2

90 13 0
                                    

Awan yang semula gelap keabuan, cuaca yang semula dingin oleh hujan lebat dan tiupan angin, pagi ini seakan tertutupi oleh sejuk dan teriknya mentari pagi ditambah dengan keceriaan Deva pagi ini, walaupun penat dan pedih sesungguhnya masih sangat menyelimuti hatinya, namun entah mengapa hal itu tak ingin ia tunjukan pada pria tercintanya.

"Selamat pagi sayang, hei Radit"

Suara dan sinar mentari yang masuk membuat Radit dengan perlahan mencoba membuka kedua matanya, walau lelah dan kantuk masih menyelimuti tubuhnya. Terlihat samar-samar sosok gadis tengah tersenyum manis memperhatikan juga menunggu Radit membuka lebar kedua matanya, dengan wajah yang ditopang oleh kedua telapak tangannya, gadis itu, Deva masih saja tersenyum manis kepada Radit, namun radit masih mencoba menyadarkan dirinya sebelum akhirnya menyadari sosok gadis di hadapannya kini.

"Hah Deva- khmm kamu udah bangun?"

Radit benar-benar sudah terkumpul kesadarannya, dengan sigap Radit mengubah posisinya yang semula terbaring kini menjadi terduduk. Deva masih saja tersenyum manis ke arah Radit.

"Selamat pagi Deva"

"Pagi Radit, ini-

"Apa ini?"

"Kopi buat kamu, sama ini aku bikinin mie goreng buat sarapan kamu. Ayo makan, mau aku suapin?iya?"

"tunggu-tunggu, hmm makasih ya kamu baik"

"Ayo aaaaa"

"khhmm aku mau tanya"

Kalimat Radit barusan membuat Deva yang semula selalu tersenyum disetiap kata bersama Radit kini senyum itu seakan memudar, sesendok mie yang kini ingin disuapnya untuk Radit kini kembali ditaruhnya ke piring. Kata itu seakan ingin mengintrogasinya, sedikit menjatuhkan semangatnya. Namun menyadari itu, dengan cepat Radit mencoba mengalihkan ucapannya tadi, karena Radit tidak ingin melihat Deva menangis lagi. Akalnya mengusul dan membiarkan agar Deva sendiri yang menceritakannya tanpa harus ia bertanya.

"Hm ko diem si? ayo suapin, aku udah laper" ucap Radit dengan sedikit candaan yang mencoba mengembalika suasana semula.

"Hehe maaf ya, ayo aaa" Deva kembali menyunggingkan senyumnya dan menyuapkan sesendok mie ke mulut Radit.

"Umm enak banget mie nya, buatan siapa ci?"

"hehe makasih, hmm ayo diabisin sama kopinya, aku ke toilet duu ya"

Radit hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya. Deva kemudian meninggalkn Radit ke toilet.

....
Sambil menyantap mie dan kopi yang diberikan, Radit juga menungu Deva kembali, namun hingga hampir 20 menit tak juga tampak di hadapannya, hingga mie dan kopinya kini benar-benar habis disantapnya. Radit tidak tahu kalau Deva sebnarnya tengah menagis dan mencoba memudarkan tangis yang tersirat di wajahnya. Radit sedikit penasaran dengannya, ia memutuskan untuk menghampiri deva namun belum sempat melangkahkan kakinya, gadis itu sudah nampak di hadapannya kini.

"Deva kamu abis apa? ko lama. mie nya uda abis maaf ya"

"Hmm nggak apa-apa ko kan emang aku bikin buat kamu, sini piring sama gelas kotornya biar aku cuci dulu"

"Ah emm nggak apa-apa biar aku aja nanti"

Deva tidak mendengarkan ucapan Radit barusan, Deva tetap mengambil gelas dan piring itu dan membawanya ke toilet untuk dicuci. Deva hanya menyuruh Radit tetap di sana sampai ia selesai mencuci dan kembali menghampirinya, tanpa penolakan Radit menuruti keinginan Deva.

...

"Kamu udah selesai?"

Deva menghampiri Radit dan duduk di sampingnya.

"Dit, ayahku mau menikah"

Benar saja pikir Radit tadi, tanpa menyuruhnya bercerita, dengan sendirinya Deva akan bercerita kepada Radit. Sedikit senang atas kejujuran Deva, namun mendengar curahan itu Radit seakan tak mampu membuka mulutnya walaupun sekedar bertanya ataupun memberi saran, Radit hanya terdiam membuat Deva kembali bersuara memperjelas permasalahannya.

"Aku bingung dit- (hikks hikks), aku gatau gimana nanti kalo ayah jadi nikah lagi. adik-adik aku dan aku, apa dia masih mau menampung aku? dittt gimana dittt? (hikss hikss) padahal aku cuma mau ayah sama ibu aku kaya dulu dit. apa aku salah punya permohonan kaya gitu? aku cape dit"

Tangis Deva kembali terdengar dan tak lupa sebelah tangannya menutupi sebagian wajahnya yang kini sudah memerah dan tersendu seperti semalam. Radit semakin bingung, entah apa yang harus dilakukannya. Memeluk, hanya itulah yang bisa ia lakukan saat ini, namun tetap Radit memikirkan saran yang terbaik untuk Deva.

"Dev, please jangan nangis. kamu tau aku ga akan bisa liat kamu nangis. Aku tau kamu kecewa dev, tapi aku yakin kamu bisa lewatin ini. Mungkin aja tujuan ayah kamu kali ini biar supaya kamu dan adik-adik kamu ada yang rawat dev. Mungkin aja perempuan pilihan ayah kamu baik dan ayah kamu percaya dia bisa ngerawat kamu dan terutama adik-adik kamu yang masih kecil. Kamu harus bisa berfikir positif walaupun kamu kecewa, tapi kamu harus percaya kalo jalan ini mungkin jalan terbaik yang udah tuhan berikan"

"Tapi dit, aku cuma mau ayah dan ibu aku bersama lagi. Aku mau membangun semuanya walaupun dari nol lagi. Selama ini aku udah selalu ngalah dan ngertiin mereka, tapi apa balasan mereka ke aku? bahkan buat nengok ke aku aja ga sudi ditttt"

"Aku cape aku ak-aku, kamu tau kan masalah ibu aku aja belom selesai sekarang ayah- dittt-

"Udah udah Dev, kamu jangan nangis kaya gini aku jadi bingung harus apa. Yaudah kamu sekarang tenangin diri kamu dulu. Udah ya jangan nangis lagi"

"Radit mencoba menenangkan Deva dan menghapus butiran air mata yang berlinang di pipi Deva. Devapun mencoba menenangka dirinya agar dapat menghentikan tangisnya, walaupun suara isak tangis belum sepenuhnya memudar.

"Dev, dengerin aku ya, aku tau kamu sedih kamu marah kamu kecewa, tapi kamu gabisa terus larut sama kesedihan kamu, kalo emang ini jalan yang udah ditentuin kamu harus ikhlas, sabar dan jalanin semuanya. Mungkin kan ayah kamu punya rencana yang baik buat kamu dan adik-adik kamu kedepannya. kan aku udah sering bilang, seburuk-buruk orangtua pasti dia tetep sayang sama anaknya, coba kamu pikir, semaleman kamu nggak pulang pasti ayah kamu khawatir di rumah. iya kan? kenapa? karena kamu itu anaknya, darah dagingnya. jadi kamu harus bisa terus berfikir yang positif dev"

"Tapi dit aku cuma mau ayah dan ibu ak-

"Udah cup cup cup, kamu percaya aja suatu saat kalo emang mereka jodoh lagi pasti bakal balik lagi kaya dulu"

"Radit-
Deva menghentikan ucapannya sesaat, dan meneruskannya dengan memeluk Radit erat.

"Makasih dit, kamu selalu dukung aku, aku ga tau aku gimana kalo nggak ada kamu"

"cup cup cup udah udah jangan nangis ya"

"Kamu hebat dev kamu bisa setegar ini dengan masalah berat yang kamu hadapin, bahkan aku nggak yakin bisa kaya kamu kalo yang di posisi kamu itu aku" Batin Radit

Radit melepaskan pelukan Deva, memandangnya sesaat dengan senyumnya.

"Yaudah kamu tunggu sebentar, aku mau mandi nanti aku anter pulang ya"

"Dit, tapi aku nggak mau pulang"

"Kamu harus pulang dev, kasian ayah kamu pasti khawatir, ya?"

Deva hanya menggangguk samar dengan wajah yang masih terlihat sendu.

"Yaudah tunggu sebentar ya" Radit tersenyum dan meninggalkan Deva sesaat.

BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang