Tidak ada yang berubah sama sekali semenjak masalah Ran dan semenjak Aila menitipkan surat pada Kak Arina.
Bahkan sudah beberapa minggu Aila dan Ran terlihat memiliki jarak, tidak pernah berjalan bersama lagi, tidak saling menyapa, bahkan tidak saling menatap satu sama lain."Musim gugur akan segera berakhir. Apakah aku tidak akan bertemu lagi dengan Aila?"
Ran terus melamun dan bergumam pada saat jam pelajaran terakhir di hari yang cukup mendung itu. Cuaca seakan mengerti apa yang Ran rasakan, mungkin juga mengerti apa yang Aila rasakan.
Ran terus melamun menatap langit dari dalam kelas. Langit yang semakin kelabu seakan-akan menjatuhkan butiran putih yang terasa dingin itu, jika malam ini salju akan turun berarti ini adalah hari terakhir ia bertemu Aila.Karena terlalu sibuk melamun, Ran bahkan tidak menyadari bahwa pelajaran terakhir telah usai dan bel pulang telah berbunyi.
Beberapa siswa telah keluar dari kelas, beberapa sisanya sedang membereskan buku. Terkecuali Ran. Sampai sadar Ran sudah tidak melihat Aila di bangkunya, sepertinya ia telah meninggalkan kelas lebih dulu."Oh dear, kenapa aku melamun. Bahkan sampai bel pulangpun aku tak mendengarnya"
Ran bergumam sendiri sambil membereskan tasnya dan berjalan keluar kelas.
Sejauh mata memandang, ia tak melihat Aila dimanapun. Bahkan hingga Ran telah sampai ke rumah.
"Aku pulang... Kak? Apa kau ada dirumah?"
Ran masuk dan membuka sepatunya, tapi tidak ada jawaban samasekali dari kakaknya.
Ran melihat ada beberapa lembar kertas dan mie ramen instan di atas meja makan.__________
Ran, kakak berangkat meeting dengan client. Jika kau ingin makan, kakak sudah belikan mie instan di atas meja itu.
Tolong bersihkan rumah. Kakak pulang malam nanti.__________
Saat setelah membaca surat tadi, mata Ran tertuju pada sebuah kertas dala amplop berwarna merah muda di samping mie instan.
"Apa ini? Untuk ku?"
Ran bertanya-tanya sambil membuka amplop itu dan membuka lipatan kertas di dalamnya.
Tubuhnya terdiam kaku saat ia membaca isi dari surat itu, terlihat matanya sudah membendung air mata yang siap tumpah ke pipinya, dadanya terasa sesak dan hatinya seakan tertusuk oleh benda yang sangat tajam."Aila..."
Hanya kata itulah yang dapat ia ucapkan dengan nada gemetar dan air mata yang jatuh ke pipinya.
Ran termenung atas semua perbuatannya yang mungkin menyakiti hati Aila. Atau bahkan menghancurkan perasaannya yang sedari dulu selalu tersenyum padanya.***
Langit semakin abu-abu dan pepohonan sudah tak berdaun lagi. Setidaknya masih ada beberapa kucing yang menemani Aila di bangku taman itu.
Aila terus menatap ke arah langit memohon agar salju tak turun. Karena ia tau bahwa Ran sudah akan berangkat saat musim dingin.
"Kumohon, salju jangan turun malam ini. Aku ingin bertemu dengannya sebelum aku kehilangannya"
Hari semakin sore, dan sudah sedikit orang yang berlalu-lalang di taman itu. Sedangkan Aila masih termenung mengenakan seragam sekolahnya. Ia belum pulang kerumah sedari selesai sekolah tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Value Word
RomanceIa, bukan bintang, bukan atlet, bukan pula aktris, tapi ia adalah value yang hanya milikku. Aku akan selalu menjadi suara dari semua kata-kata indahmu itu Hingga jiwa ini berpisah dari tubuhnya...