Chapter 8 : Thunder

16 3 3
                                    

"Dulunya aku..."

Tommy segera memotong kata-kata Thunder.

"Tunggu sejenak! Aku ingin buang air kecil dulu!"

Tommy berlarian ke toilet. Meninggalkan Thunder dengan wajah geram.
Sementara Handsome, hanya bisa tersenyum simpul.

"Anak ini, pergi begitu saja. Ia sendiri yang ingin mencari tahu."

"Bersabarlah! Mengalah saja sama bocah itu."

Handsome menenangkan Thunder.

Tommy pun berlari kembali, dan memposisikan dirinya tengkurap.
Seraya memeluk bantal.

"Sudah selesai urusanmu?"

"Sudah."

"Jadi, bisa kita memulainya?"

"Ya!"

Jawab Tommy bersemangat.

"Jadi aku saat itu..."

。。。

Saat itu, Thunder adalah seorang pelajar. Berusia 17 tahun.
Walaupun ia lahir di keluarga yang sulit dalam masalah ekonomi. Tetapi, ia adalah anak yang cerdas.
Bahkan, ia meluangkan sisa waktu senggangnya untuk bekerja keras.

Thunder memiliki kekasih. Orang tua dari gadis yang ia cintai adalah orang yang terhormat.

,,,

Keluarga, kekasih, sahabat, adalah orang-orang terpenting dalam hidupku.
Merekalah yang selalu mendukungku setiap saat.
Bagiku, materi adalah urutan yang terakhir dalam catatanku.
Kebahagiaan tidaklah butuh materi.

Dan, pikiran kekasihku sama seperti aku.
Kami sangatlah cocok.
Apa yang indah baginya, indah bagiku.
Apa yang buruk baginya, buruk bagiku.
Apa yang penting baginya, penting bagiku.

Tiada yang lebih mengerti aku selain dirinya.
Kami sering bersenda gurau bersama.
Kami sering sekali ke pantai yang berada jauh dan sepi.
Terkadang kami sering berbagi pandangan.
Dan, seringkali membicarakan dan berandai-andai tentang masa depan kami.

Hingga suatu saat...
Saat itu aku sedang memainkan gitar seraya bernyanyi, untuknya dengar. Ia pun duduk di sebelahku. Kami sangat menikmati pemandangan matahari terbenam.
Namun, tiba-tiba aku menghentikan petikanku pada gitar itu dan berhenti bernyanyi.
Ia pun menatapku dengan ekspresi bingung.

"Menurutmu... apakah cinta sejati itu ada?"

Tanyaku padanya.
Ia pun tersenyum, yang semakin memperlihatkan sikap dewasanya.
Ya... ia memang lebih dewasa dariku 5 tahun.

"Cinta sejati?"

Ia melempar pandangannya lurus ke depan, kemudian kembali menatapku dengan tatapan yang lembut.
Ia pun terkekeh, seraya rambutnya yang tertiup oleh angin pantai.

"Cinta sejati seperti apa yang kau maksud?"

Tanyanya dengan suara yang lembut.

Aku berpikir sejenak, dan menjawab,

"Ada yang bilang, cinta sejati itu berarti cinta... cinta... yang selamanya cinta."

Ia mengerenyitkan alisnya. Dan terkekeh.

Happy CupidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang