3

155 7 0
                                    

Mereka sampai di rumah pukul sepuluh, Dea melihat dua mobil di garasi. Satu milik Davin, dan satu lagi milik papanya. Itu artinya orangtuanya sudah pulang. Ini akan jadi kejutan besar untuk mereka yang di dalam.

"Kak, Mama sama Mapa udah pulang, itu mobil mereka. Masuk yuk!" Ajak Dea

Arfan mengekor di belakang Dea. Saat Dea membuka pintu, ternyata di dalam sudah ramai padahal hanya bertiga. Mungkin setelah ini, rumahnya akan meledak. Haha tidak, itu terlalu berlebihan.

"Assalamualaikum semuaaa!" Teriak Dea hingga semua orang mengalihkan pandangannya ke arah perempuan berumur 20 tahun itu, Dea yakin Arfan pasti sudah menutup telinganya.

"Deaaa, duh mama kangen sama kamu, Nak!" Teriak Indi tak kalah kencang sambil berlari ke arah Dea dan memelukknya dengan erat.

"Dea bawa tamu?" Tanya Hardi, papa Dea.

"Halo, Om, Tante, Kecap." Sapa Arfan ramah.

Jangan tanya kecap itu siapa, itu panggilan dari Arfan untuk Davin. Sebenarnya bukan Arfan yang membuat panggilan itu, tapi Davin sendiri yang mau dipanggil kecap alias kebo cakep.

Dea melihat ekspresi keluarganya satu-persatu, sesuai dugaannya, mereka pasti terkejut. Davin terpaku di tempatnya sambil membulatkan mata tak percaya, Hardi melihat ke arah Davin, sedangkan Indi sudah melepaskan pelukannya dan melirik Arfan. Kemudian Davin langsung berlari ke arah Arfan dan memeluknya dengan erat.

"Fan, lo kemana aja tiga belas tahun gak ada kabar?!" Pekik Davin heboh.

"Itu serius si Arfan? Aduh tante kangen banget sama kamu Fan! Davin minggir deh, mama juga mau meluk Arfan!" Indi berebut ingin memeluk Arfan, sementara Dea tercengang melihat tingkah mereka.

"Aku juga kangen sama keluarga ini. Cap lepasin, gue gak mau dikatain maho."

"Jijik banget sih lo! Gue juga pilih-pilih kalo mau homoan!"

"Heh! Davin kok ngomongnya begitu? Mama gak mau punya anak kayak kamu kalau sampai kamu beneran homo!" tegas Indi.

Mereka semua tertawa, kecuali Davin yang melotot mendengar ucapan mamanya. Dea yakin setelah ini pasti mamanya mengintrogasi Arfan dengan berbagai pertanyaan. Maklum, meski Indi sudah ibu-ibu tapi kadar keponya sangat tinggi.

>>><<<

Dea's POV

Benar kan apa kataku, terbukti sudah 3 jam kak Arfan diintrogasi oleh Mama! Sampai aku sudah selesai mandi pun, introgasi Mama belum selesai juga. Duh, kenapa Mamaku jadi lebih cerewet ya? Kan kasihan Kak Arfan, aku tahu dia pasti lelah menjawab pertanyaan dari Mama. Kami bertiga--aku, Bang Davin, dan Papa--saja sampai mengantuk, bagai menonton reality show dan Mama yang jadi hostnya. Membosankan. Ups maaf, Ma.

"Mama, wawancaranya kapan selesai? Aku yakin Kak Arfan udah capek jawab pertanyaan Mama." Sindirku halus.

"Nggak kok Dey, justru aku seneng masih diterima di sini padahal udah bertahun-tahun gak ketemu."

"Duh kamu jangan gitu Fan, kamu selalu diterima disini. Anak tante jadi 3 lagi deh." Ujar Mama kegirangan.

"Anaknya boleh tiga, asal sayangnya tetap sama papa." Goda Papa.

"Duh kalau untuk itu maaf ya, Pa. Hari ini sayangnya Mama cuma buat Arfan." Ujar Mama sambil memeluk kak Arfan.

"GAK BISA!" protes kami bertiga.

Mama dan Kak Arfan tertawa dengan sangat keras. Beginilah kami kalau sudah berkumpul, tidak bisa kalau tidak heboh. Mama dan Papa sudah menganggap Kak Arfan seperti anak mereka sendiri karena dulu kami--aku, Bang Davin, Kak Arfan--sangat dekat, bahkan sudah seperti saudara.

Love and LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang