Masa Lalu Menyakitkan (Ziefa dan Dama)

117 5 3
                                    


*Lima Tahun Lalu*

Ziefa menyibak sedikit tirai dari belakang panggung. Beberapa menit lagi, ia dan teman-temannya akan menampilkan pentas drama. Gugup. Itu yang Ziefa rasakan sekarang apalagi saat melihat bangku tempat penonton semakin dipenuhi. Tapi ada yang salah, diantara deretan bangku tersebut tidak nampak kedua orang tua Ziefa. Tiba-tiba saja, ada yang menepuk bahunya. kepala Ziefa pun menoleh. "gugup ya?" Tanya Firlia dengan senyuman hangatnya.

"ya.. sedikit." jawab Ziefa lemah.

"pemeran utama nya kok gugup sih? hihi.. tenang aja, Ziefa. Aku yakin kamu pasti bisa." Semangat Firli sambil menepuk pundakya. Senyuman Ziefa perlahan mengembang, "hm, thanks."

Hingga pentas itu selesai Ziefa tetap tak melihat kedatangan orang tuanya. Disekelilingnya sekarang, teman-teman Ziefa bersama orang tua mereka. Berbicangan betapa hebatnya anak mereka lalu tersenyum lalu memeluk. Sedangkan ia... apa yang ia dapatkan.. tak ada. Kepala Ziefa tertunduk menahan rasa sakit didada. "mu-mungkin mereka hanya sibuk Ziefa.. kamu gak usah sedih.. mungkin aja saat dirumah nanti papah dan mamah akan memberikan selamat." ucap Ziefa lemah pada dirinya sendiri. "orang tua kamu gak dateng, Ziefa?"

Kepala Ziefa menoleh kearah suara lalu tersenyum semanis mungkin, "enggak, mereka ada urusan ta-tapi aku seneng banget pertunjukan kita hari ini berjalan lancar!" Teman-temannya tersebut saling mengangguk dan bercerita satu sama lain tentang pertunjukan tadi.

Sudah tak terhitung berapa kali Ziefa mondar-mandir antara ruang tengah dengan beranda rumah untuk menunggu kepulangan orang tuanya. Padahal saat ini pukul menunjukkan sebelas malam. Yang Ziefa tunggu akhirnya muncul, Papahnya turun dari mobil ditemani para pengawalnya. "Papah!" teriak Ziefa manja lalu memeluk tubuh jangkung itu. "-hari ini Ziefa tampil loh disekolah, kok papah dan mamah gak dateng sih? Kan Ziefa udah kasih tau suratnya."

"oh, maaf papah sibuk." Jawab Zio datar sambil melepaskan pelukan lalu melangkah begitu saja. Ziefa mematung tak pecaya. Hanya itu? gak ada kata selamat? gak ada senyuman bangga? jadi hanya itu.... Kepala Ziefa menoleh cepat, "di-dimana mamah, pah?"

Kaki Zio berhenti melangkah lalu menoleh kearah anaknya, "mamah ditempat yang aman. mulai sekarang mamah gak akan tinggal disini lagi." Suara sepatu Zio kembali nyaring tanda ia kembali melangkah. Disisi lain, Ziefa terpaku. Tubuhnya seperti tak bisa digerakan setelah melihat tatapan papahnya barusan. Tatapan dan aura kebencian. "Apa yang terjadi?" Tanyanya pada para pengawal Zio. Bukannya menjawab para pengawal itu malah tutup mulut. Kepala Ziefa menggeleng tak percaya. Tak lama kemudian, ia berlari keluar rumah.

Disebuah taman yang sepi Ziefa menghentikan langkahnya. Tubuh mungilnya bersender pada batang pohon. Isakan tangis terus keluar dari bibirnya. "mamah... hiks.. mamah."

"Kenapa menangis?" Tanya seseorang membuat kepala Ziefa menoleh. Seorang lelaki yang ikut berjongkok didepannya, tersenyum manis.

"siapa kamu?! aku gak kenal kamu, lebih baik kamu pergi!"

Bukannya pergi lelaki itu malah tertawa, "wanita yang menyeramkan tapi aku suka." lalu lelaki itu menjatuhkan tubuhnya disamping Ziefa, "jadi ceritakan kenapa kamu menangis?" Tak mau terlihat lemah, Ziefa membuang tatapannya kearah lain, "orang tuaku, entah kenapa hari ini berbeda. Mereka seakan tidak peduli padaku." Reaksi lelaki itu malah menahan tertawa lalu bekata, "kamu menangis cuman karena hal itu? dasar cengeng."

"apa?! dasar menyebalkan." protes Ziefa dengan bibir mengerucut. Tiba-tiba lelaki itu mengulurkan tangannya, "oh ya kenalkan namaku, Dama. kamu?" Mata Ziefa lamat-lamat menatap jabatan tangan tersebut tapi pada akhirnya menerima juga, "Ziefa." Cengiran muncul dimulut Dama, "salam kenal, Ziefa." Bola mata Ziefa melebar melihat cengiran itu kemudian mengangguk pelan, "hm."

Karena Cinta Kita BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang