TUJUH - Ibu Negara

198 7 0
                                    

"Van, kita putus aja ya. Maaf, bukannya aku udah gak sayang sama kamu tapi justru karena aku takut gak disatuin di masa depan sama kamu. Van, ya.. plis. Kita temenan lagi aja kayak dulu."

"Enggak, Rumi, enggak!"

"Ya, Van? Plis! Aku gak mau ngerasain cinta yang haram lewat cara pacaran. Kalo emang kamu jodoh aku juga kita akan dipertemukan lagi."

"Rumi.. Aku butuh orang kayak kamu."

"Belum saatnya, Van. Kamu gak boleh bergantung sama aku. Aku gak suka cowok yang bergantung sama cewek ah."

"Berat ngelepas semua ini, Rumi."

"Bisa ya... kita pasti bisa kok."

Mata Rumi mengerjap dan terbangun dari mimpi. Aneh.. itu kejadian nyata sewaktu Rumi dan Devan masih berpacaran. Kalimat putus pertama yang terlontar dari bibir Rumi karena Rumi mendadak tak ingin berpacaran karena takut akan murka Tuhan. Rumi benar-benar menyesal pernah berpacaran selama lima tahun lamanya dengan Rusdi yang ternyata memang bukan jodohnya. Lalu, beberapa bulan kemudian setelah kalimat putus dari Rumi terlontar, Devan memutuskan untuk benar-benar mengakhiri dengan Rumi, mirip dengan kalimat putus yang pernah terlontar dari mulut Rumi.

"Kalo jodoh, kita juga akan dipertemukan lagi."

Kalimat itu terus menggema selama ini. Secara tidak langsung, inilah jalan yang Rumi pilih, ini juga seharusnya keputusan Rumi. Tapi, selama dua bulan lebih setelah putus, Rumi masih sulit menerima kenyataan pahitnya putus cinta. Ia menjadi orang yang benar-benar kacau hingga akhirnya ia memutuskan untuk merubah banyak hal dihidupnya.

Pukul dua siang, Rumi masih harus rapat dengan kepala direksi. Ia harus mempresentasikan beberapa pemasaran yang hendak ia lakukan dengan tim nya.

"Dengan begini, kedepannya sih kami berharap bagian selling bisa lebih mudah dan kreatif lagi dalam menarik customer."

Beberapa saat kemudian, rapat pun berakhir dengan diterimanya proyek divisi Rumi.

"Dek, pulang bareng?" tawar Vina, salah satu senior Rumi.

"Aku mau ke Carefour dulu kayaknya. Mbak Vina mau ikut?" tawar Rumi.

"Aduh, enggak dulu deh. Anakku lagi demam. Ya udah aku duluan ya." pamit Vina terlihat gusar.

"Oke. Salamin ke Mosa ya. Kalo sembuh nanti aku ajak main Ice Skating, gitu."

"Bener ya, tante?" ledek Vina.

"Iya!"

"Sip! Dah, Say.."

"Daah..."

Rumi pun langsung berkemas hendak ke Carefour terdekat dari kantornya. Setibanya di Carefour, ia langsung melihat daftar pesanan ibunya serta mulai berkeliling menikmati hobi setiap perempuan; belanja.

Pewangi pakaian yang warna hitam ya... aduh tinggi banget lagi.

Rumi mulai menggapai-gapai hendak mengambil pewangi pakaian yang ibunya mau. Namun, karena tinggi Rumi tak seberapa, ia pun kesulitan dan mulai celingukan berharap ada seseorang yang bisa membantunya.

"Mau berapa pewangi pakaiannya?" tanya seseorang yang langsung membuat Rumi menoleh ke sumber suara.

"Kamu gak tinggi-tinggi ya." Katanya lagi mulai meledek.

Rumi pun hanya mendelik dan langsung membawa pergi troli belanjaannya.

"Eh, jadi gak?" tanya Devan yang sudah mengimbangi langkahnya dengan Rumi.

Kembali [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang