Sudah dua hari setelah percakapannya dengan Roy, namun Radit masih saja selalu sering terlihat melamun, walaupun sebenarnya memang ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya.
Dhani mengerutkan dahinya melihat Radit yang hanya melamun. Kemudian Dhani yang memang baru saja selesai mandi, mengusak-usak rambutnya dengan handuk yang ia kalungkan di lehernya, Dhani pun menghampiri Radit yang tengah duduk di sofa, Dhani juga ikut duduk di samping Radit, "Pagi pagi udah bengong aja si lo" Ucap Dhani yang langsung menyeruput kopi yang berada di meja depan Radit.
Radit hanya menoleh sesaat menanggapinya.
Dhani menaruh kembali secangkir kopi itu, "Nggak ada salahnya kan kalo lo coba saran gue waktu itu. Lo bilang pelan-pelan ke dia, pasti dia ngerti" Dhani menepuk bahu Radit.
Radit menghembuskan nafasnya, "Gue cuma takut dhan, Deva nggak nerima kenyataannya, gue tau betul sifat dia kaya gimana"
Dhani mengarahkan bola matanya ke atas sekadar berfikir setelah mendengar ucapan Radit, "Emm yaudah kalo gitu lo batalin perjodohan lo ama cewe itu, dengan alasan lo udah punya pilihan sendiri" Ucap Dhani dengan mudahnya.
Radit menimbang atas ucapan Dhani barusan. Bagaimana bisa ia menolaknya jika itu sudah menyangkut keinginan orangtuanya.
kringg kringg kring...
Dua pasang mata itu mengarah pada ponsel yang berbunyi di atas meja, dan tentu saja itu adalah ponsel milik Radit. Segera mungkin Radit mengambil ponsel itu, dan mendapati kata "mama" yang tertera di layar ponselnya. Raditpun segera menekan tombol hijau di layar ponselnya.
"halo assalamualaikum, ada apa mah"
"Radit di kosan sama Dhani"
"Iya Radit libur, tapi pengen istirahan aja di sini, makanya nggak ke rumah. Emang ada apa mah?"
Entah apa yang dikatakan seseorang di sebrang sana, Radit kini menaikan sebelah alisnya seakan menampilkan wajah yang penuh pertanyaan, "Emang penting banget mah? nggak bisa ngomong di sini aja?"
Radit kini malah menghembuskan nafasnya, "Yaudah Radit pulang sekarang"
"Iya, Walaikum salam" Panggilan pun terputus dan ditaruhnya kembali ponsel itu di atas meja.
Dhani menautkan kedua alisnya, "Ada apa lagi bro?"
"Nyokap gue nyuruh balik, ada yang pengen diomongin katanya. Penting" Radit beranjak dari duduknya.
"Masalah pernikahan lo kali" Ucap Dhani spontan dan langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
Radit yang belum melangkahkan kakinya, terdiam beberapa detik dan menghempaskan tubuhnya lagi di sofa setelah mendengar kalimat Dhani barusan. Radit menghembuskan nafasnya, dan mengusap kasar wajah sampai rambutnya dengan kedua telapak tangannya, seakan memang sudah begitu penat dengan masalah yang dihadapinya.
Dhani mengusap bahu Radit, "sorry sorry bro" ucap Dhani seakan merasa bersalah pada Radit.
Radit tak menanggapi ucapan Dhani tadi, namun fikirnya, bisa kemungkinan betul juga apa yang diucapkan Dhani. Bagaimana bisa Radit membicarakan masalah pernikahan, sementara Deva? bagaimana nanti dengannya?.
Ah, dan sekali lagi Radit mengusap kasar wajah hingga rambutnya dengan kedua telapak tangannya.
kringg kringg kringg...
Ponsel di atas meja itupun kembali berdering, dengan cepat Radit menyimpulkan bahwa ibunyalah yang menelfon lagi. Radit mengambil kembali ponsel itu. Matanya agak membelalak, ternyata fikirnya salah, dan tentunya kali ini yang tertera di layar ponsel itu adalah nama Deva. Radit tidak langsung mengangkatnya, ia malah melirik ke wajah Dhani terlebih dahulu. Awalnya Dhani pun tak tahu siapa yang menelfon Radit, namun melihat mimik wajah Radit, dengan cepat Dhani menyimpulkan bahwa Deva lah yang menelfon. Dhani pun hanya menaikan kepalanya sekadar menyuruh Radit untuk segera mengangkatnya. Radit pun langsung mengangkat panggilan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken
Teen FictionPerpisahan kedua orangtuanya seperti awal kehidupan suram yang akan dialami Deva. Deva hancur dengan keadaan itu, yang ia ingin hanya keutuhan dan kehangatan bersama keluarganya sendiri. Bahkan rasa hancurnya menumbuhkan fikiran untuk mengahkiri hid...