4

3.2K 247 1
                                    


" Ra...Seira!"

Aku membuka mataku perlahan dan mengerjap ngerjapkannya berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk. Aku menoleh mendapati kak Leen yang duduk di sisi ranjangku dan Arsen yang berdiri di belakangnya. Melihat Arsen masih menggunakan seragam dan tasnya, bisa kutebak dia baru pulang dari sekolah.

Tunggu ? aku melirik jam dinding yang bertengger manis tepat diatas meja belajarku. 14.30 . tumben mereka sudah pulang? biasanya mereka pulang sampai pukul lima atau sampai malam terkadang. Maklum, mereka tidak sepertiku yang tidak memiliki kegiatan apapun yang ku ikuti.

Kak Leen meletakkan telapak tangannya di dahiku. Ia menghela nafasnya merasakan suhu tubuhku yang cukup tinggi.

"Kamu makan dulu, lalu minum obatmu"

Kak Leen membantuku untuk duduk bersandar di kepala tempat tidurku. sama seperti saat bunda menyuapiku, baru beberapa sendok aku sudah ingin mengeluarkan isi perutku. Kak Leen berusaha membujukku untuk menelan beberapa suap lagi namun kutolak.

"Yaudah, kamu minum obatmu"

Aku menelan beberapa obat yang sama seperti yang di berikan bunda.

Aku kembali membaringkan tubuhku dan membelakangi mereka berdua.

"Kamu kemana semalam, sampai begini? kenapa kamu gak bilang kakak kalau pulang duluan?"

Aku tidak menjawab. Aku memejamkan mataku berusaha untuk kembali tidur.

"Ra? kamu kan bisa minta anterin pulang tadi malam, jadi kamu gak sakit gini.."

"stop your nonsense!"

Aku berujar tetap memejamkan mataku.

"Ra?"

Bisa kudengar nada terkejut dari kak Leen.

"Kakak pikir karena siapa aku jadi begini?"

Aku tetap membelakangi kak Leen dan Arsen. Nada suaraku sangat dingin. Aku tidak terkejut jika mereka kaget dengan sifat yang kutunjukkan sekarang, karena aku tidak penah bersikap dingin kepada keluargaku. Yang mereka tau, aku selalu ceria blak blakan dihadapan mereka dan bahkan terlalu hyperactive.

"Kak.."

Kali ini Arsen yang bersuara. Sama seperti kak Leen, nada suaranya tertegun melihat sikapku.

"Aku mau istirahat, jadi tolong keluar"

Final ku pada mereka berdua. Aku tidak merasakan pergerakan menjauh dari mereka berdua.

"Seira?"

Aku bisa mendengar kak Leen bersuara lirih.

"Apa terjadi sesuatu semalam?"

Sena bertanya entah ditujukan untuk siapa.

"Kak Seira?"

Sena melanjutkan, walau nada suaranya normal seperti Arsen yang biasanya namun ada nada khawatir disana.

"Kenapa gak kamu Tanya aja sama kak Leen?!"

"Ra! kakak gak tau kenapa kamu jadi bersikap kayak gini! kalau ini ada hubungannya dengan semalam, kamu ngomong sama kakak! jangan begini! kakak gak ngerti apa yang terjadi sama kamu!"

Akhirnya kak Leen menumpahkan emosinya melihat perubahan sikapku.

"Bagus kalau kakak gak ngerti apa yang terjadi!"

Ucapku sarkastik. Aku bisa merasakan kak Leen menggeram berusaha untuk tidak meluapkan emosinya.

"SEIRA!"

Namun sepertinya gagal. Kak Leen membentakku meluapkan emosinya. Ah, aku memang sedang egois sekarang. aku juga sedang marah pada kak Leen.

" Arsena, tolong bawa kak Leen keluar dari kamarku"

"Oh god! Seira!"

"Kak, biarin kak Seira istirahat dulu. Kita bicarakan nanti aja"

Keputusan bijak adikku ini sepertinya disetujui oleh kak Leen, karena mereka berdua beranjak keluar dari kamarku.

Aku menghela nafasku. Ku rasakan tanganku menyentuh ponselku. Aku mengambilnya dan mendapati satu pesan belum terbaca dari unknown. Setelah menimbang nimbang, dengan gerakan cepat ku ketikkan beberapa kata

                 [ sekali lagi, terima kasih]

'send'

Aku meletakkan kembali ponselku ke tempatnya semula begitu kurasakan efek obat yang kuminum mulai bereaksi dan membuatku kembali terlelap.


****

Aku terbangun dari tidurku dan mendapati kamarku yang hanya diterangi oleh lampu tidur. Pukul 01.45, ah masih pagi. Kutempelkan telapak tanganku di dahiku. Tidak terlalu panas seperti tadi.

Karena tenggorokanku yang kering, aku beranjak keluar kamar menuju dapur untuk mengambil minum. Walau sedikit pusing, kupaksakan tubuhku bergerak dengan bertumpu pada dinding.

Aku membuka kulkas, mengambil sebotol air mineral dan meneguknya sampai habis.

Saat aku akan kembali ke kamar, aku melihat Sena berdiri di Ujung tangga bawah. Aku sempat sedikit terlonjak kaget melihatnya karena memang ruangan saat itu sedikit gelap.

Aku melewatinya menaiki tangga namun terhenti saat Arsen memanggilku.

"Kak..."

Aku membalik badanku dan melihatnya di tangga bawah sedang menatapku. Aku tidak bisa melihat seperti apa ekspresinya karena ruangan yang cukup gelap.

"Apa yang terjadi sama kakak? kakak marah sama kak Leen?"

Ada nada ragu dari ucapan Sena. Aku menatapnya lurus dan terdiam beberapa saat.

Aku menghela nafasku dan kemudian turun menuju ruang keluarga yang terletak di sebelah tangga.

Aku mengehempaskan diriku di sofa, diikuti oleh Arsen yang duduk di sofa seberang ku.

Kami berdua sama sama terdiam.

"Kak.."

Aku menyenderkan punggungku di sandaran sofa, mengehela nafasku.

"Kakak minta maaf, kalau sifat kakak tadi buat kamu sama kak Leen kaget"

Adikku menatapku tidak bersuara

"Kakak lagi marah sekarang, tapi gak tahu harus marah ke siapa"

"Apa ini karena kak Leen?"

"Bukan! ini bukan salah kak Leen, yah walaupun gak sepenuhnya"

Dan setelah itu, kuceritakan semua yang terjadi pada malam itu. Mulai saat fans fans gila kak Leen mengurungku di kamar mandi. Dan bagaimana aku bisa sampai dirumah.

Tentu saja aku tidak menceritakan tentang Ashen pada Arsen. Jadi ada sedikit perubahan pada cerita yang kubuat.

***

[ Jadi, masih marah pada kakak mu?]

                                [ Entahlah]

[ Lalu mengapa kau menghindarinya ?]

                  [mungkin aku hanya sedikit kesal padanya ]

[Sei, kakak mu sangat mengkhawatirkanmu.]

                    [ Aku harus bagaimana ?]

[ Kau bisa mulai dengan berbicara padanya ]

                                [ Begitu ?]

[Percayalah padaku ]


AshenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang