3

60 11 0
                                    

"Dit ko berenti?"

"Sebentar aku mau beli sesuatu"

Deva hanya terdiam menunggu di atas motor yang dikendarai Radit dan mengikuti saja apa kata Radit. Ya, saat ini mereka tengah di perjalanan menuju rumah Deva. Radit berniat membeli bubur ayam kesukaan adik Deva, karena sekarang hari libur sekolah pasti kedua adiknya berada di rumah. ya dan memang saat ini waktu menunjukan masih jam 10 pagi. Pikirnya siapa tahu kedua adiknya itu belum sarapan karenanya Radit membelikannya.

"Apa itu dit?" tanya Deva saat Radit sudah selesai membeli bubur untuk adiknya.

"ini, bubur buat adik kamu, yu jalan lagi" Deva hanya sedikit mengangguk

...

"Dev, ayo turun ko diem aja? kamu kenapa?"

"Aku takut dit"

"Lho ko kenapa takut, ini kan rumah kamu sendiri, yu biar aku anter karena aku juga sekalian mau ketemu adik-adik kamu"

Deva tidak berkata apapun setelahnya, ia mengikuti saja apa kata Radit, merekapun berjalan menuju pintu masuk rumah ayah Deva. Setibanya mereka di teras depan rumah, adik-adik Deva, Rama dan Aya menyambut ria kedatangan mereka, terutama kedatangan Radit. Ya, karena adik-adik Deva sudah sangat dekat dengan Radit, Radit selalu berlaku baik pada mereka, memperlakukan mereka layaknya adik kandungnya sendiri oleh karena itu Rama dan Aya menjadi sangat menyayangi Radit dan bahkan sudah mengganggapnya seperti kakak mereka. Setiap kedatangan Radit mereka selalu menyambutnya dengan ria. Namun lain halnya dengan ayah dan ibu Deva yang lebih terkesan tak acuh dengan kehadiran Radit, namun Radit yakin dibalik keangkuhan sikap ayah Deva terhadap dirinya, ada sesuatu yang mengganjal setiap kali Radit berinteraksi dengannya.

"Kak Devaaaaaa.......

"Hai Rama, Aya" Deva balik menyambutnya ria seakan tidak ada beban sedikutpun.

"Kakak semalem kemana, aku tungguin ngga pulang-pulang, aku takut ka" keluh Aya

"Takut kenapa Aya, kan sekarang udah ada kakak sama ka Radit. Eh ayo salim dulu ama kak Radit"

Radit menyapa dan tersenyum manis kepada adik-adik Deva, dibalasnya sapaan Radit dengan senyum hangat kedua adik Deva tak lupa keduanya bersaliman dengan Radit.

"Kak Radit, ko baru ke sini lagi? kan aku udah kangen"

Radit terjongkok menyetarakan badanya dengan kedua adik Deva, agar lebih leluasa bercakap dengannya.

"hehe maaf ya Aya, aku kan sibuk kerja jadi aku baru bisa ke sini lagi sekarang. tapi aku juga kangen kamu ko, Rama juga"

"Rama, ayah mana?"

"Ada di dalem kak, Rama takut semalem ayah marah-marah"

"Lho kenapa marah-marah, yaudah yu sekarang masuk ke dalem aja. kalian belom makan kan? tuh kak Radit bawain kalian bubur buat sarapan, yu masuk"

"Yeeay asik bubur kesukaan aku, makasih kak radit"

"Sama-sama Rama"

Belum sempat membuka pintu, ayah Deva sudah keluar terlebih dahulu dan menyambut kedatangan Deva sinis. Suasana seketika menjadi sedikit mencekam dan membuat kedua adik Deva merasa takut.

"Dari mana aja kamu? Pergi sore pulang pagi"

Deva tak menghiraukan perkataan ayahnya barusan, ia tetap melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah dan juga menyuruh kedua adiknya juga Radit untuk masuk ke dalam. Radit berjalan paling belakang dan berniat untuk bersalaman dengan ayah Deva, namun ayah Deva tidak menghiraukan tangan Radit yang sudah disodorkannya ke ayah Deva. Radit hanya diam dan memutuskan untuk terus mengikuti Deva masuk ke dalam rumah.

"Mana ada laki-laki baik yang memulangkan gadis sampe lupa waktu begitu, mana ada perempuan baik yang mau seharian bahkan semalaman sama seorang lelaki"

Kata-kata itu, kata-kata yang keluar dari mulut ayah Deva barusan, seakan-akan menusuknya seketika dan menghentikan langkah Deva yang sudah ingin masuk ke dalam rumah. Wajah kesal mulai tergambar di wajah Deva, namun lagi-lagi Radit hanya terdiam tanpa kata, Radit hanya tidak ingin salah bicara kepada ayah Deva.

"Rama, Aya kalian masuk duluan ya sama ka Radit" Deva melirik Radit terlebih dahulu, dengan paham Radit segera membawa adik-adik Deva ke dalam rumah.

"Ayah tau apa?tentang Deva tentang Radit?"

"Jelas ayah tau, siapa yang merawat kamu dari kecil?"

"Kalo ayah tau, mestinya ayah tau keinginan terbesar aku apa? dan kalo ayah tau, udah sewajarnya seorang ayah coba memperjuangkan keinginan anaknya" Deva berniat langsung meninggalkan ayahnya ke dalam setelahnya.

"Oh iya, itu juga kalo ayah masih menganggap Deva, Rama dan Aya" Deva masuk ke dalam rumah, ayahnya kini hanya terdiam kaku mendengar ucapan Deva barusan.

"Kak kakak nggak kenapa-napa kan?" Sapa Rama penuh cemas setibanya Deva di ruang tengah rumahnya

"Gak apa-apa ko Rama, ayo abisin buburnya nanti kalo nggak abis, kak Radit gamau beliin lagi lho" Sambung Deva seakan tiada masalah sedikitpun.

"Dev-

"Aku nggak apa-apa Radit. Yaudah sebentar aku mau ambil minum dulu buat kalian"

Deva berniat ke dapur untuk mengambilkan minum, berpapasan itu ayah Deva sudah ada di dapur juga, entah sejak kapan ia ada di sana. Ayah Deva hanya diam tanpa kata berdiri di depan lemari pendingin yang terletak di dapur rumahnya, tidak ada satu katapun yang terucap saat Deva memasuki dapur, hanya memandangnya dengan tatapan tajam, namun Deva tak menghiraukannya. Diambilnya sebotol air dingin dari lemari pendingin itu juga beberapa gelas dan segera pergi meninggalkannya, namun sepertinya banyak sekali yang ingin terucap dari mulut ayahnya.

"Deva?" panggil Ayah Deva saat Deva hendak meninggalkannya. Deva menghentikan langkahnya dan menolehkan wajahnya ke belakang. Ayah Deva sedikit menunduk saat tahu Deva merespon panggilannya. Menunggu beberapa detik dan tidak ada balasan apapun Deva memutuskan melanjutkan tujuan utamanya dan kembali bergabung dengan Radit dan kedua adiknya di ruang tengah.

"Ni dit minum, kamu pasti haus kan?"

"Hmm makasih Dev, khmm Dev?"

"Iya kenapa dit?"

"Kamu yakin kamu udah nggak apa-apa?"

"Kenapa dit? aku nggak apa-apa ko, iya kan Rama, Aya"

"Aku sebenernya masih mau di sini nemenin adik-adik kamu, tapi barusan bos aku telfon dan nyuruh aku ke sana, nggak apa-apa kan Dev?"

Sebenarnya Deva sedikit kecewa mendengarnya, namun Deva menyadari pekerjaan radit adalah kepentingan baginya. Deva tidak mau mementingkan egonya, walaupun harus memaksakan senyumnya Deva akan lakukan demi pria tercintanya.

"Hmm ya ampun dit, kenapa pake bilang aku itu kan penting dit, yaudah jalan daripada nanti bos kamu marah-marahin kamu, nanti aku sedih hehe"

"Bener dev?"

"Bener dit, kamu nggak usah pikirin aku, ayo cepet nanti dia nunggu lama"

"Yaudah kalo gitu aku mau pamit sama ayah kamu dulu"

"Udah nanti biar aku yang sampein, yu aku anter sampe depan"

"Kak Radit nanti dateng ke sini lagi ya" ucap Aya penuh harap

"Iya Aya, pasti aku dateng lagi nanti. Aku pulang dulu ya"

Deva mengantarkan Radit sampai depan rumahnya. Tanpa di sadari Deva ternyata ayahnya memperhatikan dari jendela dapur rumahnya, namun Radit tahu kalau ayah Deva tengah memperhatikannya, hanya saja Radit tidak ingin menghiraukan itu. Radit berpamitan dan segera beranjak pergi.

"Aku pergi dulu ya"

"Iya kamu hati-hati ya. Emm Radit?"

"Iya dev?" Radit menoleh ke arah Deva disaat tengah menyalahkan mesin motornya.

"I love you" Deva tersenyum manis kepada Radit, dan dibalaskanya senyuman itu oleh Radit.

"Love you too Dev"

BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang