"Haloo, Ada apa Ayah menelpon malam-malam seperti ini?"
Ran terdiam di dalam kamarnya malam itu, duduk berfikir di meja belajarnya, sambil terus menempelkan ponsel di telinga kirinya.
Suasana terasa hening dan tegang."Apa maksud ayah!? Kenapa harus ikut?" Tanya Ran sedikit keras hingga terdengar sampai keluar kamar.
"Kau tak punya alasan untuk menolak!!!" Terdengar suara teriakan di balik telpon yang di genggam oleh Ran.
"Tapi Ayah..." Ucapan Ran terhenti sejenak dan melanjutkannya kembali "Baiklah aku mengerti".
Setelah mematikan telpon dari ayahnya, Ran menundukkan kepala di meja belajarnya. Diam dan mengepalkan tangannya penuh tenaga.
Ran merasa benci pada dirinya sendiri. Mengapa hal itu terjadi harus padanya, semua kekesalan ia pertanyakan dalam hatinya. Hingga ia tak sadar Kak Arina telah ada di belakangnya dan menepuk pundaknya mencoba menenangkan."Ada apa Ran? Apa yang kau dan Ayah bicarakan di telpon tadi? Kaka tidak sengaja mendengarkan di ruang makan tadi." Tanya Kak Arina lemah lembut.
Dengan perasaan yang masih sangat berat Ran mengangkat kepalanya dan menarik nafas panjang. Ia masih terlihat tidak stabil karena lengannya masih terkepal kuat. Tapi Kak Arina terus berusaha menenangkannya dengan mengusap-usap rambut adiknya itu.
"Ayah ingin aku bersekolah di Prancis. Dia akan memasukkanku ke sekolah khusus musik" Celoteh Ran.
Kakaknya hanya tersenyum masam mendengar hal itu. Kak Arina sudah mengira hal seperti ini akan terjadi. Tentu Kak Arina tahu sebab saat Ran pergi mencari Aila saat itu, Ayahnya datang dan menjelaskan sedikit rincian bahwa Ia akan membawa Ran bersamanya. Walau saat itu Kak Arina tidak tahu pasti apa yang di pikirkan ayahnya.
"Jadi ternyata Ayah akan membawamu untuk disekolahkan di prancis, seharusnya kau senang karena akan mewarisi potensi ayah. Tak seperti Kakak yang memilih jalan menjadi designer." Jelas Kak Arina terus berusaha menenangkan Ran sambil duduk di atas ranjang.
"Aku memang ingin sekali menjadi musisi seperti Ayah. Aku juga ingin bersekolah di luar negeri. Tapi apa aku siap untuk meninggalkan Aila?" Jelas Ran terlihat sedikit tenang.
Saat Ran terlihat senang, Kak Arina berjalan menuju pintu keluar kamar. Tapi saat hendak keluar, Kak Arina berkata sambil tersenyum masam.
"Lakukanlah apa yang ingin kau lakukakan. Tapi pikirkanlah terlebih dahulu. Aila mungkin akan sedih mendengar kepergianmu. Tapi Ia juga akan menghadapi masa depan yang mungkin sama sepertimu."
***
Pagi ini Ran mengawali harinya dengan sangat lemas.
Sekeluarnya dari kamar ia langsung memasuki kamar mandi. Kakaknya yang sedang bersiap kerja pun menggelengkan kepalanya.Sekeluarnya dari kamar mandi Ran langsung duduk di meja makan dengan kepala menunduk.
"Kak, apa aku harus mengatakan hal ini pada Aila?"
"Hahaha, terserah kau saja. Kakak berangkat, tolong kunci pintunya saat kau akan pergi" Jawab Kakaknya sambil tertawa.
Ran berdiri darimeja makan untuk mengambil sebotol susu dari lemari dan menuangkannya pada gelas. Menatap kosong pada gelas berisi susu itu lalu meminumnya sekaligus.
Setelah Ia semua itu berlalu, Ran mengencangkan dasi yang ia pakai dan keluar kamar menuju pintu dan mengenakan sepatunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Value Word
RomanceIa, bukan bintang, bukan atlet, bukan pula aktris, tapi ia adalah value yang hanya milikku. Aku akan selalu menjadi suara dari semua kata-kata indahmu itu Hingga jiwa ini berpisah dari tubuhnya...