"Kenapa? Ko diem aja?" Tanya Radit sambil mengemudikan mobilnya kepada sosok gadis di sampingnya.
"Mas Radit kenapa lakuin ini?"
Radit mengerutkan dahinya, heran. Bukannya menjawab pertanyaannya, gadis itu malah bertanya balik, "Lakuin apa?" Tanya Radit masih dengan fokus mengendarai mobilnya.
"Kenapa mas Radit nggak pernah menolak keinginan tante Lia? Padahal akhirnya, mas Radit sendiri yang kecewa?"
Radit agak tersentak mendengar ucapan gadis itu, ia diam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, "Zahra keberatan dengan keputusan Radit?" Tanya Radit.
"Zahra keberatan" jawab Zahra spontan. Dan hal itu membuat Radit langsung menghentikan laju kendaraannya, dan menatap penuh tanya pada Zahra.
"Zahra keberatan?" Tanya Radit seakan butuh penjelasan atas ucapan Zahra barusan. "Radit emang belum ada persiapan buat biaya pernikahan Radit, tapi Radit juga udah janji bakal ganti uang yang udah mamah kasih buat dukung pernikahan ini. Apa yang Zahra khawatirin? Zahra ragu kalo Radit nggak bisa nafkahin Zahra?"
Zahra yang mendengar penuturan Radit itu, menyunggingkan senyum manisnya. Bahkan diperjodohan yang mendesaknya ini, Radit masih bisa menjaga perasaan orang lain. Padahal Zahra sendiri pun tahu bahwa Radit kini tengah hancur dan berfikir keras tentang hubungannya dengan Deva, wanita yang sangat Radit cintai, karena perjodohan ini.
"Bukan itu maksud Zahra"
Radit mengerutkan dahinya dan menautkan kedua alisnya karena heran dengan jawaban Zahra.
"Seharusnya mas Radit nggak perlu nerima perjodohan ini. Zahra juga nggak mau dinikahi sama pria yang nggak sama sekali ada rasa sama Zahra, Zahra nggak mau kalo dinikahi karena terpaksa apalagi akhirnya malah menyakiti perasaan orang lain"
Radit diam, seakan tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun mendengar ucapan Zahra. Memang betul apa kata Zahra, jika perjodohan ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin akan ada hati yang hancur nantinya, dan bukan lain orang itu adalah kekasihnya sendiri, Deva. Tiba-tiba saja Radit terbayang akan wajah Deva.
"Semua ini masih bisa dicegah mas. Kalo emang mas Radit nggak sanggup, jangan pernah paksain diri sendiri. Bukannya nggak baik memaksakan diri sendiri" ucap Zahra di tengah lamun Radit.
Radit yang masih terbayang akan wajah Deva, tiba-tiba tergambar jelas sosok ibunya dan juga orangtua itu. Tidak tidak, Radit tidak bisa menghalangi ini. Ahhhh dan ini semakin membuatnya frustasi. Biarkanlah, biarkan semua ini berjalan bersama dengan waktu, dan membiarkan semua ini terjadi secara alami tanpa harus ia rencanakan. Karena jika terus berfikir akan semakin membuatnya hancur berantakan.
Pandangan Radit beralih menatap tepat ke manik mata Zahra, dan hal itu berhasil membuat Zahra salah tingkah. Cepat-cepat Zahra membuang tatapannya, sebelum rasa itu singgah di hatinya.
"Radit nggak keberatan" ucap Radit berusahan memudarkan rasa dilemanya. "Ada yang bilang, kalo restu dari orangtua itu akan membawa hal baik saat kita jalani. Mungkin saat ini itu yang lagi kita rasain" Radit menggantung sejenak kalimatnya, "Kalo emang kaya gitu, bukannya baik buat kita kedepannya" Radit memejamkan matanya dan menggeleng kepalanya, bagaima jika kalimat barusan terdengar oleh Deva?.
Zahra menoleh ke arah Radit selesainya Radit bicara, dan dilihatnya Radit yang masih menatapnya, ya, Radit berhasil melakukan hal tadi tanpa dilihat sedikitpun oleh Zahra.
"Tapi, mas Radit terlalu baik buat Zahra. Dan ada orang lain yang lebih pantas buat mas Radit. Deva, bukan Zahra" Zahra terlihat gugup.
Radit menghembuskan nafasnya, "Sebaik apa Radit di mata Zahra? Nggak ada laki-laki baik yang menghianati pasangannya sendiri, kaya yang Radit lakuin sekarang ke Deva"
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken
Teen FictionPerpisahan kedua orangtuanya seperti awal kehidupan suram yang akan dialami Deva. Deva hancur dengan keadaan itu, yang ia ingin hanya keutuhan dan kehangatan bersama keluarganya sendiri. Bahkan rasa hancurnya menumbuhkan fikiran untuk mengahkiri hid...