Semenjak itulah, Arville hampir tidak pernah absen mengunjungi lantai tiga. Celine yang mempunyai kebiasaan yang sama pun membuat pertemuan mereka berdua sering terjadi setiap pergantian hari.
Celine sebenarnya tidak pernah menganggap Arville sebagai penganggu. Arville juga tidak pernah berbicara dengannya setiap mereka bersitatap di lantai tiga. Keduanya berdiam diri di area mereka masing-masing.
Sejak itu, Celine tidak pernah menggunakan tangga kedua lagi. Celine lebih memilih untuk menggunakan tangga pertama, agar dia tidak punya kemungkinan untuk satu tempat dengan Arville. Arville masih menggunakan tangga kedua, lelaki itu bahkan tidak tahu bahwa Celine mencoba menghindar darinya. Sebisa mungkin Celine berjuang agar mereka tidak bertemu di lantai tiga.
Kebiasaan menari yang sering dilakukan oleh Celine dulu pun direndam olehnya begitu saja. Ruang geraknya sedikit jika ada manusia di sini. Maka berhentilah sejenak hobi itu jika ia berada di area sekolah, membuat Celine terkadang merasa sesak menahannya.
Celine tidak bisa membuka sayapnya di dalam bilik kamar mandi. Sebab ukuran sayapnya tidak bisa dikatakan cukup kecil. Sayapnya akan bersinggungan dengan dinding, bulu putihnya akan rontok dan membuat lantai bilik dipenuhi oleh bulu putih.
Lantai tiga yang menjadi perlariannya sudah dijajah setengah bagian oleh seorang manusia.
"Mengapa wajahmu akhir-akhir ini kusut begitu?" tanya Ayu saat melihat wajah Celine yang cemberut seperti baju kusut yang tak disetrika.
Setelah berteman dengan Ayu selama beberapa bulan ini membuat Celine tersadar akan beberapa hal. Ayu adalah sosok teman yang peka dan begitu cepat menyadari masalah oranglain. Terbalik dengan Diana yang tidak peka sama sekali.
"Enggak," jawab Celine setengah berdengus. Ingin sekali diubahnya ekspresinya agar Ayu tak lagi bertanya banyak, namun emosinya yang meluap-luap tak bisa mengalahkan keinginannya itu.
"Apanya yang enggak? Orang wajahmu iya gitu."
Diana ikut melihat wajah Celine yang masam dan hanya bisa diam, menunggu jawaban dari Celine yang terus saja menyanggah kebenaran itu sedaritadi.
"Arville," gumamnya.
"Arville?" Diana mengelus dagunya. "Dia teman sekelasku. Darimana kamu mengenalnya?"
Celine tidak menjawab. Pandangannya kosong dan tatapannya lurus. Ekspresinya masih terlihat sama-cemberut dan emosi meluap-luap.
"Tidak ada. Aku tidak mengenalnya," balas Celine judes. Celine meninggalkan kelas dengan langkah menghentak-hentak layaknya raksasa. Sedangkan Ayu dan Diana saling menautkan alis mereka bingung.
*
Arville mungkin boleh dikatakan 'lumayan terkenal' di angkatan mereka. Siapapun pasti mengenalnya, salah satu pemain futsal sekolah yang terpilih dari berkali-kali seleksi yang dilakukan bulan lalu.
Tapi berbeda dengan para pemain futsal lainnya, Arville tidak banyak bicara. Sebagian besar orang memandang Arville sebagai sosok yang bijaksana. Sekali berkata, ucapannya adalah hal yang bermanfaat. Meskipun demikian, Arville tetap saja sama seperti temannya yang lain. Dia tetaplah seorang bocah SMP yang tengah dalam masa 'gila-gilaan'nya.
Mood booster kelas 7-2 sebagian besar adalah anak futsal. Tetapi Arville tidak masuk di antaranya.
Lelaki itu memang tenang, orangnya kalem dan dia adalah pendengar yang baik. Mungkin banyak gadis yang menyimpan hati diam-diam padanya. Mereka tahu, jika mereka 'menyatakan perasaan' mereka kepada Arville, Arville pasti akan menolak mereka dengan sopan. Atau mungkin, kebanyakan gadis lebih menyukai lelaki bertipe bad boy macam Dony atau Leon.
![](https://img.wattpad.com/cover/75901770-288-k990769.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Memories [Telah Diterbitkan]
Fantasy[Fantasy & (Minor)Romance] Kalau saja Celine bukanlah malaikat, Kalau saja malaikat dan manusia diperbolehkan bersama, Kalau saja malaikat dan manusia diperbolehkan saling mencintai, Kalau saja Arville bukanlah manusia, ...