12

30 6 0
                                    

Pagi terlalu pagi, namun seperti biasa, Deva selalu membiasakan dirinya untuk bangun dini hari. Perasaannya masih sama seperti kemarin. Rasa senang itu masih sedikit menyelimuti hatinya, membuatnya lebih semangat untuk aktivitas hari ini. Mulai dari Radit, kedua adiknya, rekannya, dan yang tak pernah Deva sangka, selama hampir dua tahun semenjak kejadian itu, ayah Deva tak pernah sekalipun mengucapkannya lagi, namun malam tadi...sungguh damai terasa di hatinya.

Ah, Deva mengingat sesuatu, hampir saja ia melupakannya. Diambilnya dua kotak yang diterimanya kemarin, dan membukanya satu persatu, mulai pemberian dari Irawan selaku atasannya. Deva mendapati sebuah jam tangan berwarna silver di sana, Deva tersenyum melihat jam tangan yang begitu cantik menurutnya. Dicoba-cobanya jam tangan itu hingga terpasang di pergelangan tangan Deva. Deva memandang-mandang jam tangan yang sudah terpasang di pergelangan tangannya, kemudian pikirannya tertuju pada satu buah kotak lagi yang ia ketahui, diberikan oleh Mira.

Deva agak penasaran dengan isi kotak tersebut, walaupun ia sangat kesal jika mengingat wanita itu, namun apa salahnya jika hanya menerima pemberiannya, pikir Deva.

Tangan Deva beralih pada kotak itu, dan membukanya perlahan. Terlihat sebuah gaun berwarna biru-putih di sana saat Deva membukanya. Deva penasaran dengan bentuk dari gaun itu, diambilnya gaun itu dan diangkatnya hingga terlihat jelas di pandangan Deva, gaun berwarna dominan biru-putih dengan ukuran panjang se matakaki Deva, dan sepertinya memang digunakan dengan menggunakan jilbab, namun Deva tak mendapati ada jilbab di sana. Tanpa sadar Deva menyunggingkan senyum tipisnya di sana saat melihat gaun yang begitu cantik diterimanya, ya, dan itu artinya Deva...menyukainya.

ceklek...

Pintu kamar Deva terbuka secara tiba-tiba, membuat Deva yang tengah memandangi gaun itu menjadi tersentak, dan spontan menyimpannya dengan asal ke kotaknya lagi. Deva salah tingkah melihat siapa yang membuka pintu itu, dan kini orang itu menghampirinya membuat Deva menjadi heran dengannya.

Orang itu duduk di samping Deva, namun sekilas ia melihat kotak yang berisi gaun itu. Orang itu tersenyum simpul saat melihatnya.

Deva semakin heran, untuk apa orang itu menghampirinya?, "Ada apa?" tanya Deva yang terdengar agak sinis, namun orang itu hanya menyunggingkan senyumnya.

Orang itu menatap tepat ke manik mata Deva, membuat Deva menjadi salah tingkah dan agak kesal, "Ayah cuma mau bilang, maaf" Orang itu langsung beranjak dari duduknya dan berniat untuk segera pergi dan keluar dari kamar Deva.

Spontan Deva menolehkan kearah orang itu yang sudah membelakanginya dan hendak pergi, "untuk apa?" tanya Deva, bingung.

Orang itu menghentikan langkahnya, namun tanpa sedikitpun menoleh ke arah Deva, "Ayah nggak ngasih apa-apa" jawabnya singkat.

"Nggak perlu minta maaf, lagi juga Deva nggak minta apa-apa" Jawab Deva spontan.

Orang itu, yang sudah diketahui adalah Roy, ayah Deva, kini memejamkan sesaat matanya dan kemudian beranjak pergi.

Deva tertunduk sendu saat ayahnya sudah benar-benar tak ada di pandangannya. Deva memang tidak pernah meminta apapun untuk hari ulangtahunnya, hanya ucapan singkat yang keluar malam tadi saja sudah membuat Deva senang, namun ayahnya pun pasti tahu yang Deva inginkan hanyalah dirinya dan juga ibu.

...
"Emm oia kak, kemaren kuenya udah Rama sama Aya makan, tapi Rama bagi temen-temen Rama juga sama Aya. Nggak apa-apa kan kak? tapi Rama udah sisahin ko buat ka Deva"

Deva tersenyum mendengarnya, "Nggak apa-apa dong Rama, kalo mau kamu makan aja nggak apa-apa ko" ucap Deva sambil menghidangkan makanan ke meja makan.

"Kak Deva? ayah mana?" Tanya Aya kepada Deva yang tengah menghidangkan sarapan untuk mereka.

Deva menghentikan sejenak pergerakannya, "Ayah udah berangkat kerja Aya. Ada apa?"

BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang