BAB 3 "Kelas Impian"

29 2 0
                                    

Setelah upacara selesai Ran mendapatkan sebuah tiket yang bertuliskan nomor kelas dan nomor lantai. Sambil terus mencari kelasnya Ran juga melihat kelas-kelas lain yang sudah di penuhi murid-muridnya

"Ah, itu dia kelasku,cocok dengan tiket ini"

Saat ia berjalan menuju kelasnya, Ran melihat seorang wanita yang tadi pagi ia tabrak memasuki kelas yang akan ia tuju.

"Oh wanita itu satu kelas denganku? Apalagi yang akan terjadi. Setelah aku berjalan dan menabraknya kini dia berada satu kelas denganku" Gerutunya akan wanita itu

***

Kelas baru Ran terlihat terang karena jendela samping yang langsung menghadap lapangan tersorot matahari. Tapi Ran ragu akan semua orang teman sekelasnya. Tak ada yang menyapanya dan tak ada pula yang tersenyum padanya.

Ran semakin merasa kecil, tapi ia yakin jika ia berprestasi maka orang-orang akan memandangnya.
Ran terus berfikir selama jam pertama ia masuk kelas hingga jam istirahat tiba, hampir semua murid keluar kelas. Saat itu Ran melihat wanita yang tadi pagi ia tabrak, ran berusaha mendekati dan menyapanya

"Ummm,hai aku Ran Kiseki, kau boleh memanggilku Ran" dengan gemetar Ran tetap tersenyum padanya

"mmm,saya Aila nijiro, senang berkenalan dengan anda tuan kiseki" dengan nada rendah dan berusaha tetap sopan Aila menjawab salam dari Ran.

Tapi setelah percakapan yang sangat pendek itu Aila pergi meninggalkan Ran yang masih menatapnya. Ran hanya memiringkan kepala merasa kebingungan akan sikap Aila padanya.
Dengan penuh tanda tanya Ran kembali pada mejanya, melamun keluar kelas melihat orang-orang berlalulalang di sekitar sekolah.

"Aku tidak suka pelajaran eksak, akupun tidak suka olah raga. Lalu apa yang harus aku kembangkan"

Tak sengaja ucapan Ran yang bingung di dengar seseorang di belakangnya. Seseorang itupun menghampiri Ran dengan tersenyum

"Bagaimana dengan seni?setelah ini adalah kelas seni. Oh hai kau boleh memanggilku Akira"

"Kau pria yang baik Akira. Salam kenal namaku Ran"

Ran tersenyum lebar mengetahui kini ia memiliki satu orang teman, dan juga satu potensi yang bisa ia coba yaitu seni.

***

Bel tanda masuk kelas telah berbunyi. Semua murid kembali pada kelasnya. Dan Aila melihat sepertinya Ran tidak keluar dari kelas selama jam istirahat tadi.

Mata Aila terus terfokus pada Ran hingga lamunannya pecah ketika sesosok guru mata pelajaran seni masuk kelas mereka

"Selamat siang murid-murid"

"Selamat siang pak..." Semua murid membalas salam dengan lantang

"Sekarang kemas barang kalian, kita akan pergi menuju ruang seni"

Dengan keluarnya pak guru, semua murid mengikutinya dengan tas tergandong di punggung mereka.

***

Di ruang seni mereka kini akan belajar tentang musik, dan Ran sangat bersemangat mengambil sebuah gitar dan mencobanya.
Murid lain pun mengambil gitar yang di intruksikan oleh gurunya.
Saat Ran akan mencoba gitarnya, pandangan ia tertegun melihat Aila di ujung barisan para siswi, sepertinya Aila tidak berbakat pada musik pikir Ran. Tapi ternyata pikiran itu benar, saat praktik dimulai Aila sulit sekali di ajarkan. Berbeda dengan Ran yang langsung terbiasa dengan alat musik yang ia mainkan.

***

Sepulang sekolah, Aila berjalan dengan wajah tertunduk murung, ntah apa yang membuatnya begitu. Sepertinya Aila merasa sepertinya dialah orang paling bodoh di kelas.

Tak lama dari lamunannya Aila tersontak kaget melihat Ran sudah ada di sampingnya

"Heyy, Aila boleh aku jalan bersamamu? Kebetulan rumahku pun arah sini"

Aila tak menjawab pertanyaan Ran, melainkan hanya menganggukan kepala.
Ran tidak mau menyerah. Ia ingin mencoba mengobrol dengan Aila, beberapa pertanyaan Ran pikirkan, dan sebuah pertanyaan terlontar dari mulut Ran

"Aila, kau sudah makan?kalau belum bagaimana kalau kita makan di kedai taman dua blok dari sini"

Saat Aila akan menolak tawaran Ran, teringat bahwa Aila belum sempat sarapan pagi ini. Dan ia pun kali ini benar-benar lapar, dan akhirnya Aila menerima tawaran Ran untuk makan bersamanya.

Value WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang