Apakah kalian pernah merasakan hal yang sama seperti Celine? Dimana saat seseorang tidak terlihat dan kalian menyadari bahwa orang itu tidak ada? Saat kalian sebenarnya mencari-cari keberadaan orang itu dan ternyata orang itu tidak berada disana?
Celine berharap itu bukanlah perbuatan yang salah, sebab kini dia tengah melakukan hal itu, membuatnya tampak seperti orang bodoh.
Matanya liar terus mencari keberadaan Arville dari tempat tersembunyi yang bisa dipikirkannya.
Arville belum tampak, sepertinya belum datang. Sebab Celine juga tidak melihat tasnya saat dia melewati kelasnya tadi. Padahal biasanya Arville selalu datang pagi-pagi. Arville juga tidak berada di lapangan atau perpustakaan. Dia juga tidak ada di lantai tiga atau di kantin.
Celine ingin bertanya ke Diana, tapi rasa gengsinya memenangkan rasa penasarannya. Meski rasa penasarannya menjulang tinggi, tetap saja dia mencoba merendahkannya. Celine punya sifat penyabar, Celine tinggal menunggu waktu sampai jam istirahat pertama, dimana papan absensi di dekat mading ditulis oleh sekretaris 8-2.
Jika nama Arville tertulis di sana, berarti Arville tidak masuk sekolah. Entah dalam status alpha, izin atau sakit.
Dalam hati Celine, berbagai prasangka dan pemikiran buruk keluar begitu saja. Ada bayangan mengenai Arville yang kini tengah sakit karena ulahnya kemarin—yang membuat Arville kehujanan walau sebentar, ada pula berbagai macam ekspetasi buruk tentang kemungkinan Arville kecelakaan di tengah jalan, terjatuh atau diculik.
Ah, sebenarnya dipikir-pikir, Celine sedikit berlebihan juga. Arville tidak sebodoh itu sampai-sampai bisa mengalami hal itu, kan?
Semoga saja apa yang dipikirkan Celine tadi tidak benar-benar menjadi kenyataan.
Disepanjang pelajaran, Celine tak henti-hentinya memikirkan Arville. Ingin rasanya ia keluar dari kelas dan mengecek langsung apakah Arville datang atau tidak, namun keinginan itu ditahan sekuat tenaga.
Ayu yang peka sedaritadi menyadari ketegangan yang terlihat pada Celine. Ayu bingung, apa yang membuat Celine sedemikian tegangnya.
Jam istirahat, sosok Celine sudah menghilang dari peredaran seperti biasanya, namun beberapa menit kemudian dia kembali ke kelas dengan keadaan sudah nampak lega. Ayu sempat berpikir bahwa Celine sebenarnya sedaritadi hendak ke toilet, namun dari arah datangnya Celine, sudah pasti bukan dari toilet.
"Cel, habis darimana sih?"
Celine nampak mencari jawaban, "Habis liat jadwal di papan jadwal."
"Ngapain? Bukannya kamu udah nulis jadwalnya? Jelas-jelas kamu menempelkannya di buku buram-mu."
Celine memutar bola matanya bosan. "Siapa tahu ganti jadwal,"
Kali ini Ayu yang kebingungan. Setahunya pergantian jadwal hanya akan dilakukan enam bulan sekali. Sekarang saja baru sembilan bulan setelah pembelajaran—bulan maret yang pastinya tidak akan mengalami perubahan jadwal sebelum empat bulan mendatang saat kelas delapan nanti.
Entahlah dia yang menyadari hal sesepele itu atau memang Celine yang tidak menyadari kebiasaan sekolah itu. Apalagi Celine adalah murid lama, tidak sepatutnya Celine tidak mengetahui aturan ini.
Baru saja hendak menanyakan hal itu, Diana tiba-tiba saja membuka pintu kelas dengan nampak tergesa-gesa.
"Cel, Arville izin!"
Detik yang sama, Ayu menoleh ke arah Celine dengan cepat, seolah meminta keterangan dari apa yang diucapkan Diana dari Celine.
Namun Celine hanya berlagak santai dan duduk di tempatnya tanpa beban, tak seperti tadi yang tubuhnya terus tegang dan kaku ditempat. "Oooh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Memories [Telah Diterbitkan]
Fantasia[Fantasy & (Minor)Romance] Kalau saja Celine bukanlah malaikat, Kalau saja malaikat dan manusia diperbolehkan bersama, Kalau saja malaikat dan manusia diperbolehkan saling mencintai, Kalau saja Arville bukanlah manusia, ...