Prolog

72 12 10
                                    

"Astaga aku mengantuk!"

Tommy mengusap kedua matanya dengan enggan.
Kedua matanya terasa berat sekali.
Tommy menepuk bantal dan gulingnya,
sejenak.
Kemudian, merebahkan tubuhnya keatas ranjang dengan nyaman.
Perlahan-lahan kedua matanya tertutup dan ia pun menghela nafas dengan tenang.

***

Tommy berjalan dipadang rumput, Dengan alang-alang tinggi menjangkau pinggangnya.
Tommy berputar sejenak dan tersenyum. Ia merasa tempat ini mengasyikkan untuk dijelajahi.
Tommy mulai menyusuri jalan setapak itu dengan senyuman yang merekah.
Ia merasa tempat ini sangat menyenangkan.

"Apa itu disana?"

Ia melihat pohon besar, dengan ranting-ranting berwarna ungu.
Bila ini semua nyata, mana mungkin ada pohon dengan ranting berwarna ungu?
Tommy mengerenyitkan alisnya yang membuat alisnya hampir bersatu.
Tommy terus berlari. Dan sampailah ia didepan pohon besar yang menyerupai pohon ek itu.
Jari-jarinya mulai bergerilya menyentuh batang pohon yang kasar dan besar itu.
Seketika pohon itu bergetar. Dan perlahan kayu pohon itu terkikis dengan sendirinya.
Ukiran itu membentuk huruf-huruf yang berantakan.
Cukup sulit Tommy untuk mengartikannya. Namun ia berhasil pada akhirnya.

"Jangan memegang pohon. Kau melanggar peraturan!"

Tommy terkesima dan segera mengehentikan gerakannya.
Langit, yang pada awalnya berwarna biru indah perlahan menggelap dan semakin menggelap.
Awan menggumpal dan berarak kearahnya.
Tangannya mulai bergemetar ketakutan.
Seketika petir dengan suara gemuruh yang mengejutkan, menyambar dirinya yang masih terperangah, menghadap langit.

Taarrr!

Dirinya tersungkur kebelakang.
Anehnya, bukannya petir yang menyambarnya membuat dirinya pingsan atau bahkan lebih parah. Tetapi, ia sungguh baik-baik saja. Hanya saja,
Suara gemuruh yang nyaring terdengar mengejutkannya.
Tommy mengusap kedua matanya.
Samar-samar ia bisa menangkap dua sosok pria yang sedang melihatnya dengan tersenyum.

***

"Jangan sentuh hidungku! Aku paling benci ketika orang menggangguku saat tidur!!!"

Tommy membuka kedua matanya.
Dan tertegun melihat kedua sosok pria yang sedang tertawa menatapnya.
Tommy berteriak sekeras mungkin.

"Shh! Jangan berisik! Lagipula takkan ada yang mendengarmu juga!"

"Kalian siapa? Kok suara kalian bergema seperti itu sih?"

"Kami peri, masa tidak tahu?"

"Masa bodoh, Kalian mau mengaku peri atau bukan. Tetapi, didunia ini tak ada yang namanya peri atau malaikat."

"Ya! Benar! Kami adalah malaikat..."

Tommy tertawa dan menggaruk-garuk kepalanya sendiri.
Mereka kedua pria itu saling memandang.
Tommy masih tertawa tak tertahankan.

"Jangan mengada-ada deh. Aku tahu kok, Jangan berbohong padaku lagi. Walaupun aku baru berusia 17 tahun."

Mereka tersenyum dan berkata...

"Kalau begitu memang dialah orang yang tepat."

"Apasih yang kalian katakan sebenarnya?"

"Besok kau akan menganggap ini semua adalah mimpi! Tertidurlah!"

Kedua pria itu mengibaskan tangan mereka kearah wajah Tommy. Dan angin itu seperti menyihirnya. Tommy kembali tertidur.

To be continue...

Happy CupidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang