11

41 6 0
                                    


"Aduh harusnya saya nggak lewat jalan ini, maaf ya dev mungkin kamu pulang agak telat"

Deva tersenyum simpul menanggapi ucapan Irawan, yang sepertinya tengah menyesal karena melewati jalan yang selalu ramai kendaraan, hingga membuatnya terjebak di antara puluhan kendaraan di sana.

Terdengar jelas bunyi klakson setiap pengendara yang terjebak macat di sana, seakan penat memang sudah menguasai dirinya yang ingin cepat-cepat sampai ditempat tujuan, yaitu rumah, sekadar meluapkan penat karena letihnya bekerja.

"Kamu nggak ada acara lain kan sehabis ini?"

Deva menoleh kearah Irawan, "Emm enggak pak" jawab Deva bingung.

"Emm saya cuma takut aja, gara-gara saya acara kamu telat karena kejebak macet gini. Mungkin kan kalo kamu bawa motor udah biasa nyampe cepet, tapi sekarang jadi lama" Irawan tertawa canggung karena merasa tidak enak dengan Deva.

"Emm nggak apa-apa ko pak, justru harusnya saya yang minta maaf, karena nganterin saya bapa jadi pulang telat"

"Nggak nggak nggak, kamu jangan mikir gitu, lagian saya kan yang mau nganter kamu"

Deva hanya mengangguk menanggapi ucapan Irawan barusan.

"Maghrib dev" ucap Irawan saat sudah mendengar suara adzan di tengah kemacatan.

"Emm kalo bisa berenti dulu aja pa, nggak baik juga maghrib di jalan"

"Emang kamu nggak apa-apa kalo pulang lama?" Irawan menautkan kedua alisnya.

"Nggak apa-apa, apa salahnya kalo buat ibadah sebentar. Nggak apa-apa kan?"

Irawan tersenyum manis mendengar ucapan Deva, "Jelas nggak apa-apa ko dev, yaudah nanti di depan kita belok kanan dulu kayaknya di sana ada masjid deh"

...

"Radit ikut pilihan mamah mah" Roy masih terbayang ucapan Radit itu. Sedikitnya Roy menyadari, bahwa Roy yakin pasti Radit tidak ada niat sedikitpun untuk menyakiti Deva, Roy berfikiran bahwa Radit hanya menjalankan perintah orangtuanya karena posisi dia sebagai seorang anak, itu artinya Roy tahu bahwa Radit adalah anak yang selalu menuruti perintah orangtua, dan itu artinya, Radit…orang baik.

Roy menggeleng kepalanya, bagaimanapun juga Roy tetap memikirkan perasaan putrinya. Roy harus menjaga berita ini dari Deva, Roy tidak mau membuat kesedihan Deva bertambah. Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya, masalah Radit dan juga hubungannya dengan mantan istrinya sendiri atau ibu kandung Deva. Ya itu selalu menjadi pikiran Roy, bagaimanapun caranya, sebenarnya tiada niatan sedikitpun untuk menyakiti hati Deva.

Roy melepaskan helm yang ia kenakan, kemudian turun dari motornya dan segera masuk ke dalam rumah dengan wajah letih nan sendunya. Selepas mata memandang tak ada seorangpun yang Roy lihat saat sudah berada di ruang tamu rumahnya, ah mungkin gadis itu belum tiba di rumah, pikir Roy. Roy kemudian berniat menuju kamar kedua anaknya yang masih belia, Rama dan Aya. Dibukanya perlahan pintu kamar itu, dan yang ia dapatkan hanyalah dua orang anak kecil dengan wajah polosnya tengah tertidur pulas bersampingan. Mata Roy berkaca melihat apa yang didapatinya, tidak pernah ia sangka ia akan sesedih ini melihat anak belianya tertidur pulas. Roy menyayangi semua anaknya, walaupun pikirnya ia begitu jahat untuk disayangi ketiga anaknya. Roy tidak pernah menginginkan semua ini terjadi, hal indah yang ia harapkan terjadi dikeluarga kecilnya hancur begitu saja. Roy hancur, semuanya datang terlalu tiba-tiba dan membuatnya terdesak menelan pahitnya kenyataan. Tidak, Roy tidak ingin lagi mengingat hal itu, semua itu begitu menyakitkan, bahkan berjalan sampai saat ini, yang membuatnya menjadi terbatas berkomunikasi dengan anaknya sendiri.

BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang