembali. Dan disaat yang sama, malaikat pengawas akan datang mencabut ingatannya."

"Mengerikan sekali!" Pekik Dyne tertawa konyol. "Tidak akan ada malaikat yang dengan cerobohnya menunjukan dirinya di depan manusia, kan?"

Dyne tidak tahu kalau kakaknya kini merasa tertohok dengan ucapannya itu.

"Karena itu, kita harus hati-hati." Ibunya kembali menasehati anak-anaknya dengan kalimat yang sering diucapkannya sejak mereka kecil dulu.

"Ibu," Meski suara Celine begitu kecil, tapi Ibunya masih bisa mendengarkannya. Kepalanya menoleh ke Celine yang masih menundukan kepalanya, memainkan jari-jarinya. "Apa—pernah ada kasus dimana manusia mencintai malaikat atau sebaliknya?"

Mendengar itu wajah Ibunya memucat pasi. Matanya menerjap beberapa kali sebelum akhirnya ia memberanikan diri bertanya dengan hati-hati. "Celine ..., apa kamu menyukai seorang manusia?"

Celine menggelengkan kepalanya dengan cepat, tidak ingin Ibunya curiga dengannya. Untung saja saat itu Dyne ada di sana saat itu. Meski tak menyadarinya, sebenarnya Dyne telah menyelamatkan Celine.

"Temanku juga banyak kok yang suka padaku." Celetuknya tanpa dosa.

Ibunya menghela nafas dikarenanya, nampak lega karena beberapa alasan yang pasti. "Itu karena mereka tidak tahu kalau kita ini malaikat. Kalau mereka tahu, mereka tidak akan mencintai malaikat itu. Sebab ingatannya pastilah sudah dicabut oleh malaikat pengawas."

"Tapi kan-"

Ucapan Dyne dipotong begitu saja. "Dalam sejarah, Ibu belum pernah mendengarkan cerita tentang malaikat dan manusia yang jatuh cinta—sebenarnya. Dan kalaupun ada, Ibu tidak yakin mereka bisa bersatu."

Celine menengak ludah tanpa disadarinya. "Berarti—itu mustahil?"

"Sangat, Celine."

***TBC***

29 Juli 2016, Jumat.

A.N

-

C I N D Y A N A

The Lost Memories [Telah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang